Toleransi dan Intoleransi

Toleransi (T) Menurut KBBI, T berasal dari kata “toleran” yang artinya bersifat atau bersikap menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian (pendapat pandangan, kepercayaan, kebiasaan, kelakuan dsb) yang berbeda atau bertentangan dengan […]

Toleransi (T)

Menurut KBBI, T berasal dari kata “toleran” yang artinya bersifat atau bersikap menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian (pendapat pandangan, kepercayaan, kebiasaan, kelakuan dsb) yang berbeda atau bertentangan dengan pendirian sendiri. Dalam kesehariannya toleransi selalu dikaitkan dengan agama atau kepercayaan. Jarang dikaitkan dengan sifat seseorang atau sekelompok masyarakat yang berlatar belakang budaya yang berbeda.

baca juga ini

Pulang ngaji di Pondok Labu dapat ilmu tentang TOLERANSI (T), kalau dalam bahasa statistik matematik , T yaitu suatu nilai/angka yang masih dapat diterima (masih dalam ambang batas simpangan dari RERATA/trend), Jika di luar ambang batas (error yang masih dimaklumi/diterima), maka akan ditolak / tidak diterima dari populasi. Dari abad ke abad nilai-nilai budaya yang sebagai Rerata / trend bergerak seiiring penguasa dengan idiologinya masing2, tetapi RERATAnya ditegakkan/diakui/dijalankan pendukung budayanya. Permasalahan sekarang ini sering terasa munculnya intoleransi, kalau menggunakan analogi di atas (stat mat), boleh dikarenakan tidak ditemukannya/ditetapkannya/diakuinya rerata/nilai yang dianggap sebagai batas/titik acu untuk tindakan-tindakan yang masih dapat diterima, Alias masing-masing membuat reratanya sendiri, alias penguasa dengan idiologinya tidak menetapka nilai budaya rerata untuk acuan atau malah bingung. Kalau yang terjadi nilai/angka error/simpangan maksimal yg diterima tidak sama yg terjadi intoleransi (cheos). Solusinya ………….bisa lewat kebijakan pemerintah bersama kerabatnya, bisa norma-norma dasar kemanusiaan (universal)(sebagai value rerata) yang ditegakkan secara ketat tidak boleh bingung dan membiarkan. semoga bisa menambah wacana tentang makna toleransi dan intoleransi. Amiin.

Realitas kehidupan dimodelkan dalam kalimat matematik statistik tentang “nilai atau angka toleransi” menjadi lebih gamblang, bahwa yang sekarang menjadi momok adalah terlalu “toleran terhadap intoleransi”. Memaksakan nilai intoleran untuk di toleransi pada akhirnya sosialnyapun ada daya tolak atau terjadi benturan. Membebaskan intoleran tumbuh subur juga suatu tindakan intoleran. Ambang Batas dibuat jika nilai rerata (garis trend/norma yang bekerja diketahui/ditentukan sebagai garis tolak, sehingga simpangan-simpangan atau ketidak sesuaian yang tidak lagi bisa diterima norma menjadi nilai intoleran. Dan yang mampu menegakkan itu tentunya tdak lepas dari kekuasaaan (politik alias pemerintahan yang kuat). Indikasi muncul dan suburnya intoleran karena lemahnya pemegang kuasa, lemahnya kontrol norma sosial. Kalau penguasa politik yang berkesempatan untuk menegakkan toleransi tentunya politik tersebut didasari idiologi politik yang diembannya. Sehingga toleransi bisa berdiri tegak jika idiologi pemegang politiknyapun diterima oleh sosial secara kuat. Meski toleransi selalu berhadapan dengan intoleransi, selamanya intoleransi bukan nilai yang bisa diterima secara umum apalagi dalam kebhinekaan seperti Indonesia. “Bhinneka Tunggal Ika” bukan  “Ika Tunggal Bhinneka”, kebinekaan dalam kesatuan bukan kesatuan dalam kebinekaan. Bhinneka tunggal ika harus dicengkeram cakar Garuda yang sangat runcing dan diawasi mata garuda yang sangat tajam, jika tidak kakawin Sutasoma (Empu Tntular) terkena amandemen.

Berdalih demokrasi untuk memaksakan intoleransi tak kan lepas dari pandangan garuda dan menghadapi cakar garuda. heheheeh

Tags:

About taqy