Sejak awal, keikutsertaanku di program sertifikasi dosen tahun kemarin kulakoni dengan semangat. Semangat, karena mulai tahun 2011 proses pengiriman data dilakukan secara online melalui situs Dikti. Masing-masing peserta dibuatkan akun berisi template yang harus diisi dengan data seperti CV, riwayat pendidikan, riwayat mengajar, riwayat publikasi, riwayat penelitian, bermacam prestasi yang telah pernah diraih oleh peserta, dan data deskripsi diri. Karena ini pengalaman pertama dan mudah-mudahan terakhir selama perjalanan karir sebagai dosen, maka sebelum pelaksanaan kami semua calon peserta dibrifieng terlebih dahulu, agar menghindari kesalahan pengisian data yang akan berdampak pada kelulusan sertifikasi. Semua “Do’s” dan “Don’ts” dijelaskan oleh panitia. Proses pemasukan data sebenarnya dapat dilakukan dari mana saja karena sistemnya adalah online. Maka aku bersama beberapa teman mengisi di ruang IT kampus yang menyediakan fasilitas banyak unit komputer. Meskipun kami mengisi bersama-sama tetapi karena memang data yang diisi sesuai data pribadi yang pasti berbeda satu sama lain, maka kami tak bisa saling mencontoh…nggak mungkin menconteklah kira-kira istilahnya. Proses pengunggahan data ke akun masing-masing seingatku kira-kira bulan Juli. Setelah itu yang harus kami lakukan hanya menunggu hingga pengumuman kelulusan bulan Agustus melalui akun masing-masing.
Di akhir bulan Agustus, kami mendapat pemberitahuan melalui milis dosen tempat aku mengajar, bahwa hasil serdos sudah dapat dilihat di akun masing-masing. Dengan semangat dan excited aku langsung membuka akunku. Tetapi betapa terkejut saat aku melihat hasilnya. Di page hasil tertulis dengan huruf merah bahwa aku perlu verifikasi karena ada indikasi ada kemiripan deskripsi diri dengan dokumen peserta lain. Inna lillaahi wa inna ilaihi rojiun. Aku hanya bisa terbengong-bengong di depan layar komputer sambil berpikir keras. Aku memang ingat saat membuat deskripsi diri sebelum menyerahkan print out ke panitia serdos di fakultas, seorang temanku sempat melihat dan membaca tulisanku. Tapi apakah iya temanku itu mencontek dan menulis seperti apa yang kutulis ? Tetapi belakangan kutahu temanku itu lulus, berarti deskripsi dirinya tidak mirip denganku. Karena logikanya jika ada dua orang yang saling mencontoh, pasti keduanya akan tidak lulus.
Hari-hari berikutnya, aku tau dari temanku yang lain bahwa yang statusnya PERLU VERIFIKASI hanya sedikit sekali dibanding yang lulus. Aku cukup down, dan pertanyaan yang selalu muncul dibenakku, bagaimana mungkin deskrispsi diriku mirip dengan peserta lain? Aku merasa menulis sendiri dengan kata-kataku sendiri. Dan kalaupun mirip, mirip dengan siapa? Kalau dengan teman-teman satu prodi sangat mungkin ada kesamaan kegiatan yang terungkap melalui kalimat yang sama, karena keadaannya memang demikian. Padahal untuk proses verifikasi ini peserta tidak perlu mengirimkan dokumen apapun, lalu bagaimana cara aku membuktikan bahwa aku tidak melakukan plagiarisme ? Sepertinya tidak akan ada proses klarifikasi dengan dosen yang dinilai. Hmm benar-benar vonis tanpa pembelaan.
Untuk menenangkan diri aku mencari informasi ke pihak yang kupikir dapat member ipenjelasan akan kebingunganku. Ternyata Dikti menggunakan software, yang dapat mendeteksi data dosen, apakah ada proses plagiarism di antara sesama peserta sertifikasi. Apakah peserta benar-benar membuat sendiri semua data tersebut. Tetapi yang dikuatirkan adalah software mendeteksi kemiripan suatu tulisan dengan tulisan lainnnya berdasarkan kesamaan kata-kata dan susunannya dalam kalimat, software tidak mengerti “content” atau arti dari tulisan tersebut. Maka aku menduga bahwa status kemiripan antara satu tulisan dengan lainnya dihasilkan software karena ada kemungkinan dalam membuat deskripsi diri, seorang dosen kebetulan menggunakan cara bertutur yang hampir mirip, terlebih jika beberapa dosen tergabung dalam satu tim pengajaran, maka meskipun hal-hal yang substantisial berbeda akan terbaca mirip oleh komputer.
Hal yang sedikit melegakanku adalah, sistem tidak memvonis suatu tulisan adalah plagiat jika kesamaannya kurang dari 50 persen. Informasi yang kudapat, ternyata kesamaanku dengan “someone out there” adalah 20 persen, sehingga kemungkinan dianggap sebagai kebetulan. Dan semakin kecil kemiripan dalam suatu aspek akan dilihat aspek lainnya, tetapi sudah cukup untuk menyatakan status perlu diverifikasi. Verifikasi akan dilakukan melalui klarifikasi antara pihak Perguruan Tinggi pengusul, pihak Dikti, asesor ahli bahasa, dan asesor terpilih.
Dan kabar baiknya adalah baru saja tanggal 2 Januari kemarin, aku mendapat sms dari pihak panitia serdos fakultas, bahwa aku dinyatakan LULUS !! Alhamdulillaah…benar-benar berkah di awal tahun yang sangat kusyukuri.
Untuk lebih meyakinkan, aku membuka akunku, dengan mata kepalaku sendiri aku melihat hasilnya, benar, aku lulus… aku tidak menjadi korban kecanggihan dan kepekaan software yang memang tak akan pandang bulu, siapapun yang melakukan plagiarism akan “tertangkap”. Aku memang tidak alergi dengan software yang digunakan Dikti ini, karena memang diperlukan, yang bertujuan menjauhkan budaya plagiarism dalam dunia pendidikan kita.
Wah, selamat, Bu!
Memang terkadang menggunakan metode bayesian untuk menemukan kesamaan bisa menimbulkan false positive. Tapi, untungnya ada verifikasi.
Terima kasih Pak Jan.
Betuul, di samping penilaian oleh mesin, memang harus didampingi penilaian oleh manusia dalam kasus seperti ini.
Thanks for your sharing. Interesting, clear and precise. Thank you for the info Ratna.
Walaupun sebuah sistem tergolong canggih namun masih memerlukan sentuhan manual dari ahlinya.
Seperti Komputerisasi Akuntansi, walaupun banyak software canggih namun peran seorang akuntansi masih diperlukan.
terima kasih
Mlm Bu, selamat ya Bu atas kelulusannya. sy Bu Mido Sitorus.
Bskah di bagi software nya, br sy coba DD sy.
Terima kasih Ibu. Sukses selalu ya buat ibu.
selamat bu setuju sekali disisi lain dari sebuah software perlu ketelitian dari penggunanya sama halnya dengan komputerisasi akuntansi yang memiliki kelebihan dan kekurangan juga
setuju sekali dengan pernyataan ibu ini karena perlu ketelitian dari penggunanya juga ketika saya berkerja di bidanng komputerisasi akuntansi pernah juga menemui kelebihan dan kekurangan seperti itu btw selamat ibu
Memang untuk hal ini di perlukan tenaga manusia dan robot tetap saja hanya sebatas membantu,
selamat buat ibunya :*
se otomatis-otomatisnya harus manual manusia juga yang melakukan
Nah ini dia realita yang saya cari , memang makin kesini makin serba software
Software apa ya yg digunakan oleh dikti?
Sebaiknya memang harus di kroscek terlebih dahulu