May 15, 2010

Buletin Mahasiswa Menggugat

Filed under: Mahasiswa Menggugat — rani @ 12:30 pm

April 11, 2009

Mahasiswa Menggugat 6

Filed under: Mahasiswa Menggugat — rani @ 11:31 am

MAHASISWA MENGGUGAT Alamat Redaksi : Jl. Salemba Raya 4 – Jakarta Pusat

JAKARTA, 11 APRIL 1978 – No. 9/Th I

SALAH SATU KEPRIHATINAN KITA

Salah satu keprihatinan kita dalam bentuk pertanyaan yang sering muncul dalam pikiran kita mengenai golongan Islam, adalah bahwa kenapa di dalam setiap pergerakan atau perjuangan yang bersifat nasional (umpama: Perjurngan merebut Kemerdekaan, Penumpasan G” 30 S. PKI dsb), andil serta peranan golongan Islam demikian menonjol, tetapi tatkala kemerdekaan telah tercapai atau keadaan sosial kembali pada situasi yang damai, tampak peranan golongan Islam jadi menurun. Keprihatinan ini sesungguhnya tidak hanya berpokok-pangkal pada kebutuhan mendesak terhadap pengembangan Ideologi Islam semata-mata, tetapi juga, atas dasar kenyataan bahwa mayoritas rakyat Indonesia yang beragama Islam perlu di beri kesempatan seluas-luasnya untuk memperkembangkan dirinya. Dengan keluasan kesempatan untuk memperkembangkan dirinya itu, dapatlah diharapkan sumbangan yang lebih memungkinkan dari golongan Islam terhadap pembinaan bangsa dan negara, serta pemeliharaannya terhadap perbendaharaan kulturil dan sosial yang ada. Usaha untuk pengembangan diri ini, tergantung pada dua masalah pokok: Pertama, usaha untuk menciptakan suatu situasi dan kondisi sosial sedemikian rupa, sehingga golongan Islam yang ada dapat turut mempromosikan diri secara lebih wajar, serta bisa ikut membantu memperkembangktm sarana-sarana sosial, ekonomi dan politik, sejajar dengan daya-upaya yang di jalankan Pemerintah. Kedua, usaha golongan Islam untuk membina serta meningkatkan diri sendiri secara lebih terarah, sistematis dan berencana jangka panjang, agar kekuatan sosial Islam yang potensil dapat diwujudkan dalam kenyataan, sehingga dapat memberikan sumbangan terhadap bangsa dan negara secara lebih optimal. Dua masalah ini, meskipun tidak dapat dipisah-pisahkan secara strukturil dan operasionil, namun berdasarkan pengamatan dan pendekatan tertentu, dapatlah disimpulkan adanya karakteristik-karakteristik tersendiri. Dari segi sosial dan politik, penciptaan suatu kondisi dan situasi sosial sangat tergantung pada adanya kesempatan serta perkembangan dari pranata-pranata sosial dalam bentuk organisasi, institusi-institusi sosial dan mekanisme-mekanisme lain yang terdapat di rnasyarakat. Di lain pihak, hal tersebut juga dipengaruhi oleh peranan dan tingkah-laku politik pemerintah terhadap kekuatan-kekuatan sosial-politik yang ada, dan terhadap masyarakat pada umumnya. Adanya kondisi sosial di masyarakat berupa orientasi yang berlebih-lebihan terhadap kekuasaan (power), ditambah dengan kenyataan bahwa pemerintah secara hukum maupun politik adalah pemegang kekuasaan yang syah; maka disadari atau tidak, sebagian besar kekuatan-kekuatan sosial-politik (termasuk kekuatan sosial-politik Islam), baik dalam bentuk organisasi sosial, partai-partai politik, para ulama, kiyai, dan lain-lain, jadi beroriontasi kepada pemerintah. Hal ini tampaknya punya dasar yang logis, bahwa kekuasaan adalah merupakan sarana untuk mewujudkan tingkat mobilitas sosial politik yang tinggi, baik vertikal maupun horizontal. Kenyataan-kenyataan di atas, dalam jangka pendek membuat tingkat ketergantungan yang terus-menerus kepada pemerintah, dan dengan demikian maka pembinaan terhadap lembaga kontrol yang “efektif” serta “institusionil” menjadi sukar untuk dicapai. Akibatnya, sistem-sistem politik tidak tumbuh secara wajar dan searah, tetapi semata-mata sangat tergantung pada kelangsungan suatu orde pemerintahan. Dalam jangka panjang, hal ini dapat memperlemah semangat moril golongan Islam sendiri terhadap potensi sosial, dan tingkat, dan tingkat pengaruh mereka terhadap jalan serta perkembangan suatu pembangunan sosial dan politik. Lahirlah cara dan tingkah-laku politik yang tidak matang serta ovonturisme-politik. Terhambatlah proses “institusionalisasi” politik golongan Islam terhadap sumbangan politik yang harus dimainkannya. Pada akhinya, ia menghancurkan prinsip-prinsip politik dan khazanah kebudayaan politik Islam yang sebenarnya harus disumbangkannya untuk modernisasi sosial pada umumnya. Sudah barang tentu pendekatan terhadap masalah pertama tadi, akan menghadapkan kita pada situasi yang dilematis. Sebab, disadari maupun tidak, pemerintah dibuat berhadapan dengan masyarakat politik beserta segenap aparat dan sarana yang ada padanya. Oleh karena itu, sesungguhnya menjadi kewajiban kita agar supaya pendekatan dan penyelesaian masalah di atas tidak semata-mata di tekankan pada faktor-faktor hubungun pemerintah dan masyarakat secara kategoris, melainkan tekanan bahkan harus bisa diberikan dalam rangka hubungan fungsionil diantara keduanya. Ini berarti, bahwa berkembangnya institusi-institusi sosial, ekonomi, politik, beserta sarana-sarananya, ikut menyumbang bagi terbentuknya situasi sosial sedemikian rupa, yang mendorong pula peranan pemerintah serta kemampuan ikut-sertanya golongan-golongan dan kekuatan-kekuatan sosial-politik secara lebih luas. Bagi golongan Islam, yang menjadi masalah disini, adalah bagaimana mencari daerah atau “area of problems” untuk pengembangan diri yang jauh dari campur-tangan politik pemerintah, tetapi yang memungkinkan terciptanya suatu komunikasi politik secara lebih intensif dengan pemerintah dan masyarakat pada umumnya. Daerah atau “area of problems” ini harus memungkinkan terjelmanya suatu proses “trasformasi-politik” yang berjangka panjang, dan yang mampu memproduk sejumlah kebutuhan sosial-politik secara berencana serta terarah. Dalam hal ini, nampaknya justru masalah yang kedua menjadi semakin penting !


BERI TA-BERITA SEPUTAR KAMPUS

DR. EMMERSON, PENGARANG BUKU ‘INDONESIA’S ELITE” AKAN MENGADAKAN CERAMAH DAN PENGKAJIAN DI INDONESIA

Mm, 11 April 1978 Donald K. Emmerson, seorang sarjana ilmu politik serta antropologi dan pengarang buku “Indonesia’s Elite: Political Cultur and Cultural Politics;” bermaksud mengunjungi Indonesia untuk memberikan ceramah mengenai masalah politik, strategi pembangunan dan pertanian, serta melakukan pengkajian tentang perkembangan perikanan di negeri ini. Dr. Emmerson, guru besar ilmu politik pada Universitas Wisconsin, dewasa ini tengah mengadakan pengkajian mengenai masalah perikanan di Asia dan Pasifik dalam kedudukannya sebagai konsultan pada Bank Dunia. Ia juga pernah melakukan pengkajian tentang proyek-proyek pertanian yang mendapat bantuan Bank Dunia di Indonesia. Dalam perjalanannya antara 4 dan 19 April 1978 ini, Dr. Emmerson merencanakan untuk bertemu dengan para ahli dan pejabat Indonesia di bidang perikanan, pertanian, kependudukan, serta ilmu-ilmu sosial dan politik. Ia juga bermaksud menermui Dr. Soedjatmoko, penasihat pada BAPPENAS dan diharapkan akan dapat bertemu pula dengan Gubenur Muzakir Walad, di Banda Aceh. Ia akan membahas “Kebijaksanaan Politik Luar Negeri Amerika di Asia Tenggara akhir-akhir ini” dalam ceramahnya di Pusat Pengkajian Masalah-masalah Srategis dan Internasional (CSIS) di Jakarta, tanggal 5 April, dan Lembaga Indonesia-Amerika (LIA) di Medan tanggal 18 April 1978. Tanggal 6 April 1978 Ia akan berbicara di Lembaga Penelitian Ekonomi dan Masyarakat (LPEM), Universitas Indonesia, mengenai “Faktor-faktor Sosial dan Kebudayaan yang hendaknya dipertimbangkan dalam strategi pembangunan”. Tanggal 8 April 1978 menurut rencana ia akan membahas “Keterlibatan (Involusi) Pertanian dalam Pembangunan Pedesaan” di Fakultas Ilmu-ilmu Sosial, Universitas Indonesia. Dan tanggal 15 April 1978 mengenai “Pembangunan Pedesaan di Indonesia” dalam ceramahnya di Lembaga Studi Pedesaan dan Kawasan, Universitas Gajah Mada (Acara di FIS-UI tanggal 8 April, rupa-rupanya batal).

Elite Indonesia BukU Dr. Emmerson tentang elite Indonesia yang baru-baru ini diterbitkan, menelusuri konsep “lndonesia yang berkebudayaan Majemuk.” Buku ini sebagian besar didasarkan atas hasil penelitian yang dilakukannya di negeri ini tahun 1967 sampai 1969. Rancangan naskahnya yang pertama di tulis tahun 1970 sampai 1973, ketika mengajar di Universitas Wisconsin. Ia kembali ke Indonesia tahun 1974 untukk mengadakan penelitian lebih lanjut dan mempersiapkan rancangan naskah yang terakhir. Berdasarkan serangkaian wawancara yang dilakukannya tahun 1967-1969 dan kemudian diuji lagi melalui pengamatannya pada tahun 1974, Dr.Emmerson menyusun dua kelompok yang masing-masing mewakili masyarakat Jawa dan bukan Jawa. Ia berkesimpulan bahwa diantara mereka terdapat perbedaan yang secara politis adalah monyolok dalam asal-usul sosial, latar belakang dan sikap pandangan umumnya. Ia percaya bahwa pengamatannya dapat membantu memperjelas prospek-prospek bagi keserasian antar kebudayaan dalam politik. Walaupun ia dididik sabagai Sarjana ilmu politik, namun perhatiannya tertumpah pada antropologi. Bekerjasama dengan Profesor Koentjoroningrat, seorang antropologi terkemuka di Indonesia, ia kini menulis buku “The Human Aspect of Indonesian Social Research : Voices from the Field.” Ia juga telah menulis berbagai karangan dan hasil pengkajian mengenai Indonesia, seperti yang pernah diterbitkan oleh majalah-majalah Basis, cakrawala, Kiblat dan Prisma.


TEAM SOFT-BALL UI IKUTI KOMPETISI ISL

Mm, 11 April 1978 Team Soft-Ball UI sejak Februari 1978 lalu, telah ikut dalam Kompetisi ISL (Liga Soft-Ball Internasional) di Stadion Cemara Tiga Jakarta. Kompetisi tersebut berlangsung selama 4 bulan, diikuti beberapa gabungan team tangguh Jakata dan orang-orang asing penggemar Soft-Ball. Pertandingan hanya diadakan setiap hari Minggu (sepanjang hari ada 8 kali pertandingan), cukup menarik banyak penonton yang berminat, karena teknik permainan yang disuguhkan cukup tinggi. Demikian juga halnya dengan Team Soft-Ball UI kita itu, kadang-kadang membuat kejutan-kejutan disamping memang kelihatannya cukup bisa mengimbangi permainan tem lawan. Sebenarnya, setiap kegiatan olah-raga di lingkungan mahasiswa UI yang sifatnya mengatasnamakan Universitas, akan dikoordinir oleh DM-UI. Namun untuk team Soft-Ball UI ini, menurut Ketuanya, Syamsul Bakri: “Team Soft-Ball UI berusaha sendiri menutupi pembiayaan yang cukup lumayan, dengan jalan memakai sponsor-sponsor.


IKDIA FIS-UI ADAKAN CERAMAH

Mm. 11 April 1978 Ikatan Keluarga Departemen Ilmu administrasi (IKDIA) FIS-UI, tanggal 10 April 1978, menyelenggarakan ceramah ilmiah berjudul : PERANAN ADMINISTRASI PEMBANGUNAN DALAM PROSES PEMBANGUNAN. Ceramah tersebut disampaikan oleh : Bintoro Tjokroamidjojo, Deputi Bidang Administarsi BAPPENAS, pada pukul 10.00 s/d 12.00 Wib, bertempat di Ruang Seminar FIS-UI Rawamangun Jakarta. Menurut Ketua IKDIA, Arsani, paper ceramah tersebut dapat diperoleh di Bursa Buku FIS-UI.


GARA-GARA PROF. OSMAN RALIBY

Mm. 11 April 1978 Beberapa waktu yang lalu, Prof. Osman Raliby, Guru Besar Studi Islamica UI, menerangkan kepada para mahasiswa tentang jenis Hukum Islam, seperti : Wajib, Sunnah, Muabh, Haram dan Makruh. Masing-masing disertai dengan contoh-contoh konkrit. Misalnya untuk perbuatan makruh, Prof. Osman Raliby memberikan contoh “merokok” (Makruh berarti dikerjakan tidak apa-apa, dan bila ditinggalkan mendapat pahala). Dengan gaya humor, Prof. Raliby di depan para mahasiswa FIS-UI (kebetulan saat itu ada beberapa mahasiswa yang lagi merokok); “Yang merokok tidak apa-apa, jangan dibuang !” Memang tampaknya beberapa mahasiswa yang lagi merokok itu rada nggak enak, ketika Prof. Raliby memberikan contoh “merokok” itu adalah perbuatan makruh. Mereka tetap saja merokok, dan memang tidak ada apa-apa. Beberapa waktu kemudian, kejadian yang tidak apa-apa dan malah dianggap humor yang menyegarkan waktu kuliah tersebut, rupa-rupanya dibangkitkan lagi oleh beberapa mahasiswa yang diserahi tugas untuk memperbanyak DIKTAT mata kuliah Sejarah masyarakat Indonesia. Mereka yang memperbanyak diktat tersebut adalah mahasiswa FIS-UI tingkat II (Angkatan “77), dan diktat yang mereka perbanyak sekitar 120 buah itu Cuma untuk mahasiswa tingkat II saja. Tujuannya menyinggung soal makruh tadi, tampaknya juga untuk humor ditengah-tengah tulisan yang serius tentang sejarah. Isinya antara lain : STOP PRESSS !! “Kuliah Studi Islamica kok nggak boleh merokok yah, asin deh !……… Makruuuuuuuuuuuh !!! uq ……….bursa ide koq mati yah, lesyuuuuuuuu ………., arf AH, gara-gara contoh Prof. Osman Raliby tentang merokok ! Tapi tak apa deh !


PENATARAN PSIKOLOGI SOSIAL 1978 Mm, 11 April 1978 Fakutas Psikologi UI menyelenggarakan Penataran Psikologi Sosial dengan thema : “Teori kognitif, Analisa varians dan Analisa Kovarians”. Penataran yang berlangsung tanggal 3 April 1978 – 15 April 1978 itu, bertempat di Fakultas Psikologi UI Rawamangun, dan diikuti oleh para peserta dari UI, UNPAD, UGM dan sarjana-sarjana Psikologi diluar fakultas-fakultas Psikologi


DEKAN CUP 1978 FIPIA UI

Senat Mahasiswa Fakultas Ilmu Pasti dan Alam melalui Sie Olahraga sedang mengadakan pekan olahraga dengan nama “Dekan Cup 1978.” Pada Pekan Olahraga ini dipertandingkan empat cabang olahraga: Basket, Tenis Medja, Sepakbola, dan Catur. Untuk cabang olahraga: Basket dipertandingkan kelompok Putra/Putri, Tenis Meja Putra/Putri, dan Vollyy Putra/Putri. Pekan Olahraga yang diselenggarakan sejak awal April ini dimeriahkan oleh semua jurusan yang ada di fakultas tersebut. Mereka meliputi : Kelompok Fisika, Matematika, Biologi, Kimia, Farmasi dan Geografi. Pertandingan ini diselenggarakan di beberapa tempat secara terpisah. Sepakbola mengambil tempat; Stadion Utama “Daksinapati” yang rumputnya berwarna colat berdebu. Catur di Ruang Senat dan sisanya di GOR Mahasiswa Kuningan


SURAT PEMBACA

Jakarta, 8 April 1978.

Kepada: Yth. Pimpinan Redaksi Mahasiswa Menggugat Salemba 4 JAKARTA “

Dengan hormat; Pada ruang “Surat Pembaca” Mm no. 8 tahun 1978 yang lalu dimana memuat surat untuk Pimpinan MPM-UI te[:rdapat kekeliruan, yaitu : II. Mengingat Tertulls : a) “Pasal I ayat (1) AD-IKMUI”, seharusnya “Pasal I AD-IKMUI”, jadi tanpa “ayat (1)” b) “Pasal IX ayat (2) ART-IKMUI”, seharusnya : “Pasal IX ART-IKMUI”. Jadi tanpa ayat (2)”. c) “Pasal XV ayat (2) ART-IKMUI”, seharusnya “Pasal XV ART-IKMUI. Jadi tanpa ayat (2)”. Atas bantuan Redaksi untuk memuat ralat ini, kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya. ‘

atas nama para penanda tangan :

ttd

Arsani (Anggota MPM-UI)


ULASAN : TEORI SNOUCK HOUGRONYE SEDANG DITERAPKAN BAKIN

Mm. 11 April 1978 Polanya sama saja, kalau ada yang “pro” lalu dibikin yang “kontra” atau sebaliknya. Itulah, agak sungkan untuk menyebutkannya sebagai “kemerdekaan untuk berbeda pendapat,” sebab disana ada unsur “permainan.” Toch -tak apalah disini disebut permainan pihak intelijen. Dulu dikenal sebagai Opsus, kini Bakin. Mulai saja dari Parmusi Pimpinana Djarnawi, lalu dibajak oleh Joni Naro dan Mintaredja; NU Subhan ZE dan NU Idham Chalid; PNI Sunawar dengan PNI Isnaeni, dan berobah belakangan menjadi PNIm Sunawar-Isnaeni lawan PNI Sanusi-Oesep. Yang agak lancar “ngerjainya,” cuma golongan buruh yang tergabung dalam Federesi Buruh Seluruh Indonesia (FBSI). Nah, ketika tiba giliran kaum muda untuk “digarap,” nampaknya susah bagi Bakin tadi. Paling-paling hanya bisa untuk “membina” beberapa orang dengan segala cara, toch bisa diambil dari Snouok Hourgronye yang memecah-belah rakyat Aceh dari dalam. Kalangan Osis (Organisasi Intra Sekolah) telah “dibina” dengan memberikan fasilitas-fasilitas khusus (misalnya di Jakarta dengan menghadiahkan karcis-karcis nonton gratis). Munculnya Ikatan-Ikatan Mahasiswa Frofesi pada awal tahun 1970-an, adalah awal dari “akselerasi 25 tahun” mahasiswa (Hariman Siregar pernah ada dalam Ikatan Mahasiswa Kedokteran Indonesia, dan ternyata ia balik kiri) – tapi akhirnya organisasi bikinan itu hilang lenyap begitu saja. Tujuan semula ialah untuk menyaingi peranan organisasi ekstra universiter di Perguruan Tinggi, dan sekaligus menumbuhkan “golongan-pemerintah” di kalangan mahasiswa. Di Jakarta, kalangan mahasiswa ini pada waktu itu disebut “Orang Tanah Abang Tiga,” karena di alamat itu bermarkas Opsus (Sekretaris Presiden Bidang 0perasi Khusus, Ali Murtopo, Menteri Penerangan RI sekarang ini). Pada saat Ikatan Mahasiswa Profesi mengalami kegagalan sengaja diforsir pembentukan KNPI, oleh sementara mahasiswa, disingkat menjadi Komite Nasional Mahasiswa Intel” Pencetus ini ternyata datangnya dari Midian Sirait (Golkar). Maka berdirilah KNPl-KNPI secara Nasional, dengan peran khusus dari “atas.” Tak ayal pulalah banyak anggotanya terdiri “golongan-tua” atau “pegawai negeri” atau orang-orang yang mau digaji untuk itu. = Munculnya organisasi-organisasi apa yang mereka namakan “Angkatan Muda Siliwangi,” “Angkatan Muda Mataram,” “Angkatan Muda Diponegoro,” “Angkatan Muda Brawidjaja,” “Angkatan Muda Mulawarman,“ “Pemuda Madura,” “Pemuda Banten,” dan lain-lain, merupakan hasil pencemaran yang telah distel. Buktinya mereka sepakat dan senada dalam suara golongan pemerintah, “Mendukung Suharto dan Hamengkubuwono menjadi Presiden/Wakil Presiden dalam SU MPR 1978, dan mendukung masuknya KNPI dalam GBHN. (Ingat Orde lama dalam memperlakukan Soekarno). Untuk lokal dan insidentil-disaat aksi mahasiswa menjelang SU MPR yang lalu-berdiri pula di Yogyakarta apa yang mereka namakan “Study Group Mahasiswa” (menggunakan mahasiswa Gadjah Mada) dan di Jakarta ada “Mahasiswa Indonesia.” (sengaja menggunakan banyak mahasiswa UI) pimpinD.D Labuan yang menyebarkan pamplet gelap pada Peringatan Tri Tura yang lalu di Jakarta, sebagai “kontra aksi,” (ingat “teror kontra teror”nya Subandrio di zaman Orla). Kelompok di atas telah pula menyatakan dirinya; sebagai pendukung pemerintah dan menyokong masuknya KNPI dalam GBHN. Jelaslah dari mana asal “Oknum” ini. Paling tidak alam menimbulkan opini masyarakat, bahwa “aksi mahasiswa sekarang ini bukanlah keinginan semua mahasiswa, seperti tersirat dalam pamflet gelap mereka: “DM/SM bukan rakyat Indonesia” “DPR dipilih oleh 130 juta rakyat Indonesia” Apakah kesengajaan untuk memecah belah pamuda/mahsiswa merupakan target tertentu dari kalangan Pemerintah? Cobalah lihat “dua pola” pada saat Peringatan Tri Tura yang lalu di Jakarta, Golongan pemerintah memperingatinya di Gedung Olah-Raga Kuningan, dan kalangan mahasiswa di Kampus UI Salemba. Di Kuningan dihadiri oleh Adam Malik, Ali Murtopo, dari eksponen ‘66nya): Abdul Gafur (dokter, perwira Angkatan Udara), David Napitupulu (Golkar/KNPI) , Cosmas Batubara (Golkar), Sofyan Wanandi (nama Cina Liem Bien Koen-Golkar/Pengusaha), Firdaus Waljdi (Bakin/pengusaha), Suwarto (dokter/Golkar), siswa-siswa dari Osis dan beberapa orang mahasiswa Sedangkan di Salemba UI dihadiri oleh para mahasiswa dari Yogya. Bandung dan Surabaya. Eksponen ‘66 menghadirinya, antara lain: Zamroni, Fahmi Idris, Louis Wangge, Adnan Buyung Nasution, Letjen Kemal Idris dan masyarakat. Mengapa mahasiswa/pemuda mau dipecah-belah? Agaknya persoalan sudah menjadi antara ‘”butuh” dan “tidak butuh,” seperti kata David beberapa tahun orang lewat; “Apakah ada Undang-Undang yang melarang orang untuk jadi kaya.?” Bah !


“PINTU GERBANG” KAMPUS UI SALEMBA MASIH DITUTUP

Kampus Universitas Indonesia sejak kemelut melanda universitas ini akibat gerakan kemahasiswaan di awal Januari menjadi sorotan pihak keamanan daerah, dalam hal ini Laksusda Jakarta. Pihak keamanan ini telah berusaha keras menjaga keamanan kampus dan sekaligus melakukan tindak drastis terhadap langkah yang dilakukan mahasiswa. Usaha pengamanan tersebut lebih diperketat bukan hanya untuk lingkungan kampus tetapi seluruh wilayah Jakarta. Ini dilakukan mengingat akan diadakannya SU MPR bulan Maret 1978 (yang lewat) yang kita tahu telah melantik Presiden dan wakil presiden. Demi menjaga kemungkinan tidak diijinkan maka Presidium KMUI menyatakan mogok kuliah yang dilakukan tanggal 6 sampai dengan 26 Maret 1978. Dengan ini praktis Kampus. “ditutup” (?). Ditutupnya kampus untuk sementara mengakibatkan pintu gerbang di tutup pula. Pintu gorbang yang ada di kampus UI Salemba ini terdiri dari dua sayap. Satu boleh dikatakan sayap kanan menuju fakultas kedokteran dan satu lagi sayap kiri menuju rektorat tepatnya di depan Mesjid Arief Rahman Hakim.” Sekarang mogok kuliah telah selesai dan mahasiswa telah “Back to Campus” meminjam istilah kembaliya Prof. Dr. Soemitro Djojohadikusumo ke UI (pojok Sinar Harapan – Vivere voricoloso -). Dengan ini berarti pintu gerbang dibuka kembali. Dan memang pintu telah dibuka tetapi hanya yang sebelah kanan (sayap kanan) sedangkan pintu gerbang sayap kiri, masih ditutup. Mungkin menjaga pintu malas membuka atau pak Rektor melarang, kita “enggak” tahu yang jelas pintu sayap kiri masih dikunci. (SNW)

March 28, 2009

BERITA-BERITA SEPUTAR KAMPUS

Filed under: Mahasiswa Menggugat — rani @ 5:24 pm

ASRAMA MAHASISWA UI PGT KURANG KREATIF

Mm,28/3/1978

Arti kurang kreatif. disini, barangkali apabila ditinjau dari. kegiatan kemahasiswaan akhir-akhir ini, nampaknya berbeda dengan rekan-rekann asrama mahasiswa di Daksinapati. Kalau kita amati, kegiatan penghuni asrama Daksinapati selama situasi perkembangan politik di negeri ini, dapat dicatat antara lain : aksi mahasiswa pencari dana kelaparan desa Karawang, di lapangan Golf Rawamangun beberapa bulan yang lalu. Pada waktu itu sempat pula ditanggapi Kaskopkamtib Soedomo, bahwa gerakan mahasiswa Daksinapati tersebut ada yang menuggangi. Kemudiaa pada awal tahun 1978, nampak penjagaan asrama ditingkatkan, dengan mengharapkan tamu-tamu yang berkunjung untuk lapor diri. Pada musim poster akhir-akhir ini  tidak ketinggalan pula mereka lakukan coret-coret kritikan untuk pemerintah.

Sekarang, bagaimana dengan mahasiswa di Pegangsaan Timur ?

Entah, asrama PGT yang berpenghuni sekitar 200-an ini mayoritas mereka sudah pada kerja (baik di instansi-instansi pemerintah, swasta, serabutan), hingga-mungkin lebih menguntungkan perut daripada kreativitas kemahasiswaan ? Acara rutine di asrama ini, anda dapat saksikan setiap sore hari. mereka main sepak bola, bola volley, bahkan kalau perlu berantempun jadi walalaupun sesama penghuni selame perkembangan situasi akhir-akhir ini di asrama PGT, orang dapat bebas keluuar-masuk baik dari, depan, samping ataupun belakang. Menurut tutur  beberapa, penghuni asrsama, pernah asrama ini kebobolan beberapa anggota Laksus, hampir 2 (dua) bulan yang lalu, yang melakukan pemeriksaan di ruang TV, Kata Laksus, mereka mendapat perintah untuk mencari Lukman Hakim (waktu itu Lukman sedang jadi buronan).

Situasi di asrama PGT berbeda pada jaman Malari 1974. Menurut keterangan beberapa penghuni, pada aksi Malari dulu, asrama PGT ini pernah digeladah Skogar. Kabarnya asrama PGT waktu itu dianggap radikal oleh sementara orang dan beberapa aktivis Malari sering berdiskusi disini. Sementara ini, banyak pula mehasiswa/karyawan di asrama PGT mempermasalahkan situasi negeri, tapi pada umumnya. mereka terbatas hanya perdebatan sengit, sambil mendengarkan radio kesayangan “Suara Australia”.

Itulah sakelumit kehidupan penghuni asrama PGT sehari-harinya, yang oleh kalangan Bakin barangkali dianggap aman untuk situasi saat ini.

*****

PARADE LAGU DAN PUISI MAHASISWA UI DI TAMAN FE-UI

Mm, 28-3-1978.

Dihadapan sekitar duaribu orang mahasiswa UI dari berbagai fakultas, tanggal 25 Maret lalu, telah berlangsung “Parede Lagu dan Puisi Perjuangan”, dengan mengambil tempat di Taman Fakultas Ekonomi UI di Kamus Salemba. Acara yang dikoordinir oleh Presidium Mahasiswa UI yang dikepalai oleh Seto Mulyadi berlangsung hangat malah menjurus menjadi panas ketika Mayor Slamet Singih memerintahkan acara distop. Hal ini disebabkan karena lagu-lagu dan puisi yang dibawakan oleh fakultas hukum UI terlampau keras. (Misalnya lagu “Tante Tin”, Sudomo” dan lain-lain)

LUKMAN HAKIM, RUSLAN DAN SI BEDUL

Mm, 28-3-1978.

Acara pertama dibuka dengan lagu-lagu perjuangan oleh Fakultas Sastra UI, tapi sangat disayangkan terjadi kevakuman karena FIS-UI tak mampu menampilkan wakilnya.

Fakultas Kedokteran UI membawakan lagu-lagunya dengan kurang semangat, demikian juga dengan pembacaan sajak Rendra yang kurang jelas judulnya dibacakan dengan cara yang sangat merusak keindahan sajak tersebut.

Fakultas Teknik UI yang memulai acaranya dengan suara yang tidak pas ternyata kemudian cukup mengundang tepuk tangan yang hebat. FT-UI mulai mendapat sambutan ketika lagu Bedul berkumandang dengan cara. “canon”. Tepukan bertambah setelah lagu “Kisah Masa Kini” yang memakai intro sajak “taik” mengotori udara siang itu.

Lagu yang dari segi musik termasuk lumayan menjadi rusak akibat syairnya yang vulgar dan nora,. Tetapi entah apa hubungannya nama Ruslan dibawa-bawa dalam lagu tersebut yang dikutip seperti di bawah ini:

…………………………………………………….

Ada Lukman Hakim, ada Yo Rumeser

ada Dipo Alam dan Ruslan……………..

Ruslan ………………………………………….

Sedangkan dari lagu Bedul dapat kita kutip bait ketiganya :

Sebagai wakil rakyat ……………………..

Bermodal sebuah kata: setuju, setuju, setuju

Tugasnya tiap hari hanya menunggu : perintah, perintah, perintah

Datang, daftar, duduk, diam, dengar, dan duit, dan duit

Kasihanilah orang ini si Bedul, si Bedul, si Bedul

Seusai FT-UI, Fakultas Hukum muncul dengan membawa sebuah kertas besar yang berisi tulisan, yang kemudian ternyata lagu-lagu rakyat yang telah populer, tetapi telah diganti syairnya di sana-sini disesuaikan dengan situasi panas. Tengah mereka menyanyikan lagu ke tiga, Seto Mulyadi monyelak ke tengah mereka meneruskan perintah dari Mayor Slamet Singgih agar acara segera dibubarkan. Mahasiswa yang hadir langsung menunjukkan sikapnya yang asli, mereka yang langsung berdiri dan berteriak agar acara diteruskan. Akhirnya acara diteruskan, walau ada yang tak jadi dibawakan karena fakultas lainnya belum mendapat giliran.

Fakultas Ekonomi muncul dengan lagu-lagu merdu yang nyaris bikin ngantuk. Selesai satu lagu langsung mereka mohon diri, karena Pak Slamet sudah mengancam mengenai batas waktu acara tersebut. Fakultas Psikologi menampilkan seorang penyair gadungan dengan puisi meratapnya yang berjudul (kalau tidak salah) “Bapak……………”.

Fakultas Kedokteran Gigi yang hampir selalu tidak ikut dalam acara seperti itu, kali ini mengulangi lagi adat-istiadatnya yang kurang baik.

Fakultas Ilmu Pasti dan Ilmu Alam juga menampilkan seorang mahasiswa yang meneriakkan makiannya lewat kata-kata yang terputus-putus.

Acara diakhiri dengan menyanyikan lagu Genderang UI dan mengheningkan cipta. Mahasiswa bubar walau tak puas, karena Pak Slamet telah mengancam akan mengirimkan pasukan bila acara belum selesai pada jam dua siang. Lumayan dari jam dua belas sampai jam dua kurang seperempat siang.

******

 

KISAH PAK SLAMET – BAGIAN KE 5 :

“SAYA SUDAH MINTA MAAF, KOQ RUSLAN MARAH JUGA”

Mm. 28-3-1978

Kisah Pak Slamet nomor ini kita buat dengan permintaan maaf kepada para pembaca “Mahasiswa Menggugat”, karena media Mm kita nomor 6/Th. I yang sedianya terbit tanggal 25 Maret 1978 terpaksa tertunda beberapa hari, berhubung ketatnya pengawasan dari Pak Slamet dan anak buahnya.

Alkisah, Kamis malam 23 Maret 1978, dengan lebih kurang 15 orang anak buahnya, Pak Slamet mengadakan kontrol ke dalam Kampus UI Salemba. Kejadian itu berlangsung sekitar pukul 23.00 – 24.00 Wib, persis beberapa menit setelah Mm no. 5/Th. I selesai dicetak. Kabarnya malam itu Pak Slamet mensinyalir adanya Rapat Presidium Senat di lingkungan UI, dan sekaligus mencek jum1ah mahasiswa yang menjaga keamanan di masing-masing Fakultas, apakah sesuai dengan Surat Pemberitahuan Rektor UI ataukah tidak.

Kira-kira seperempat jam sebelum rombongan anak buahnya masuk dengan meloncati pagar di depan, Pak Slamet telah lebih dulu nongkrong di Kantor Senat FIPIA-UI. Ia berbincang-bincang dengan beberapa Ketua Senat, antara lain: Nina Nurani dan Riwanto. Sayang sekali, Pak Slamet sebagai petugas intel kurang hati-hati dalam berbicara; sehingga beberapa. dialog beliau ketika itu masih bisa dimonitor oleh staf Mm melalui beberapa peralatan mutakhir yang telah dipasang sebelumnya.  Beriku ini, adalah cuplikan pembicaraan Pak Slamet pada. malam itu:

” ….. saya harap sampai dengan tanggal 28 Maret, selama saya masih penanggung jawab keamanan disini, kalian jangan bikin poster dan macam-macam lagi……. Kalau di Rawamangun terserah, itu bukan tanggung jawab saya.. …”(tak begitu jelas terdengar).

Selanjutnya Pak Slamet menyinggung juga soal penangkapan Ruslan Siregar (anggota Posko UI) tangga1 9 Maret 1978 yang lalu. Dimonitor oleh staf’ “Mm” sebagai berikut : “ itu…. si Ruslan, saya benar-benar kesal kepadanya. Masa’ anak buah saya mau masuk ngontrol ke dalam Kampus, ia halang-halangi. Padahal Sudah ada konsensus sebelumnya. Memang Ruslan ini saya pikir perlu dikasih pelajaran, apalagi setelah peristiwa ada anak buah saya makan di warung belakang tidak boleh cuci tangan oleh pelayan di sana, setelah saya selidiki ternyata ternyata Ruslan yang menyuruh mereka melarangnya. Coba kalau waktu itu Ruslan memerintah agar makanan anak buah saya dikasih racun, tentu anak buah sudah modar.” Ditambahkan oleh Pak Slamet: “suatu ketika saya mau memutar mobil saya di depan Kampus UI, tiba-tiba tersenggol sedikit badan Ruslan. ….! tiba-tia ia marah, padahal saya sudah minta maaf kepadanya. “Maaf deh Ruslan, kata saya, koq Ruslan marah juga. “Akhirnya kekesalan saya memuncak. Suatu malam saya perintahkan 2 orang anak buah saya untuk memanggil Ruslan ke luar Kampus. “Bilang sama Ruslan, Pak Slamet menunggu ada perlu di mobil. Dan ketika Ruslan mendekat, segera ia saya ciduk, lalu sengaja saya tempatkan di tempat tahanan kriminil. Biar dia kapok, tapi sebelumnya sudah saya beritahukan kepada para petugas disana, agar Ruslan jangan dipukuli.” Demikian beberapa ucapan Pak Slamet yang berhasil dimonitor oleh staf “Mm”, tatkala beliau sedang omong-omong dengan beberapa Ketua Senat, Kamis malam 23 Maret 1978.

 

H.J.C. PRINCEN DITAHAN LAKSUSDA JAYA

Mm. 28-3-1978

Untuk memenuhi panggilan yang disampaikan dengan surat panggilan tertanggal 13 Maret 1978 petang, Ketua Umum Lembaga Pembela Hak-Hak Asasi Manusia Indonesia, H.J.C. Princen, datang ke Laksusda Jaya pada tanggal 14 Maret lalu, jam 9.00 WIB. Namun hingga hari ini Princen tidak diizinkan lagi kembali ke rumahnya.

Tidak diketahui dengan jelas alasan penahanan. Tetapi sesuai dengan isi surat panggilan, Princen yang WNI keturunan Belanda itu, dipanggil menghadap untuk dimintai keterangan. Juga tidak dicantumkan keterangan tentang persoalan apa.

Pernyataan IKM UI

Filed under: Mahasiswa Menggugat — rani @ 5:20 pm

ERNYATAAN KELUARGA MAHASISWA

UNIVERSITAS INDONESIA

 

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang telah kami lakukan, dengan ini kami Keluarga mahasiswa Universitas Indonesia menyatakan:

I.    Mengakhiri aksi mogok kuliah sesuai dengan Surat Keputusan No. 01/IST/KMUI/III/1978.

II.   Menegaskan kembali pernyataan Keluarga Mahasisa Universitas Indonesia tertanggal 6 Februari 1978 yang berisi :

1.      Bahwa segala kegiatan yang dilakukan oleh Dewan Mahasiswa Universitas Indonesia adalah merupakan suara Mahasisw’a Universitas Indonesia;

2.      Menolak tuduhan-tuduhan sementara pihak yang mengatakan bahwa gerakan mahasiswa Universitas Indonesia ditunggangi oleh kelompok tertentu serta mengarah kepada tindak subversi

3.      Menuntut dengan segera agar penguasa mencabut pembekuan DM/SM se Indonesia;

4.      Menuntut pembebasan rekan-rekan mahasiswa yang sampai saat ini masih ditahan dan dalam pengejaran;

5.      Menuntut kepada penguasa agar segera menghentikan kegiatan petugas-petugas keamanan yang tanpa tata krama keluar masuk kampus Universitas Indonesia.

6.      Menuntut dengan segera agar penguasa menghentikkan usaha-usaha manipulasi dan pemutar-balikan fakta;

7.      Menuntut agar pemerintah secepatnya menanggulangi dengan bijaksana keresahan-keresahan yang timbul dalam masyarakat dewasa ini

III. Bahwa Keluarga Mahasiswa Universitas Indonesia tetap konsisten terhadap cita-cita perjuangan moral mahasiswa Indonesia demi tegaknya nilai-nilai keadilan dan kebenaran di negeri ini .

Jakarta, 27 Maret 1978

 

KELUARGA MAHASISWA

UNIVERSITAS INDONESIA

Catatan : Disaling sesuai dengan aslinya.

(Sumber:Buletin Mahasiswa Menggugat)

March 25, 2009

Kisah Tanggal 25 Maret 1978

Filed under: Mahasiswa Menggugat — rani @ 11:33 am

Hari Sabtu tanggal 25 Maret 1978, di Kampus UI Salemba ada Parade lagu dan puisi perjuangan. Sementara para mahasiswa lagi asyik-asyiknya menikmati menikmati suguhan dari FK-UI, tanpa banyak yang tahu, Pak Slamet mendekati Djodi Wuryantoro (anggota MPM-UI dari Fakultas Psikologi), selama “aksi mogok” sering nongkrong di Kampus UI Salemba. Sambil membentak, Pak Slamet alias Mayor Singgih menarik kerah baju Djodi. Ia berkata: “Djodi ! ayoh, kamu harus bubarkan acara ini.” Djodi menjawab “Apa wewenang saya pak, saya bukan anggota presidium senat.” Dengan berang Pak Slamet berkara lagi : “Kamu jangan menghalang-halangi tugas saya, yah ! “Lho,” kata Djodi, justru kalau saya yang menghentikan malah saya menghambat bapak, kan itu adalah wewenang bapak untuk membubarkannya.” Rada kesal, Pak Slamet melepaskan kerah baju Djodi, dan Djodipun dengan tenang berstyl yakin, segera menuju ke kelompok KANJUT ’78 FT-UI. Sementara reporter Mm yang hari itu ditugaskan mengawasi gerak-geruk Pak Slamet, diam-diam saja di dekat beliau itu. Agaknya “perang urat syaraf” antara Djodi dan Mayor Slamet, sudah terjadi lama sebelumnya.

Pembukaan “perang” itu terjadi di warung Tegal. Ketika beberapa mahasiswa FT-UI sedang makan, Pak Slamet ikut nimbrung dengan mahasiswa. Kemudian terjadi dialog berikut : “Agaknya yang paling galak dalam acara pasang memasang poster ini, adalah Fakultas Tehnik; dan ini pasti dipimpin oleh orang yang cukup berpengalaman.” “saya pikir, orang yang saya maksud ada di dekat saya,” kata Mayor Slamet, sambil melirik Djodi yang kebetulan duduk disampingnya. Para mahasiswa FT-UI Cuma bisa nyengir-nyengir kuda, sementara Reporter Mm yang berada tak jauh dari sana, juga ikut senyum dikulum. Tatkala berita ini sedang diketik, tiba-tiba angin kencang mengamuk. Dor…. dar ? bunyi pintu kaca pecah. Beberapa orang mahasiswa berteriak keras-keras: “awas !” Pak Slamet ngamuk ! Beberapa reporter Mm sempat sedikit panik, setelah dilihat, ternyata beberapa kaca gedung belakang berantakan diterpa angin. (sumber: Buletin Mahasiswa Menggugat)

March 23, 2009

Mahasiswa Menggugat 5

Filed under: Mahasiswa Menggugat — rani @ 2:32 pm

MAHASISWA MENGGUGAT

Alamat Redaksi : Jl. Salemba Raya 4 – Jakarta Pusat

 

JAKARTA, 23 MARET 1978 – No. 5/Th I

CATATAN LEPAS :

TANPA HARAPAN DAN MIMPI, SEMUA JADI KELAM

“Nyatakanlah kebenaran itu, walau di depan penguasa yang paling zalim sekalipun,” ujar ustdz muda Syaiful dalam film “Al Kautsar.” Dan seorang ahli Filsafat terkenal Socrates, pada tahun 339 Sebelum Masehi, lebih suka mati daripada berkhianat kepada keyakinan-keyakinannya sendiri. Keyakinan-keyakinan yang diangapnya benar, walaupun: kebenarannya itu baru terbukti setelah jasadnya hancur dimakan tanah.

Dalam pembelaannya di Pengadilan, Socrates mengemukakan: “Jika kamu mengusulkan’! supaya saya dibebaskan, dengan syarat bahwa saya harus menghentikan usaha saya untuk mencari kebenaran, maka saya akan mengatakan: Terima kasih kepada kamu hai penduduk Athena, tetapi saya akan lebih patuh kepada Tuhan, yang menurut kepercayaan saya memberikan kewajiban ini kepada saya; dan Selama saya masih bernafas serta mempunyai tenaga, saya tidak akan menghehtikan usaha-usaha saya di lapangan filsafat.” ‘Saya akan meneruskan kebiasaan saya untuk menegor barang siapa yang saya jumpai dan mengatakan kepadanya : Apakah kamu tidak malu untuk memikirkan hanya kekayaan benda dan kehormatan saja, sedangkan kamu tidak menaruh perhatian terhadap kebijaksanaan, kebenaran, dan tidak berusaha memperbaiki jiwamu?”

*****

Fraksi Persatuan Pembangunan dalam kata akhirnya di rapat paripurna ke V MPR-RI, 21 Maret 1978, mengatakan: “Tidak bertaggung-jawab atas dilahirkannya Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Panca Sila (P-4), dan dimasukkannya “Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa ke dalam GBHN.”

Sebagai bagian dari generasi muda yang cukup mengerti dan sadar, kita cukup salut; dan menghargai beberapa tindakan dari Fraksi Persatuan Pembangunan dalam SU-MPR 1978 ini. Yakni beberapa tindakan F-PP yang penuh tawakkal, berani, mengemukakan keyakinan-keyakinan yang dirasakannya benar. Sejarahlah nantinya akan mencatat, bahwa kebenaran itu pada akhirnya terbukti dan diakui orang. Dan sejarah pulalah nantinya membuktikan, bahwa yang sekarang ini dianggap kebanyakan orang “benar,” ternyata adalah kesalahan tiada taranya.

 

*****

Hari ini, 23 Maret 1978, SU-MPR RI memasuki acara Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia. Sebagaimana kita ketahui sebelumnya, semua Fraksi di MPR (F-DI, F-KP, F-ABRI, F-UD, F-PP), telah sama-sama memutuskan untuk mencalonkan Suharto sebagai Presiden, dan Adam Malik sebagai Wakil Presiden.

 

*****

 

 

“Sesungguhnyalah, kini yang kita punyai tinggal harapan dan mimpi. Tetapi  bila harapan dan mimpipun sudah tiada lagi, maka semuanya akan menjadi kelam”

BERITA-BERITA SEPUTAR KAMPUS

KEGIATAN MAHASISWA FS-UI SELAMA MOGOK KULIAH

Mm, 23-3-1978

Aksi mogok kuliah mahasiswa UI sejak 6 Maret 1978 lalu, tampaknya memang sungguh-sungguh di jalankan oleh para mahasiswa FS-UI. Meskipun mulanya, tentu saja mendapat tantangan dari beberapa dosen. Tapi akhirnya para dosen itu mengalah juga. Entah karena memang memaklumi kemauan mahasiswa, atau karena terpaksa.

Untuk mengisi masa mogok ini, mahasiswa FS-UI mengadakan beberapa kegiatan. Antara lain: “Pembacaan Puisi” oleh para mahasiswa FS-UI sendiri beberapa saat lalu, dan diskusi dengan tema: “Kekuatan Moral dan Mau Apa?” Kegiatan terakhir ini masih berlangsung.

Dalam rangka menyambut hari Kartini 1978, para mahasiswa FS-UI juga mengadakan sayembara mengarang. Bertemakan: “Karier Wanita Dalam Dilemma.” Sayembara ini dapat diikuti oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Ibu Dekan FS-UI menanggapi kegiatan ini positif. Bayangkan saja, ia bersedia menjadi juri dalam sayembara tersebut, dan dibantu oleh Tuti Adhitama, Tuti Kakiailatu serta Amma Kusumo.

 

*****

“DIK PULANG SEKARANG AJA DEH! ADA SU-MPR’

Mm. 23-3-1918 ,

Kata orang: “Ber-Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Jakarta itu menyenangkan. “Memang, menyenangkan, tetapi dalam hal transportasi. Dari tempat ber-KKN sebentar-sebentar bisa pulang ke rumah atau menengok kampus.

Yang menyedihkan, lurah-lurah di Jakarta banyak yang merasa dirinya pandai serta sangat menurut pada atasannya. Bayangkan saja ber-KKN di Jakarta dalam suasana yang semua-semua ribut soal mahasiswa. Jadi sering terjadi, buat Pak Lurah serius, tapi buat mahasiswa KKN justru lucu. Seperti misalnya di sebuah kelurahan, Pak Lurahnya begitu ketakutan kalau terjadi apa-apa di kelurahannya, “Dik pulang sekarang aja de! Ada SU-MPR,” ucap seorang Lurah kepada beberapa mahasiswa KKN-UI. Para mahasiswa itu di suruh pulang pada tanggal 10 Maret 1978, padahal KKN itu sendiri baru berakhir pada tanggal 15 Maret 1978. Sang peserta KKN tentu saja cuma bisa geleng-geleng kepala.

Ada lagi cerita dilain kelurahan. Pak Lurahnya tidak memulangkan mahasiswa, tetapi rasa curiganya, di tumpahkannya melalui pertanyaan-pertanyaan pancingan, antara lain:  Apakah sang mahasiswa ikut aktif kegiatan di kampus.

Begitu takutnya Pak Lurah pada suasana sekarang, sampai-sampai Karang Tarunanya : ketika mengadakan Latihan Kepemimpinan yang dibantu oleh mahasiswa KKN, langsung dibatalkan. Sang Lurah itu beralasan: “kan tidak boleh kumpul lebih dari lima orang”. Padahal petugas ronda malam di kelurahan itu, jumlahnya lebih dari lima orang. (Sayang sekali reporter anda yang menggarap berita ini kurang telitit sehingga tidak mencantumkan dengan tegas, kelurahan mana yang dimaksud – red )

********

CERITA TERLAMBAT TENTANG SEORANG MAHASISWA IKIP JAKARTA :

INGIN KULIAH AKHIRNYA BABAK BELUR

Mm.23-3-1978

Pada tanggal 10 Maret 1978 lalu, ratusan pelajar sma dan STM turun ke jalan sebagai protes terhadap kepincangan-kepincangan selama ini. Mereka berkumpu1 di daerah Senen Jakarta Pusat. Untuk mengatasi keadaan itu sejumlah pasukan bersenjatapun dikerahkan. Suasanapun menjadi tidak menentu. Para pelajar itu mengadakan perlawanan kecil. Akhirnya, pasukan bersenjata itu tampak tetap unggul.

Dalam keadaan seperti tersebut, seorang mahasiswa Departemen Ilmu Sosial IKIP Jakarta, dengan panggilan sehari-hari “Uus” lewat didaerah kericuhan itu, ia ingin pergi kuliah. Seorang dari pasukan bersenjata itu melihat Uus dengan jaket almamaternya. Uuspun di tangkap, di tuduh ikut menggerakkan massa pelajar i tu. Tanpa menanya lebih lanjut Uus; mendapat serangan pukulan dan sangkur bertubi-tubi.

Uus mengalami cidera yang cukup parah, akhirnya ia dibawa ke rumah sakit Persahabatan Rawamangun. Untuk meringank:an pembiayaan pengobatan, mahasiswa Departemen Ilmu Sosial IKIP mengumpulkan dana sebagai rasa solidaritas.

 

*****

RESIDIVIS DlBAYAR UNTUK MELAKUKAN PEMBAKARAN

 

Mm. 23-3-1978

Tanpa diduga-duga, sebuah taxi yang berada di muka Kampus Barat Trisakti dibakar oleh 3 orang tak dikenal. Kejadian tersebut berlangsung pada hari Senin siang, 20 Maret 1978. Ketiga orang itu melarikan diri ke dalam Kampus Trisakti, untung saja team keamanan Kampus Trisakti cepat menangkap mereka.

Ketika anggota Resimen Mahasiswa Trisakti yang bertanggung jawab terhadap keamanan di Kampus tersebut bertanya kepada salah seorang dari mereka yang tertangkap, dengan berapi-api dan akting meyakinkan ia menjawab: Kami berbuat begini karena tidak puas dengan keadaan saat ini.” Dan dengan ini kami memprotes penguasa.” Selanjutnya mereka mengatakan, “bahwa dengan perbuatan tersebut mereka akan membakar semangat dan melibatkan masyarakat.”

Para Menwa Trisakti merasa curiga, terus mendesak agar ketiga pelaku pembakaran itu memberikan keterangan yang sebenarnya. Dengan jawaban berbelit-belit, akhirnya mereka mengaku, bahwa mereka adalah residivis dan merupakan orang suruhan yang dibayar. “Walaupun didesak-desak oleh para Menwa agar ia mengatakan siapa yang menyuruh dan membayarnya, ketiga orang itu tidak mau mengaku, ” kata salah seorang anggota Menwa Universitas Trisakti pada reporter Mm. Menurut anggota Menwa tersebut, akhirnya. ketiga orang bayaran itu mereka serahkan kepada Komando Distrik Militer (Kodim) Jakarta Barat.

 

*****

SERIAL PAK SLAMET -BAGIAN KE 4

Mm. 23-3-1978

Entah karena keki lantaran kebobolan dua kali oleh para mahasiswa di Kampus UI (pertama ketika para mahasiswa melepas balon yang diganduli poster, dan kedua ketika aksi poster Sabtu pagi 18-3-1978) , maka Senin pagi sekitar pukul 02 dini hari, Pak Slamet dan anak buahnya mendemonstrasikan kebolehannya sebagai orang-orang intel. Tujuannya, mungkin tak lain sekedar psywar terhadap para anggota Posko UI dan para mahasiswa keamanan masing-masing Fakultas di Kampus UI Salemba.

Pak Slamet bersama seorang anak buahnya masuk melalui gerbang. Anggota Posko UI dan para mahasiswa UI lain tahu pasti, bahwa mereka masuk cuma berdua. Ceritanya, kira-kira seperempat jam kemudian, tiba-tiba keluar 5 orang anggota/anak buah Pak Slamet, sedangkan Pak Slamet sendiri masih di dalam Kampus. Para mahasiswa yang berjaga-jaga di gerbang masuk rada kaget. Salah seorang diantara mereka lantas nyeletuk: “Demonstrasi nih Pak Slamet, masa’ kan masuknya dua koq keluarnya lima.”

Usaha pak Slamet ternyata tidak hanya sampai disitu. Kecuali ia merangkap sebagai Pak Pos Istimewa seperti telah diceritakan pada serial ke 3 (baca Mm .no 4/Th. I – 21 Maret 1978), ia rupa-rupanya semakin tegas dengan batasan jumlah mahasiswa yang menjaga fakultas masing-masing. Memang untuk ini pak Slamet punya alasan kuat, yakni berlandaskan Surat Pemberitahuan Rektor UI No. 217/Sek/UI/1978, yang ditujukan kepada para Dekan di lingkunganUI. Isi surat tersebut, memberikan batasan jumlah maksimal 10 orang mahasiswa yang boleh menjaga fakultasnya masing-masing. (Tentang keanehan Surat Pemberitahuan Rektor UI tersebut, lihat Mm. no. 2/Th. I -16 Maret 1978).

Tiga malam terakhir ini, kontrol suasana kampus ditingkatkan oleh Pak Slamet dan anak buahnya. Biasanya cuma dilaksanakan dua kali dalam satu malam, sekarang menjadi empat kali atau lebih. Dan Pak Slametpun telah memberikan ultimatum kepada para mahasiswa: “bahwa mulai pukul 24.00 Wib ke atas, para mahasiswa dilarang masuk ke dalam kampus. Jika para mahasiswa Ia ingin keluar kampus, silahkan terus pulang ke rumahnya, masing-masing.”

Selasa malam, tanggal 21 Maret 1978, sekitar pukul 20.00 Wib, pak Slamet dan seorang anak buahnya ngontrol lagi ke dalam kampus. Malam itu ia memakai celana blue jean, baju kaos biru dan di tangan kanannya memegang sepucuk payung. Tentu saja dipinggangnya terselip sepucuk ……. ada deh! Dalam kesempatan itu, ia berkenan bersoal jawab sejenak dengan Nina Nurani, Ketua SM FIPIA-UI. Tak tahulah kita, apa yang dipersoalkan mereka itu. Kata Nina, “Pak Slamet cuma tanya-tanya saja.”

Serial Pak Slamet bagian keempat init kita tutup dengan beberapa informasi tentang beliau. Tingginya paling banter 1.60 Cm, berkulit sawo mateng, dan kelihatan awet muda. Sepintas orang tak bakalan menyangka kalau beliau itu sudah berpangkat mayor. Habis, styl pakaiannya tak kalah dengan styl anak muda masa kini. Tapi awas, ibarat pepatah Melayu; beliau “kecil-kecil cabe rawit.” Untuk mengetahui apakah Pak Slamet berada di dekat kampus UI,  gampang sekali. Anda perhatikan saja pinggiran jalan depan kampus UI Salemba. “Bila ada sebuah mobil Morina kijang warna hijau dengan nomor polisi: B. 9850 AN, plat hitam, sedang parkir disana; berarti Pak Slamet pasti berada dalam radius Kampus UI Salemba. Mudah. ………… kan!

 

*****

ANEKA BERlTA DARI KAMPUS IPB BRANANG SIANG

Mm. 23-3-1978

Dewan Mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) bersama seluruh mahasiswa IPB telah mengeluarkan pernyataan mogok kuliah yang mulai berlaku tanggal 1 Maret 1978 – hingga batas waktu yang tidak ditentukan. Aksi mogok kuliah mahasiswa IPB ini sehubungan dengan protes mereka terhadap situasi kenegaraan akhir-akhir ini, dan tindakan pengejaran serta penangkapan para pimpinan mahasiswa yang dilakukan oleh penguasa negeri ini. Tak luput pulat empat orang pemimpin Mahasiswa IPB telah di tahan oleh Laksusda Jawa Barat, yakni: Farid, Prabowo, Asep (masing-masing ketua dan Wakil ketua DM IPB), dan Indre Adil, penanggungjawab Suratkabar Kampus IPB “Almamater’

Mogok kuliah bagi mahasiswa IPB, bukan berarti mereka tidak datang ke kampus. Halaman gedung induk kampus IPB penuh dihias oleh aneka tenda. Bukannya tenda pasukan Diponegoro atau Brawijaya yang seperti kita lihat di kampus ITB Ganesha Bandung, melainkan tenda para mahasiswa IPB yang merasa prihatin dan “resah” dengan situasi di luar kampus. Bahkan, sebahagian besar dari mereka yang berkemah di dalam kampus itu ada yang belum pulang ke rumah sampai kini. Ketika, ditanyaa “Kok nggak mau pulang ke rumah sih ?” “Mau ngapain tinggal di rumah Paling di rumah kita hanya ngelamun, bisa-bisa kelamaan di rumah nanti kita bisa pada sinting,” celoteh seorang mahasiswa di tendanya.

Pantas saja para mahasiswa kota hujan itu pada betah tinggal di kampus. Nampaknya mereka memang cukup kreatif. Setiap hari selalu ada saja ide untuk mengisi waktu. Misalnya acara pertandingan sepak bola dengan para pemain yang memakai nama sandi nama-nama beberapa pejabat yang dianggap populer di mata mahasiswa. Sementara itu, seorang mahasiswa memegang megaphone dengan gaya Azwar Hamid dari TVRI, atau gaya Yul Khaidir dari RRI, sedang sibuk melakukan reportase pandangan mata pertandingan sepak bola yang cukup unik itu. Tidak hanya itu, masih banyak lagi acara menarik lainnya seperti pagelaran wayang dengan dalang “Ki Sudharmono dan Ki Ali Murtopo”, dan terakhir untuk mengisi malam Minggu tanggal 18 Maret 1978 lalu, telah diadakan pula kontes “Tante Soen”.

 

Karena keadaan dari luar

Kita masih bangga, di UI ada pak Mahar, di IPB ada pak Memed Satari, lantas IKIP pun punya pak Winarno. Kenapa beliau kita banggakan ? “Yah, hanya ketiga beliau itulah yang masih berani berbicara. dan membantah di dengan Sudomo, bahkan Suharto”.

Sehubungan dengan tindakan pemerintah terhadap pembekuan Dewan-dewan Mahasiswa, “Ini soal prinsip bagi saya. Dari semula saya sudah tidak setuju dengan tindakan pembekuan Dewan-dewan Mahasiswa itu. Kalau memang ada dianggap segelintir mahasiswa yang dituduh sebagai gembongnya, ya tangkap dong mereka, ajukan ke pengadilan,” Ujar Prof. Memed Satari yang sempat dijumpai reporter “Mm’ baru-baru ini.

Dikatakan oleh Prof. Memed Satari, “Tindakan pembekuan Dewan-dewan Mahasiswa, adalah salah dan jelas-jelas bertentangan dengan Panca Sila.” Rektor IPB ini mempertanyakan, kalau dihubungkan dengan Demokrasi Panca Sila yang sering didengung-dengungkan penguasa, “Demokrasi Panca Sila yang mana pula yang dipakai pemerintah itu ? “Dewan Mahasiswa itu adalah lambang dari demokrasi yang sebenarnya di negeri ini. Secara langsung pemimpin mahasiswa dipilih secara demokratis sekali. Nah, kalau memang kita ingin menegakkan Demokrasi Panca Sila, lembaga-lembaga demokrasi mahasiswa itu harus ditumbuhkan. Bagaimana kita dapat berbicara soal demokrasi, sementara lembaga-lembaga demokrasi yang kecil dibunuh,“ Prof. Memed Satari rnenandaskan, “Sikap saya ini juga saya sampaikan dihadapan presiden, karena hal ini prinsip bagi kita,” ujarnya.

Akhirnya Rektor IPB ini, mengatakan, “Memang, orang biasanya sering tersandung dengan yang kecil-kecil,” katanya.

 

*****

 

TERTAWA SEJENAK :

“BOSS BAGAIMANA NIH, CABUT JANGAN?”

Mm. 23-3-1978

Ketika serombongan Laksusda Jaya menyerbu kampus UI beberapa waktu lalut diantara mereka terdapat Opsus berpakaian preman. Jumlahnya empat orang. Tugas mereka adalah mencabuti poster yang dipasang para mahasiswa. Disalah satu fakultas, konon itu fakultas Tehnik UI, terdapat poster bertuliskan nama: Soekarno dan Suharto. Tulisan ini membawa cerita atas kejadian itu. Berikut ini dialog antara mahasiswa, opsus dan boss (Komandan opsus), Tatkala melihat poster itu, diantara opsus yang empat orang tadi ada yang berkomentar. “Ini dia yang bikin ribut (maksudnya poster) dan menghangatkan keadaan.” Salah seorang mahasiswa yang berada di dekat situ bereaksi: “Oom, jangan cabut poster ini, kalau Oom cabut berarti Oom anti Soekarno, dan kalau Oom cabut poster yang satu lagi berarti Oom “tidak mendukung Suharto.” Mendengar ucapan mahasiswa tersebut, sang opsus tertegun, dan sempat berfikir sejenak, sementara maksud mencabut poster tertunda.

Kemudian ia berkata: “benar juga ya dik,” lalu “yah deh; yang ini tidak saya cabut. “Tapi boss saya memerintahkan cabuti semua poster, ujar opsus lainnya. “Ya, terserah Oom deh! kata si mahasiswa tadi. Mendenear itu, sang opsus segera menghampiri boss alias komandannya yang berada tak jauh dari tempat itu. Ia tanya: “Boss bagaimana nih! cabut jangan?” Kata opsus itu memintah perintah. Lantas bossnya menjawab: “hayo cabuuuut.” Mendengar perintah itu, sang opsus itu segera menghampiri poster tadi, dan bergerak untuk mencabut. “Tuh boss saya bilang cabut,“ katanya sambil menoleh pada si mahasiswa: “Biarin deh! gue tidak mendukung, asalkan poster bisa dicabut.” Dengan itu, maka lenyaplah sang poster yang ‘membawa’ cerita.

*****

Abdul Haris Nasution

Filed under: Mahasiswa Menggugat — rani @ 7:43 am

ABDUL HARIS NASUTION

Kepada .

Rekan 2 Fraksi ABRi

di MPR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

  1.   Dengan adanya sidang MPR 1978 ini. pada “tahap regenerasi ” kini, dan pada awal dasawarsa ke 2 Orde Baru, “Orde Pembangunan” menurut istilah pimpinan ABRI 10 th yl. tak perlu kiranya penjelasan lebih lanjut, betapa sidang ini bukan berarti sekedar suatu sidang “rutine tiap 5 tahun”, melainkan ialah bahwa hasil2nya, khususnya tentang strategi dan kepemimpinan nasional, berposisi strategis terhadap perkembangan bagi generasi dan dasawarsa2 mendatang.

Dari itu saya mohon maaf, mengganggu saudara2 anggota MPR, yg menurut UUD 45 “sepenuhnya” melakukan kedaulatan rakyat Indonesia, khusuanya saudara2 TNI yg sama menghayati Saptamarga, untuk menitipkan beberapa soal2 pokok dari ikrar2 perjuangan kita yg sampai kini belum dapat terselesaikan, walaupun telah sejak dulu kita nyatakan, ialah dalam rangka murni dan konsekwen melaksanakan UUD 45. Saya istilahkan menitipkan, ialah karena sebagai purnawirawan yg sejak 6 th sudah sepenuhnya berada diluar badan2 kenegaraan dan ketentaraan, maka hanya dapat menitipkan kepada saudara2 yg masih berada didalam.

Saya minta maaf kedua kalinya, karena saya mengajukan soal2 pokok yang tidak termuat dalam rancangan2 yang diajukan oleh presiden kepada MPR. Tidak lain ialah terutama karena rasa tanggung jawab sejarah, bahwa dimasa  pimpinan sayalah TNI resmi memulai kekaryaan ABRI, TNI memelopori dan mengamankan kembali ke UUD 45, serta dimasa MPRS 1966-lah kita secara konstitusionil membulatkan tekad untuk murni dan konsekwen melaksanakan UUD 45, sebagaimana tercantum dalam Tap X dan tergariskan dalam Tap XIV s/d XX.

  1.   Adapun soal2 pokok (UUD 45) tadi yg masih perlu dikerjakan secara programatis demi pelaksanaan murni dan konsekwen UUDD ialah sbb.:

(1).    Pelaksanaan yg demokratis lebih maju dari psl 1 : “Kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR”. Hal ini menyangkut sistim pemilu dan cara pembentukan MPR/DPR/DPRD. Dengan sistim pemilu sekarang yg memilih tanda gambar beserta ketentuan2 yg menyertainya, dan pengangkatan wakil2 rakyat yg sekian banyak oleh Presiden, adalah kita masih jauh dari ketentuan dalam bagian pertama psl 1 tsb, jakni masih terlalu luas kedaulatan yg tidak “ditangan rakyat”. Baik kembali saya ingatkan kepada tekad kita dalam Seminar AD 1966 dulu dalam usaha menegakkan orde Baru.

Dan dengan tata tertib sekarang, dimana setelah sidangnya yg pertama, maka praktisnya MPR hanya bisa lagi melakukan kedaulatan itu jika oleh DPR “diundang untuk persidangan istimewa”, maka berarti mengurangi terhadap “dilakukan sepenuhnya oleh MPR” kedaulatan itu.

Saya dapat memahami, bahwa ketentuan UUD yg fondamantal ini, tidak bisa sekaligus sepenuhnya terlaksana, namun demi kewibawaan UUD itu perlulah kita semakin maju melaksanakannya.

(2).    Usaha yg programatis demi meniadakan badan2 yg extra-konstitusionil, seperti a.l. Pangkopkamtib. Kita berkeyakinan, sebagaimana juga dihayati dalam Pernyataan ABRI 5 Mei 1966, yg saya telah ikut menanda-tanganinya dulu, bahwa menurut Penjelasan UUD 45, sistim UUD 45 itu adalah “hanya memuat aturan2 pokok, sedang aturan2 yg menyelenggarakan aturan pokok itu diserahkan kepada UU yg lebih mudah caranya membuat, merubah dan mencabut”. Namun “sifat aturan yg tertulis itu mengikat”.

Demikianlah, mengenai isi Pangkopkamtib itu sebagai kekuasaan darurat telah ada ketentuan dalam psl 12 UUD 45 : “Presiden menyatakan keadaan bahaya. Syarat2 dan akibatnya keadaan bahaya di tetapkan dengan UU”.

Adalah kewajiban kita secara nyata programatis mengembalikannya kepada ketentuan UUD 45, apalagi sudah 12y tahun usia bedan extra-konstitusionil ini, yg dulu telah lahir sebagai kebijaksanaan Presiden/Pangti/PBR pada tgl 2 Oktober 1965 dalam mempertahankan Perintah beliau tgl 1 Oktober 1965; “Bahwa pimpinan Angkatan Darat RI sementara berada langsung dalam tangan Pres/Pangti ABRI” terhadap kenyataan “konvensi” AD yg berlaku, bahwa Pangkostrad bertindak sebagai pds Panglima AD jika Pangad berhalangan. Yakni sebagaimana pengumuman Mayjen Suharto tgl 3 Oktober 1965 sekembali dari istana Bogor. “………maka saya Mayjen Suharto, yg sejak terjadinya peristiwa 30 September 1965 memegang sementara pimpinan AD menyatakan bahwa mulai saat ini pimpinan AD dipegang langsung oleh PYM Pres/Pangti ABRI. Kepada saya masih diberi tugas oleh PYM Pres/Pangti ABRI untuk mengembalikan keamanan seperti sedia kala………..”

Saya dapat memahami, bahwaa hal ketentuan UUD 45 itu tidak bisa sekaligus terlaksana, namun demi kewibawaan UUD itu perlulah kita semakin maju melaksanakannya.

(3).    Usaha yg programatis demi pelaksanaan “hak2nya warganegara” dan “kedudukan penduduk” dalam psl 27 sampai 34 yg menurut Penjelasan UUD ialah “rnemuat hasrat bangsa Indonesia untuk membangun negara yg bersifat demokratis dan yg hendak menyelenggarakan keadilan sosial dan perikemanusiaan”.

Umumnya oleh UUD sendiri diperintahkan pula pembuatan UU organiknya seperti psl 28 mengenai “kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan”, psl 30 mengenai “berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan  negara” dstnya. Kesemuanya telah jadi tekad kita dalam MPRS 1966 dalam Tap XIV “perincian hak2 azasi manusia”, yg dulu telah dapat kita mufakati perumusan2nya, tapi yg telah buntu dalam MPRS 1968 yg komposisinya telah banyak sekali berubah sesudah “Penyegaran ” oleh Pengemban Tap IX MPRS.

Saya minta perhatian untuk adanya program konkrit untuk pelaksanaan yg lebih maju dari psl 28 tadi. Kemudian dari. psl 27: “Segala Warga Negara bersamaan kedudukannya didalam hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualianya” dan psl 31 tentang pendudukan : “Tiap2 Warga Negara berhak mendapatkan pengajaran”

Saya dapat memahami, bahwa hal ketentuan2 UUD 45 inipun tidak bisa sekaligus terlaksana, namun demi kewibawaan UUD itu perlulah kita semakin maju melaksanakannya.

(4).    Usaha yg programatis mengakhiri keberlakuan materi Penpres2 dari masa Orla yg tidak sesuai dengan pemurnian pelaksanaan UUD 45, sebagaimana telah kita tekadkan pada th 1966, a.l. mengenai PenPres tentang subversi, yg masih diformilkan dengan UU.

Saya dapat memahami, bahwa hal ketentuan UUD 45 tentang inipun tidak bisa sekaligus terlaksana, namun demi kewibawaan UUD itu perlulah kita semakin maju melaksanakannya.

(5).    Pelaksanaan pemilihan Presiden seperti ketentuan psl 6: “Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh MPR dengan suara terbanyak”. Kiranya setelah 12 th Orde Baru sudah dapat pasal ini dilaksanakan secara murni dan konsekwen menurut huruf dan jiwanya, yakni dengan cara yg betul2 tanpa lagi mengurangi makna “dipilih”.

(6).    Usaha yg programatis menuju kemajuan pelaksanaan psl 33, khususnya terhadap gejala praktek kini yg membawakan kecenderungan memusatnya kekuasaan ekonomi kepada kelompok2 tertentu, hingga menjauhkan kita dari pelaksanaan psl 27 mengenai “kebersamaan kedudukannya” segala “Warga Negara “dengan tidak ada kecualinya”, “berhak atas pekerjaan dan penghidupan yg layak bagi kemanusiaan”, dan psl 33 “perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan”.

(7).    Mengingat Presiden menyampaikan pertanggung jawab kepada MPR 1978 kiranya perlu dikoreksi konstitusionil terhadap Tap I MPR 1973 yg dalam psl 110 telah menentukan Presiden mempertanggungjawabkan mandatnya kepada MPR yg oleh psl 1 ditentukan “ialah MPR hasil Pemilu yg anggota2nya diresmikan pada tgl 1 Oktober 1972” (ps1. l).

Justru Tap I/1973 ini telah menentukan bahwa Tap ini mempunyai kekuatan hukum mengikat keluar dan kedalam” (psl 102), tidak dapat dibatalkan oleh lembaga negara lain” dan MPR-lah yg dapat “memberikan penjelasan yg bersifat penafsiran” (psl 4), dikunci dengan ketentuan dari lembaga kekuasaan tertinggi ini: “Segala ketentuan yg bertentangan dengan peraturan tata-tertib ini dinyatakan tidak berlaku” (psl 121). Inilah satu2-nya Tap MPR yg menentukan, bahwa Tap inilah yg berlaku, kalau ada perbedaan.

Hal ini telah ramai dipersoalkan dan penyelesaian konstitusionil adalah begitu penting demi penegakan nilai2 UUD 45.

3.   Telah lebih 4 windhu usia RI. telah lebih 4 windhu TNI kita yg mengemban “amanat 1945”: UUD adalah azas dan politik tentara”. Sbg panglima dari masa 45-an itu, semasa menghadapi penyimpangan2, seperti dalam soal “Linggarjati”, “Renville” dan kemudian KMB, yg isinya menyimpang dari Proklamasi 1945 yg “disusunlah Kemerdekan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu UUD Negara Indonesia” (Pembukaan UUD 45), maka masih teringat berkali2 ketegasan TNI melalui Panglima Besar, sampai terakhir terjadinya surat permohonan berhenti beliau pada tgl 1 Agustus 1948.

Adalah dalam meneruskan garis perjuangan TNI tsb, maka setelah pergolakan2 dan krisis2 nasional th 50-an, kita (TNI) menuntut kembali ke UUD 45 (Surat KSAD Agustus 1958 menghadapi konsepsi demokrasi terpimpin) dan setelah tragedi nasional 1965 mentekadkan pelaksanaan murni dah konsekwen UUD 45.

Tidak terlambat kiranya. kalau TNI generasi 45 dalam tahap regenerasi ini merampungkan missinya untuk tertegaknya hal2 yg pokok dalam pelaksanaan UUD itu. Apalagi diperingatkan oleh suasana pada awal dasawarsa ke 2 Orde Baru ini, suasana prihatin yg menyertai berlangsungnya Sidang MPR kali ini.

Insya Allah SWT.

Wassalam

Jakarta,  11 Maret 1978

 
 
 

Tembusan kepada :                                                                             A.H. NJ.SUTION.

  1. MPR/DPR/DPRD.                                                                       (Jendera1 Purn.TNI)

  2. Teman2 seperjuangan.

 ( Sumber: Buletin Mahasiswa Menggugat)

March 22, 2009

Pidato Perpisahan Sekjen ASEAN

Filed under: Mahasiswa Menggugat — rani @ 9:10 pm

Catatan:

Berikut ini adalah teks lengkap pidato pada acara serah terima Sekjen ASEAN pada tanggal 18 Februari 1978, yang dibacakan oleh Letnan Jenderal H.R. Dharsono. Inilah pidato yang secara berani menyatakan ada rekayasa dari penguasa dibalik penggantian Sekjen ASEAN.(Dikutip dari Buletin Mahasiswa Menggugat)

Para yang Mulia Kepala Perwakilan, para tamu, nyonya2 dan tuan2 yth. Pertama-tama saya ingin menyampaikan penghargaan dan terima kasih saya atas kehadiran anda bersama kami, untuk menyaksikan serah terima jabatan Sekjen ASEAN dari tangan saya kepada tuan Oemarjadi, yang didasarkan atas instruksi Yang Mulia Dr. Upadit Pacharyangkun, Menlu Thailand, dalam kedudukannya sebagai ketua “standing committe” untuk tahun 1977/1978, yang disampaikan kepada saya sebagai pesan yang dimuat dalam nota Yang Mulia Duta Besar Thailand, yang sekarang ahdir disini, pada tanggal 9 Februari yang lalu.

Para yang mulia, para tamu yang terhormat Setelah saya menyerah terimakan jabatan SEKJEN ini kepada tuan Oemaryadi, maka pertama-tama saya ingin menyampaikan ucapan “Selamat kepada Tuan Oemajadi yang akan menggantikan saya untuk jangka waktu 3 bulan; yaitu sisa jangka waktu 2 tahun yang di berikan kepada Indonesia. Maka bila ada pertanyaan “Siapakah yang menjadi SEKJEN ASEAN pertama,” Jawabnya ada 2 orang, yaitu : I.a. Dharsono dan I.b. Oemarjadi.

Para tamu yang terhormat, Pada kesempayan ini, saya ingin pula menyampaikan terima kasih saya kepada Pemerintah Negara-negara anggota ASEAN, yang hari ini diwakili Yang Mulia Kepala-kepala Perwakilannya di Jakarta, sedangkan Indonesia diwakili oleh Tuan Yanuar Djani yang sekarang tentunya adalah pejabat Direktur Jendral ASEAN Indonesia. Ucapan terima kasih ini saya sampaikan atas bantuan negara-negara anggota yang di berikan kepada saya sampai saat saya menyerahkan jabatan, 3 bulan sebelum waktu yang sebenarnya. Saya ingin pula menyampaikan terima kasih dan penghargaan saya atas segala bantuan dari staf Sekretariat, baik “Home Base Staff” maupun “Local Staff”. Mengenai Sekretariat ASEAN, saya berpendapat bahwa Sekretariat adalah suatu badan baru yang dimasukkan kedalam suatu “machinary” lama, Yang telah ada sebelum Sekretariat berdiri. Selama saya bertugas dalam badan baru ini, dapat saya katakan bahwa tugas ini merupakan pekerjaan yang menyenangkan, penuh penuh dengan tantangan, dan secara terus terang “Frustating” pula. Saya kira para anggota staf lainnya, baik “Home Base Staff “ maupun “Local Staff” mempunyaii pikiran dan perasaan yang sama dengan saya. Tetapi situasi semacam ini bagi suatu organisasi yang baru adalah wajar, terutama kalau kita memulai dengan pendirian suatu badan yang baru, yang kemudian badan ini dimasukkan ke dalam organisasi yang telah ada sebelumnya. Pada waktu-waktu yang lampau telah banyak dibicarakan tentang Sekretariat, terutama kedudukan dan tugasnya termasuk pula kedudukan dan tugas Sekjen dan Stafnya. Sampai sekarang pembahasan. mengenai Sekretariat ini belum dapat dikatakan selesai, tapi dapat diperkirakan bahwa hal tersebut akan terus berkembang. Ditengah-tengah perdebatan dan pembicaran tentang Sekretariat itu, maka dapat disimpulkan bahwa dari pihak Sekretariat tidak ada gunanya untuk mendesakkan ide-idenya demi kedudukannya, sehingga sebagai akibatnya kita berusaha untuk membawa Sekretariat secara bertahap ke dalam “machinary” ASEAN secara Pragmatis sekali. Harapan saya adalah, bahwa dalam perkembangan yang masih akan berlangsung tersebut dibawah pimpinan dan kemampuan tuan Oemarjadi sebagai orang yang tidak asing lagi terhadap masalah-masalah ASEAN, segala sesuatunya dapat berjalan baik sehingga saya yakin pada suatu waktu Sekretariat ASEAN ini tidak merupakan masalah lagi.

Para tamu yang terhormat, Kembali kepada konsensus yang telah tercapai dan disetujui oleh ke lima MENLU negara anggota ASEAN, seperti yang sebelumnya pernah saya beritahukan kepada pers, bahwa saya akan menerima keputusan ke lima MENLU, kecuali bila ada permintaan kepada saya untuk meletakkan jabatan secara suka rela. Saya merasa, bahwa bagi 4 negara lainnya : Malaysia, Philipina, Singapura dan Thailand amat sukar untuk mengeluarkan keputusan tersebut, terutama atas desakan Indonesia yang menarik dukungannya terhadap saya sebagai SEKJEN ASEAN dengan tuduhan bahwa saya telah campur tangan dalam masalah domestik suatu negara anggota, dalam hal ini Indonesia, dari mana saya sendiri berasal, yang juga dipergunakan sebagai “justification”/pembenaran untuk meyakinkan ke 4 negara anggota lainnya guna memberhentikan saya sebagai SEKJEN. Cara yang ditunjukkan oleh ke 4 negara lainnya untuk mencapai konsensus merupakan sesuatu yang saya dapat menerimanya dan bahkan menghargainya, terutama bila kita melihat bahwa usul dari Indonesia untuk memberhentikan saya mempunyai unsur yang sangat kuat dengan menonjolkan alasan “campur tangan dalam masalah dalam negeri salah satu anggota ASEAN, dalam hal ini Indonesia”. Dan betapa serius dan kuatnya usul Indonesia ini dapat pula dibuktikan dengan cara yang dllakukan MENLU a.i. Dr Mochtar Kusumaatmaja yaitu dengan menyelenggarakan suatu “Shuttle diplomacy” ala Kissinger untuk meyakinkan usul tersebut kepada 4 negara anggota lainnya. Tetapi, dan ini hanya menurut perasaan saya, saya mendapat kesan bahwa para MENLU lainnya tidak menghiraukan apa yang menjadikan sebab usul Indonesia tersebut sehingga harus menarik dukungan terhadap saya. Dengan kebijaksanaan yang ditunjukkan oleh para MENLU lainnya yaitu persoalannya semata-mata hanya dilihat dari akibat penarikan dukungan Indonesia terhadap saya, yang berarti tugas saya sebagai Sekjen akan terpengaruh oleh fakta itu sehingga tidak efektif lagi, dan penggantian oleh tuan Oemarjadi yang diusulkan dan dengan sendirinya didukung oleh Indonesia, kemudian diterima. Maka oleh sebab itu, bagi saya sendiri tidak ada perasaan sakit hati sedikitpun terhadap ke 4 anggota ASEAN lainnya yang telah menunjukkan kebijaksanaan dalam menanggapi usul Indonesia yang kuat itu dalam usaha mereka untuk menuju kepada suatu konsensus. Adapun keadaan saya, dilihat dalam hubungannya dengan pemerintah Indonesia, tidaklah sama; terutama karena saya menganggap keputusan para menlu itu, sebagai konsensus, merupakan suatu keputusan berdasarkan “hukum”, sedangkan yang menjadi sebab usul Indonesia tersebut bersifat politis. Persoalan saya dengan pihak Indonesia masih belum selesai, dan masih harus mengalami perkembangan selanjutnya yang saya sendiri belum tahu arahnya Dengan penyerahan jabatan yang baru saja lalu, maka hubungan saya dengan ASEAN teah berhenti; dan sekali lagi saya mengucapkan atas kebijaksanaan yang tersirat maupun yang tersurat, terutama yang telah diperlihatkan oleh 4 negara anggota ASEAN lainnya dalam keputusan yang di tanda tangani oleh yang mulia Dr. Upandit Pacharyakun atas nama ke lima Menlu negara; dan sekali lagi, yakinlah bahwa dari pihak saya tak ada sedikitpun perasaan sakit hati terhadpp ke 4 negara anggota ASEAN itu.

Para yang mulia, paraa tamu yang terhormat; Bila kita menengok kembali pada cara yang diperlihatkan oleh Indonesia dalam usahanya untuk, mendapatkan persetujuan dari ke empat negara lainnya guna membebaskan saya dari jabatan SEKJEN, dari hal tersebut dapat di buktikan bahwa persoalannya dianggap serius sekali; dan bahwa dengan demikian tidak ada kemungkinan yang ada dalam pemikian Indonesia selain dari pembebasan tersebut. Saya anggap bahwa suatu bagian “hardline policy” dewasa ini sedang dijalankan oleh pemerintah Indonesia. Dan saya mengetahui, bahwa setelah serah terima jabatan ini saya dihadapkan pada hard line plicy ini. Pada saat ini kalangan pers lndonesia juga hadir ditengah-tengah kita. Untuk ini saya ucapkan terima kasih. Tetapi saya tidak yakin, bahwa koran-koran lokal akan berani memuat apa yang saya katakan disini, suatu hal yang sangat saya sesalkan. Tetapi saya sepenuhnya memahami kedudukan saudara-saudara dari pers. Terutama hal ini saya tujukan kepada surat-surat kabar Indonesia yang baru-baru ini dihentikan peredarannya, dan kemudian diperkenankan terbit kembali setelah diminta oleh yang berkuasa untuk menandatangani suatu pernyataan “sukarela” yang memuat janji akan mentaati segala peraturan/pembatasan yang ditentukan oleh yang berkuasa. Saudara-saudara terpaksa menjalankan hal itu karena dihadapkan pada suatu dilema yang berat untuk memilih antara “dignity/prinsip dan perut”. Saudara telah memilih perut, mungkin bukan perut para pemimpin surat-surat kabar, tetapi perut para karyawan yang bekerja pada surat-kabar saudara. Dan kejadian ini menurut saya merupakan suatu “black mail atau pemerasan. Bagi orang-orang yang menginginkan perbaikan nasib rakyat, pada saat ini dalam perjuangan itu, akan dihadapkan pada tembok yang kuat yang terdiri atas orang-orang/pejabat-pejabat yang dihadapkan pada suatu pilihan yang berat antara “dignity/prinsip dan perut/kedudukan. Dan ini adalah sikap mental yang umumnya terdapat di Indonesia dewasa ini. Oleh karena itu bagi orang-orang yang akan memperjuangkan nasib rakyat dalam keadaan tersebut, akan merupakan perjuangan yang berat. Akhirnya saya mengharapkan sekali lagi agar tuan Oemarjadi, dengan bantuan staf Sekretariat dilihat dari kedudukan dan tugasnya, dapat membawa Sekretariat ini ke dalam “machinary” ASEAN secara keseluruhan, sehingga dapat tercapai efisiensi yang sama-sama kita harapkan.

ttd

H.R. Dharsono

March 21, 2009

Mahasiswa Menggugat 4

Filed under: Mahasiswa Menggugat — rani @ 5:39 am

MAHASISWA MENGGUGAT Alamat Redaksi : Jl. Salemba Raya 4 – Jakarta Pusat JAKARTA, 21 MARET 1978 – No. 4/Th. I

MEMPERBINCANGKAN ISTILAH ABRI

ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia), dewasa ini mendapat sorotan masyarakat, terutama dari kalangan mahasiswa. Beberapa poster mahasiswa antara lain berbunyi: “ABRI Milik Rakyat.” “Kembalikan ABRI Kepada Rakyat.” Pernyataan-pernyataan di atas menggambarkan, bahwa garis perjuangan ABRI sekarang telah agak menyimpang dari tujuan dasar kelahirannya. Yakni untuk melindungi rakyat dan bukan menghantam anak rakyat yang tidak bersenjata. Istilah ABRI, sebenarnya mencakup tiga Angkatan dan Polri. Yaitu: TNI-AD, TNI-AL, TNI-AU dan Kepolisian Republik Indonesia. Bila salah satu dari ketiga Angkatan dan Polri tersebut membuat prestasi gemilang di masyarakat, maka semua Angkatan dan Kepolisian ikut mendapat nama harum dimata masyarakat. Misalnya keberhasilan Letjen Marinir H. Ali Sadikin ketika menjadi Gubernur DKI beberapa periode; lalu dianggap sebagai salah satu contoh keberhasilan Dwi Fungsi ABRI. (Disini orang/masyarakat tidak mempersoalkan bahwa yang sukses itu sebenarnya TNI-AL). Begitu pula ceritanya bila salah satu unsur ABRI berbuat kesalahan. Katakanlah seperti tindakan kurang simpatik dari TNI-AD yang akhir-akhir ini banyak mengobrak- abrik berbagai Kampus di Indonesia. Masyarakat ramai dengan mata kepala sendiri menyaksikan, bahwa sebagian besar yang menghantam para mahasiswa dengan popor senjata dan bayonet terhunus itu, adalah dari unsur TNI-AD. Tetapi nama jelek akan melekat pada ABRI secara keseluruhan ! Demikian halnya dengan keanggotaan di MPR-RI saat ini. Dari 908 anggota MPR, terdapat 230 anggota Fraksi ABRI. Terdiri dari: 133 orang TNI-AD, 34 orang TNI-AL, 29 TNI-AU dan 34 dari Kepolisian RI. Kalau seandainya dimasa akan datang sejarah mencatat ada kekeliruan yang dibuat oleh Fraksi ABRI di MPR-RI yang mayoritas anggotanya terdiri dari anggota TNI-AD itu, maka keseluruhan unsur ABRI juga akan ikut memikul resikonya. Apakah hal tersebut ini tidak terpikirkan oleh unsur-unsur ABRI di luar TNI-AD ? Secara pasti kita tidak tahu. Namun secara tidak resmi, banyak juga didengar komentar beberapa perwira. TNI-AL, TNI-AU dan Polri. “Jika mahasiswa mengeritik ABRI, harus dilihat dulu ABRI yang mana,” ujar mereka. Komentar-komontar semacam ini, kiranya mendapat perhatian bagi para mahasiswa andaikata ingin membuat poster atau tulisan yang mengeritik ABRI, sebaiknya ditujukan kepada sasaran yang konkrit. (Unsur ABRI mana yang dikritik). Sehingga bunyi poster tersebut diatas tadi akan menjadi “ABRI Milik Rakyat, “Kembalikan TNI-AD kepada Rakyat”.


BERITA-BERITA SEPUTAR KAMPUS

MENGAKU UTUSAN PAK HARTO

Mm, 21-3-1978 “Siapa yang menyuruh saudara datang kemari ?”, tanya seorang mahasiswa. “Pak Harto”, jawab orang yang ditanya dengan singkat. “Pak Harto Presiden kita” selaknya dengan cepat sambil mengacungkan tangannya ke atas. Demikian awal dialog mahasiswa FIPIA-UI dengan seorang pemuda yang secara tiba-tiba masuk ke ruang SM FIPIA-UI, Jumat 17 Maret lalu, kira-kira jam 9.00 pagi. Dalam ruang senat itu, terjadilah percakapan sengit yang menjurus ke perdebatan. Karena mahasiswa ingin tahu asal-usul orang tersebut. Dari jawabannya menirnbulkan keragu-raguan di antara mahasiswa-mahasiswa yang sempat menyaksikan peristiwa itu. Tentu saja keraguan tentang waras tidaknya orang tersebut. “Keraguan kita hampir hilang, karena ia pandai berdebat”, berkata seorang mahasiswa. Akhirnya orang itu dibawa kegedung FT-UI untuk dimintai keterangannya lebih lanjut. Di sana mulai nampak indikasi ketidak warasan orang tersebut. “Saya ingin pimpin domonstrasi”, katanya bersemangat. Suasanapun makin hangat dan saling beri jurus simpanan gaya Moh. Ali alias jotos-jotosan. Setelah mahasiswa yakin orang itu tidak waras, iapun dibawa ke kantor POSKO-UI, Dari kantor ini sebahagian mahasiswa belum sepenuhnya yakin waras tidaknya orang ini. Untuk menghilangkan keragu-raguan, didatangkan dua orang dokter dari Pusat Kesehatan Mahasiswa UI dan Lembaga Kriminologi UI yang terletak tidak jauh dari situ. Hasil pemeriksaan menunjukkan, orang tersebut memang rnengalami gangguan syaraf dan diliputi frustrasi. Si syaraf yang bernama M. Utojo, 25 tahun itu, bertempat tigggal di Tg. Priok dan mengaku mahasiswa UNIJA (Universitas Jakarta). Jam 11.00 siang ia dilepas. Dengan diantar beberapa mahasiswaUI. M Utojo menaiki Bemo di jalan Salemba Raya sambii melambaikan tangan.


KAMPUS UI RAWAMANGUN DISERBU TENTARA

Mm, 21-3-1978 Dengan senjata terhunus dan perlengkapan perang lainnya, tiga truk dan hampir sepuluh jeep tentara menyerbu Kampus UI Rawamangun, hari Sabtu, 18 Maret lalu. Setelah kampus dikuasai kira-kira pada jam 9.00 pagi, pasukan yang terdiri dari Baret Hijau (Jayakarta) dan Baret oronye (Kopasgat) itu, mulai menjalankan operasi pencabutan poster yang dipasang sejak pagi-pagi di FH, FS, FIS dan FPsy.UI. Tidak seperti waktu-waktu lalu, penyerbuan kali ini tidak meendatangkan korban. Baik di pihak penyerbu, maupun warga kampus. Hanya seorang tentara (Baret Hijau) yang terkilir kakinya. Karena jatuh sewaktu memanjat tembok FS guna mencabut beberapa poster. Korban tersebut kemudian dipapah oleh kedua temannya ke mobil yang diparkir tidak jauh dari situ.

Ratusan poster bermunculan. Sejak pa.gi-pagi kurang lebih 800 buah poster secara serentak dipajang di ke 4 Fakultas yang berada di kampus UI Rawamangun. Hampir semua tembol Fakultas tertutup poster. Baik dalam ruangan maupun di luar yang mengjadap ke jalan Pemuda. Ratusan penduduk yang berdiam sepanjang jalan Pemuda ke luar rumah untuk menonton aksi poster itu. Aksi tersebut juga menarik perhatian pengendara yang lewat. Jalan Pemuda yang sangat padat arus lalu lintas di pagi hari itu, sempat macet. Karena kendaraan dijalankan perlahan-lahan sambil membaca isi poster. “Hidup mahasiswa”, teriak seorang pengendara Mercy 200 yang sedang menuju arah jalan Pramuka sambil mengacungkan tangan kanannya. “Hidup, hidup…….”, balas mahasiswa-mahasiswa yang sedang berdiri di pintu masuk FH-UI. Beberapa dari ratusan poster yang terpampang itu antara lain berbunyi : SU MPR jangan jadi sandiwara umum – Berapa ribu lagi mahasiswa harus disandera untuk amankan SU MPR – Bisakah aspirasi tertampung kalau 60% vs 40% – Selamat pagi Adam, mau dibawa kemana Republik ini – MPR : Makan Pesta Rakyat – Republik Indonesia = Republik A.M. – Mengapa Sri Sultan mengundurkan diri disaat kita memerlukan perubahan secara mendasar – UU Pemilu melanggengkan kekuasaan – Bagaimana MPR bisa bijaksana kalau Eksekutif dominan di Legislatif – Gerakan moral mahasiswa tidak memaksa kehendak. Sebuah poster berukuran raksasa yang dapat dibaca dari jarak jauh dipasang di atas Aula FH-UI. Poster tersebut bertuliskan “Pertanggungan Jawab Presiden hanya basa-basi saja”. Dalam kesempatan itu dua orang Baret Hijau sempat mengambil bekas-bekas pengumuman SM FH melalui jendela SM-FH-UI. Sedangkan seorang lagi memasuki ruang SM dan mencabut tempelan-tempelan yang ada di tembok.

Renungan IKIP dibubarkan Setelah seluruh poster dikuasai, satu truk Baret Hijau meninggalkan kampus UI Rawamangun. Jam menunjukan tepat pukul 10.30 WIB. Sisa pasukan kelihatan mulai terpencar-pencar sampai ke asrama mahasiswa UI “Daksinapati” dan kampus IKIP Jakarta. Mahasiswa IKIP saat itu memulai acara renungan yang telah mereka rencanakan semula. Renungan yang diisi dengan pembacaan puisi dan pembakaran api unggun serta menyenyikan lagu-lagu itu, hanya berlangsung sebentar. Kira-kira jam 11.15, pasukan-pasukan yang tersisa tadi (dua truk) berkumpul kembali dan membubarkan renungan mahasiswa IKIP tersebut. Beberapa mahasiswa IKIP sempat kena popor senjata.

Mengada-ada Seusai poster-poster di FS-UI dicabut, 2 orang mahasiswa FH-UI mencoba mendekati 2 anggota Baret Oranye yang kebetulan berada di situ. Walaupun hanya berlangsung tidak lama, mereka pun terlihat dalam percakapan santai. “Masa pasang poster saja harus dicabut. Alasan ini mengada-ada saja untuk memerintah”, kata salah seorang Baret Oranye. “Dik, posternya dicat saja ke tembok”, sambung yang lainnya sambil bergegas-gegas pergi. Kedua rekan mahasiswa hanya tersenyum mesum. Sementara itu, di Taman Sastra UI seorang mahasiswa FS-UI lainnya bertanya pada seorang anggota Kopasgat yang kelihatannya tenang-tenang saja. “Koq nggak ikut nyabutin poster pak ?” tanya si mahasiswa. “Ala, itukan bukan tugas Kopasgat, biarin aja pasukan Diponegoro dan Angkatan Darat lainnya yang melaksanakan,” jawab di Kopasgat itu dengan spontan. “Hidup Kopasgat !”, teriak beberapa mahasiswa UI.


PENYERBUAN DI KAMPUS UI SALEMBA

Mm, 21-3-1978 Bertepatan dengan aksi poster mahasiswa UI yang telah direncanakan sebelumnya, ribuan poster hampir memenuhi semua dinding fakultas di lingkungan UI, sejak dinihari tanggal 16 Maret 1978. Poster-poster bermunculan, baik di kampus UI Salemba dan Rawamangun. Ini mengundang anak buah Jenderal Panggabean untuk bergerak cepat. Pada jam 08.30 WIB, ratusan militer dengan senjata teracung menyerbu kampus UI Salemba. Dengan diangkut oleh 2 truk, 2 pick up, 6 jeep, serta dibantu 3 mobil satuan lalu lintas, mereka memasuki kampus melalui pintu samping UI, didepan Kantor Pos, dengan peralatan siap tempur dibawah pimpinan Mayjen Norman Sasono. Jalan Salemba Raya, yang biasanya macet dipagi hari menjadi lebih macet lagi, karena jalur lambat dimuka kampus UI ditutup oleh petugas Polantas dan pasukan baret hijau yang siap menghadapi segala situasi. Satgasma UI yang biasa bertugas menjaga keamanan kampus dan menjaga pintu gerbang UI pada sayap kiri (satu-satunya pintu yang terbuka), tak berdaya menahan serbuan pasukan ini. Para mahasiswapun tidak berusaha melayani serdadu yang mengamuk ini, yang telah tidak tidur selama seminggu. Setelah memasuki pintu gerbang, pasukan menyerbu ke Fakultas Teknik di sebelah kanan dan sebagian lagi menyusup ke samping kiri – menuju FKUI, FIPIA-UI, FE-UI dan FKG-UI. Para mahasiswa diusir oleh sang komandan yang terlihat sudah kalap, kemudian mereka memasuki ruangan. Sambil mencopot poster, sang komandan terus berkoar, agar tidak lagi memasang poster, dan kali ini adalah yang terakhir. Jika tidak semua mahasiswa UI akan terkena akibatnya. “Saya sudah bilang berkali-kali, untuk tidak boleh ada lagi poster disini. Kami sudah seminggu nggak tidur”, katanya. Seorang mahasiswa di FEUI sempat kena pentungan atau gada berarus listrik, hanya karena mengatakan agar pengumuman olahraga yang juga tertempel di papan pengumuman jangan ikut tercopot. Sang mahasiswa yang sadar, tak perlu melayani serdadu kalap ini, hampir disuruh tembak oleh salah seorang diantara mereka. Mahasiswa itupun lari ke belakang dengan menerika resiko jam tangannya pecah disambar gada. Berbagai poster dan spanduk yang bertebaran itu antara lain berisi mengenai berbagai kemelut situasi saat ini. Diantaranya berbunyi : “MPR – jangan menjadi Majelis Penjajah Rakyat, “Pemuda KNPI agar segera dipersenjatai”, dan lain sebagainya. Sedangkan di tingkat atas gedung Rektorat UI, sebuah spanduk sepanjang lima meter mencoba menghimbau : “Selamat pagi Pak Adam, mau kemana …..? Yang menjadi sasaran kekalutan penyerbu bukan hanya poster-poster protes penyalur aspirasi mahasiswa tetapi tak ayal lagi, hampir semua kertas yang tertempel di papan-papan dan dinding bangunan. Ruang Kantor Redaksi “SALEMBA” yang juga ditempeli beberapa Bulletin Mahasiswa Menggugat dari dalam kaca, sempat membuat mereka panik, bingung bagaimana cara mengambilnya. Bayonet, sebagai alat untuk mencopot poster, hanya bisa digunakan jika terlebih dahulu kaca dipecahkan. Untung tak berapa lama kemudian pegawai kantor Redaksi salemba berada dalam ruangan segera membuka pintu, yang ketika itu juga menyelononglah “pasukan pembersih kampus” menggerayangi kantor Salemba, serta membersihkan dinding dari semua tempelan yang ada. Sejam kemudian pasukan yang rupanya dipimpin langsung oleh Mayor Jendral Norman Sasono, mengirimkan beberapa pimpinan mereka menghubungi Pimpinan UI di lantai 3 gedung Rektorat, dengan diantar oleh Komandan Satgasma UI Handi Yohandi SH. Dalam perjalanan menuju Rektorat, Handi Yohandi sempat kena marah dari “perwira penyerbu”. Ia menganggap Posko Satgasma UI telah melanggar konsensus bersama, yakni Posko Satgasma UI bertanggung jawab atas keamanan kampus UI terhadap gangguan dari pihak luar. Posko-UI menyangkal tuduhan itu dan menganggap semua-poster itu tidak ada Sangkut pautnya dengan serbuan dari luar. Sekitar pukul 10.00 WIB, barulah kampus UI Salemba tenang kembali. Tentara tersebut segera naik ke truk dan menuju markasnya dengan persenjataan yang lengkap, berupa senapan ukuran berat lengkap dengan sangkurnya, walkie talkie, pesawat radio di punggungnya, serta senjata paling mutakhir yang baru digunakan kali itu, berupa tongkat rotan sepanjang satu meter Dari pihak mahasiswa tak ada korban, tetapi salah seoreng tentara penyerbu telah cedera karena terjatuh ketika melompati pagar yang mengelilingi kampus UI Salemba.


ROTAN MENGHIASI JALAN-JALAN PROTOKOL DAN KAMPUS UI

Mm,21-3-1978. Pasukan baju hijau yang, berjaga-jaga sepanjang jalan-jalan protokol di Jakarta, mulai tanggal 18 Maret 1978 dilengkapi dengan senjata ringan baru berupa sebuah tongkat rotan besar dengan diameter satu inchi dan panjang satu meter. Demikian juga untuk pasukan yang menyerbu kampus UI Salemba dan Rawamangun pada hari Sabtu lalu. Agaknya penggunaan senjata rotan adalah demi mengurangi korban yang patah tulang akibat pukulan dengan popor senapan. Tetapi rotan hanya dipergunakan kalau massa, mahasiswa dan pelajar yang dihadapi tidak mengadakan perlawanan fisik. Karena kalau sedikit saja massa mengadakan reaksi, langsung sangkur berperanan kembali sebagai obat penenang. Sedangkan pada hari Senin kemarin, sejumlah lima truk dan lima jeep tentara telah didrop di Bundaran jalan dan halaman Hotel Indonesia. Mereka diperlengkapi dengan senjata lengkap serta amunisi cadangan, plus sebuah tongkat rotannya. Mereka mencegat dan menggeladah para pejalan kaki yang lewat di sekitar situ. Para tamu Hotel Indonesia yang baru tiba pun tak luput dari tindakan tersebut. Pemeriksaan yang paling teliti dan lama, dikenakan kepada pejalan kaki yang kebetulan berstatus mahasiswa. dan pelajar SLTA. Sementara itu para pekerja dari Hotel Indonesia dan Wisma Nusantara tampak banyak yang keluar ke halaman dan dengan muka yang tegang menyaksikan para tentara yang sedang melaksanakan tugasnya. Sedangkan pasukan baju hijau tersebut dongan tampang yang distel serius, sibuk terus menerus mengirimkan laporannya ke rnaskas komando melalui pesawat radio pemancar yang dipanggul di punggungnya, yang ber-antena. sepanjang dua meter.


RUSLAN SIREGAR DI TAHAN

Mm. 21-3-1978 Berita terlambat dari Posko UI, bahwa Ruslan Siregar, Kasie III Posko UI, tanggal 9 Maret 1978 puku1 23.00 Wib, telah ditahan Laksusda Jaya. Ia ditahan sehubungan dengan tugas pengamanan Kampus UI Salemba. Sebagaimana diketahui Ruslan selalu aktif menjalankan tugasnya sebagai anggota Posko-UI, terlebih sejak keluarnya SK Rektor UI tentang pengamanan pengamanan Kampus UI oleh para anggota Posko. Menurut berita acara pemanggilan yang disampaikan kepada Posko UI, alasan pemanggilan Ruslan, hanyalah ingin dimintai keterangan saja. Namun hingga hari ini Ruslan Siregar masih dalam status tahanan Intel Satgas di dekat Lapangan Banteng. Sementara itu, tanggal 18 Maret 1978 lalu, beberapa anggota Posko UI dan para mahasiswa penjaga gerbang Kampus UI, telah mengirimkan uang Rp. 5.000.- (lima ribu rupiah) kepada Ruslan di tahanan. Kiriman untuk pernyataan sekedar solidaritas sesama mahasiswa itu, dikirimkan melalui Mayor Slamet Singgih. Keesokan harinya tanggal 19 Maret 1978, jawaban tanda terima dan sepucuk surat dari Ruslan untuk teman-temannya di Salemba, diterima melalui Mayor Slamet juga. Isi surat tersebut antara lain menyatakan bahwa ia (Ruslan) baik-baik saja. Mungkin sebentar lagi akan keluar, karena pemeriksaan hampir selesai. “Dan terima kasih atas kirimannya.” Tak dinyana, kisah surat Ruslan ini ternyata menghantarkan kita kepada suatu kisah serial ketiga dari Pak Slamet, alias Pak Pos Istimewa, berikut ini.


SERIAL PAK SLAMET – BAGIAN 3 “WAH, KALAU SAYA JAWAB. NANTI MASUK Mm LAGI”

Mm. 2l-3-1978. Untuk ketiga kalinya, kisah Pak Slamet (bukan Prof. Slamet) diturunkan dalam media kita ini. Tujuannya tidak samasekali untuk memojokkan beliau, juga tidak untuk mempopulerkannya agar cepat naik pangkat. Kisah ini dimuat sekedar menunjukkan, bahwa jerih payah pengasuh Mm yang setiap hari mengawasi gerak-gerik Pak Slamet (“ngintelli,” istilah asingnya), ternyata membuahkan hasil. Disamping memang penbawaan beliau itu sendiri cukup interesan untuk dijadikan bahan berita menarik. Akisah, malam Minggu tanggal 18 Maret 1978 lalu, beberapa anggota Posko UI dan para mahasiswa penjaga gerbang masuk UI, mengumpulkan uang Rp. 5000,- (lima ribu rupiah) uang tersebut segera dikirimkan kepada saudara Ruslan Siregar (anggota Posko UI) yang di tahan Laksusda sejak tangga1 9 Maret 1978. Oleh karena prosedure untuk mengantarkan kiriman kepada para mahasiswa yang ditahan itu cukup berbelit, akhirnya rekan-rekan mahasiswa di Salemba memutuskan untuk mengangkat seorang “Pak Pos Istimewa.” Namanya pak Slamet, alias Mayor Slamet Singgih Koordinator Intel Kampus UI Salemba. Senin malam tanggal 19 Maret 1978, sekitar pukul 20.00 Wib, Pak Pos Istimewa kita itu datang lagi ke kampus UI Salemba. Ia membawa surat tanda terima kiriman uang dari Sdr. Ruslan, dan juga membawa sepucuk surat Ruslan buat kawan-kawan mahasiswa UI di Salemba. Sehabis menunaikan tugasnya dengan baik, Pak Pos Istimewa tadi segera berbincang-bincang sejenak dengan mahasiswa UI di Salemba. Suasana cukup ramah dan akrab sehingga terjalinlah pembicaraan yang rada seru serta mengasyikkan. Tentu saja materi pembicaraan tidak jauh menyimpang dari soal yang lagi hangat-hangatnya di masyarakat, yakni tentang varia SU MPR 1978. Mengomentari ocehan salah seorang mahasiswa mengenai sikap PPP tentang calon Presiden dan Wakil Presiden, Pak Slamet menyela: “Ah, PPP ternyata tahu situasi koq, mereka tidak berani menolak usul fraksi-fraksi lain untuk mencalonkan Pak Harto dan Adam Malik.” Tiba-tiba dengan nada agak serius, Pak Slamet mengisahkan pendapatnya ketika masa demam Pemilu 1977 lalu. Ia berkata: “Dulu waktu masa Pemilu, saya pernah bilang sama teman-teman saya, bahwa jika PPP yang menang maka kita ke kantor harus pakai sarung.” Beberapa mahasiswa tertawa mendengar ocehan Pak Slamet ini. Sementara redaksi Mm (Mahasiswa Menggugat) yang berada persis di belakang beliau tanpa diketahuinya, diam saja sambil berucap dalam hati: “mudah-mudahan saja tidak semua perwira muda TNI-AD lulusan AKABRI yang berpandangan picik seperti ini.” Masih obrolan tentang SU MPR, seorang mahasiswa kemudian bertanya kepada Pak Slamet. “Bagaimana komentar bapak tentang orang-orang ‘ekskutif’ ikut main di lembaga ‘legis1atif’ seperti tampak sekarang ini? –Ya, ibarat seorang wasit bola, ikut bermain dalam permainan yang diwasitinya, ujar mahasiswa itu lebih lanjut”. Apa jawaban Pak Slamet ? “Wah, kalau saya. jawab, nanti masuk Mm lagi.” para mahasiwa tersenyum mendemgar jawaban Pak Slamet, dan redaksi Mm pun tertawa nyaring didalam hati.


“KOMA” TERBIT KEMBALI

Mm. 21-3-1978 Jangan kaget ! Tidak terbitnya “KOMA” bukan disebabkan larangan Laksusda Jaya. Tapi mahasiswa pengelolanya mengikuti ujian semester II. Untuk itu “KOMA” perlu di istirahatkan sementara. Koran-koran ibukota yang dilarang terbit, setelah diizinkan terbit kembali, isi pemberitaannya berbalik 180 derajat. Bahkan 360. Hanya sepihak. Membuat banyak orang, apalagi mahasiswa menjadi muak. “Lebih baik membaca perjuangan mahasiswa yang ada”, begitu komentar banyak orang, Berlainan dengan “KOMA” yang mulai terbit lagi minggu lalu. Disamping tata lay out yang siap naik cetak (sayangnya ini koran dinding), isinya juga semakin padat. Nyata benar bedanya dengan media massa yang ada satat ini. “Beritanya cukup memenuhi tuntutan mahasiswa”, begitu komentar seorang mahasiswa. “KOMA” ini merupakan sarana latihan bagi mahasiswa tingkat III dan IV Departemen Komunikasi Massa FIS-UI dalam membuat berita, editorial, features dan lainnya. Ia terbit sejak 5 September 1977 lalu, sekali seminggu. Terbitan terbaru, 20 Maret 1978, nomor 14 yang menyajikan beberapa topik. Head line: Aksi Mogok Tidak Memenuhi Sasaran? Editorial: Setelah 26 Maret, What Next ?, dan artikel menarik lainnya. Agaknya, laporan ini kurang lengkap. “Seluruh warga UI dapat menengok dan membaca “KOMA” di samping kafetaria FIS-UI”, begitu harapan seorang pengelola “KOMA” yang disampaikan kepada reporter “Mm” kemarin siang di Rawamangun .


Disalin sesuai dengan aslinya

PIDATO LETNAN JENDERAL H.R. DHARSONO PADA ACARA SERAH TERIMA JABATAN SEKJEN ASEAN – 18 FEBRUARI 1978

Para yang Mulia Kepala Perwakilan, para tamu, nyonya2 dan tuan2 yth. Pertama-tama saya ingin menyampaikan penghargaan dan terima kasih saya atas kehadiran anda bersama kami, untuk menyaksikan serah terima jabatan Sekjen ASEAN dari tangan saya kepada tuan Oemarjadi, yang didasarkan atas instruksi Yang Mulia Dr. Upadit Pacharyangkun, Menlu Thailand, dalam kedudukannya sebagai ketua “standing committe” untuk tahun 1977/1978, yang disampaikan kepada saya sebagai pesan yang dimuat dalam nota Yang Mulia Duta Besar Thailand, yang sekarang ahdir disini, pada tanggal 9 Februari yang lalu.

Para yang mulia, para tamu yang terhormat Setelah saya menyerah terimakan jabatan SEKJEN ini kepada tuan Oemaryadi, maka pertama-tama saya ingin menyampaikan ucapan “Selamat kepada Tuan Oemajadi yang akan menggantikan saya untuk jangka waktu 3 bulan; yaitu sisa jangka waktu 2 tahun yang di berikan kepada Indonesia. Maka bila ada pertanyaan “Siapakah yang menjadi SEKJEN ASEAN pertama,” Jawabnya ada 2 orang, yaitu : I.a. Dharsono dan I.b. Oemarjadi.

Para tamu yang terhormat, Pada kesempayan ini, saya ingin pula menyampaikan terima kasih saya kepada Pemerintah Negara-negara anggota ASEAN, yang hari ini diwakili Yang Mulia Kepala-kepala Perwakilannya di Jakarta, sedangkan Indonesia diwakili oleh Tuan Yanuar Djani yang sekarang tentunya adalah pejabat Direktur Jendral ASEAN Indonesia. Ucapan terima kasih ini saya sampaikan atas bantuan negara-negara anggota yang di berikan kepada saya sampai saat saya menyerahkan jabatan, 3 bulan sebelum waktu yang sebenarnya. Saya ingin pula menyampaikan terima kasih dan penghargaan saya atas segala bantuan dari staf Sekretariat, baik “Home Base Staff” maupun “Local Staff”. Mengenai Sekretariat ASEAN, saya berpendapat bahwa Sekretariat adalah suatu badan baru yang dimasukkan kedalam suatu “machinary” lama, Yang telah ada sebelum Sekretariat berdiri. Selama saya bertugas dalam badan baru ini, dapat saya katakan bahwa tugas ini merupakan pekerjaan yang menyenangkan, penuh penuh dengan tantangan, dan secara terus terang “Frustating” pula. Saya kira para anggota staf lainnya, baik “Home Base Staff “ maupun “Local Staff” mempunyaii pikiran dan perasaan yang sama dengan saya. Tetapi situasi semacam ini bagi suatu organisasi yang baru adalah wajar, terutama kalau kita memulai dengan pendirian suatu badan yang baru, yang kemudian badan ini dimasukkan ke dalam organisasi yang telah ada sebelumnya. Pada waktu-waktu yang lampau telah banyak dibicarakan tentang Sekretariat, terutama kedudukan dan tugasnyat termasuk pula kedudukan dan tugas Sekjen dan Stafnya. Sampai sekarang pembahasan. mengenai Sekretariat ini belum dapat dikatakan selesai, tapi dapat diperkirakan bahwa hal tersebut akan terus berkembang. Ditengah-tengah perdebatan dan pembicaran tentang Sekretariat itu, maka dapat disimpulkan bahwa dari pihak Sekretariat tidak ada gunanya untuk mendesakkan ide-idenya demi kedudukannya, sehingga sebagai akibatnya kita berusaha untuk membawa Sekretariat secara bertahap ke dalam “machinary” ASEAN secara Pragmatis sekali. Harapan saya adalah, bahwa dalam perkembangan yang masih akan berlangsung tersebut dibawah pimpinan dan kemampuan tuan Oemarjadi sebagai orang yang tidak asing lagi terhadap masalah-masalah ASEAN, segala sesuatunya dapat berjalan baik sehingga saya yakin pada suatu waktu Sekretariat ASEAN ini tidak merupakan masalah lagi.

Para tamu yang terhormat, Kembali kepada konsensus yang telah tercapai dan disetujui oleh ke lima MENLU negara anggota ASEAN, seperti yang sebelumnya pernah saya beritahukan kepada pers, bahwa saya akan menerima keputusan ke lima MENLU, kecuali bila ada permintaan kepada saya untuk meletakkan jabatan secara suka rela. Saya merasa, bahwa bagi 4 negara lainnya : Malaysia, Philipina, Singapura dan Thailand amat sukar untuk mengeluarkan keputusan tersebut, terutama atas desakan Indonesia yang menarik dukungannya terhadap saya sebagai SEKJEN ASEAN dengan tuduhan bahwa saya telah campur tangan dalam masalah domestik suatu negara anggota, dalam hal ini Indonesia, dari mana saya sendiri berasal, yang juga dipergunakan sebagai “justification”/pembenaran untuk meyakinkan ke 4 negara anggota lainnya guna memberhentikan saya sebagai SEKJEN. Cara yang ditunjukkan oleh ke 4 negara lainnya untuk mencapai konsensus merupakan sesuatu yang saya dapat menerimanya dan bahkan menghargainya, terutama bila kita melihat bahwa usul dari Indonesia untuk memberhentikan saya mempunyai unsur yang sangat kuat dengan menonjolkan alasan “campur tangan dalam masalah dalam negeri salah satu anggota ASEAN, dalam hal ini Indonesia”. Dan betapa serius dan kuatnya usul Indonesia ini dapat pula dibuktikan dengan cara yang dillakukan MENLU a.i. Dr Mochtar Kusumaatmaja yaitu dengan menyelenggarakan suatu “Shuttle diplomacy” ala Kissinger untuk meyakinkan usul tersebut kepada 4 negara anggota lainnya. Tetapi, dan ini hanya menurut perasaan saya, saya mendapat kesan bahwa para MENLU lainnya tidak menghiraukan apa yang menjadikan sebab usul Indonesia tersebut sehingga harus menarik dukungan terhadap saya. Dengan kebijaksanaan yang ditunjukkan oleh para MENLU lainnya yaitu persoalannya semata-mata hanya dilihat dari akibat penarikan dukungan Indonesia terhadap saya, yang berarti tugas saya sebagai Sekjen akan terpengaruh oleh fakta itu sehingga tidak efektif lagi, dan penggantian oleh tuan Oemarjadi yang diusulkan dan dengan sendirinya didukung oleh Indonesia, kemudian diterima. Maka oleh sebab itu, bagi saya sendiri tidak ada perasaan sakit hati sedikitpun terhadap ke 4 anggota ASEAN lainnya yang telah menunjukkan kebijaksanaan dalam menanggapi usul Indonesia yang kuat itu dalam usaha mereka untuk menuju kepada suatu konsensus. Adapun keadaan saya, dilihat dalam hubungannya dengan pemerintah Indonesia, tidaklah sama; terutama karena saya menganggap keputusan para menlu itu, sebagai konsensus, merupakan suatu keputusan berdasarkan “hukum”, sedangkan yang menjadi sebab usul Indonesia tersebut bersifat politis. Persoalan saya dengan pihak Indonesia masih belum selesai, dan masih harus mengalami perkembangan selanjutnya yang saya sendiri belum tahu arahnya Dengan penyerahan jabatan yang baru saja lalu, maka hubungan saya dengan ASEAN teah berhenti; dan sekali lagi saya mengucapkan atas kebijaksanaan yang tersirat maupun yang tersurat, terutama yang telah diperlihatkan oleh 4 negara anggota ASEAN lainnya dalam keputusan yang di tanda tangani oleh yang mulia Dr. Upandit Pacharyakun atas nama ke lima Menlu negara; dan sekali lagi, yakinlah bahwa dari pihak saya tak ada sedikitpun perasaan sakit hati terhadpp ke 4 negara anggota ASEAN itu.

Para yang mulia, paraa tamu yang terhormat; Bila kita menengok kembali pada cara yang diperlihatkan oleh Indonesia dalam usahanya untuk, mendapatkan persetujuan dari ke empat negara lainnya guna membebaskan saya dari jabatan SEKJEN, dari hal tersebut dapat di buktikan bahwa persoalannya dianggap serius sekali; dan bahwa dengan demikian tidak ada kemungkinan yang ada dalam pemikian Indonesia selain dari pembebasan tersebut. Saya anggap bahwa suatu bagian “hardline policy” dewasa ini sedang dijalankan oleh pemerintah Indonesia. Dan saya mengetahui, bahwa setelah serah terima jabatan ini saya dihadapkan pada hard line plicy ini. Pada saat ini kalangan pers lndonesia juga hadir ditengah-tengah kita. Untuk ini saya ucapkan terima kasih. Tetapi saya tidak yakin, bahwa koran-koran lokal akan berani memuat apa yang saya katakan disini, suatu hal yang sangat saya sesalkan. Tetapi saya sepenuhnya memahami kedudukan saudara-saudara dari pers. Terutama hal ini saya tujukan kepada surat-surat kabar Indonesia yang baru-baru ini dihentikan peredarannya, dan kemudian diperkenankan terbit kembali setelah diminta oleh yang berkuasa untuk menandatangani suatu pernyataan “sukarela” yang memuat janji akan mentaati segala peraturan/pembatasan yang ditentukan oleh yang berkuasa. Saudara-saudara terpaksa menjalankan hal itu karena dihadapkan pada suatu dilemma yang berat untuk memilih antara “dignity/prinsip dan perut”. Saudara telah memilih perut, mungkin bukan perut para pemimpin surat-surat kabar, tetapi perut para karyawan yang bekerja pada surat-kabar saudara. Dan kejadian ini menurut saya merupakan suatu “black mail atau pemerasan. Bagi orang-orang yang menginginkan perbaikan nasib rakyat, pada saat ini dalam perjuangan itu, akan dihadapkan pada tembok yang kuat yang terdiri atas orang-orang/pejabat-pejabat yang dihadapkan pada suatu pilihan yang berat antara “dignity/prinsip dan perut/kedudukan. Dan ini adalah sikap mental yang umumnya terdapat di Indonesia dewasa ini. Oleh karena itu bagi orang-orang yang akan memperjuangkan nasib rakyat dalam keadaan tersebut, akan merupakan perjuangan yang berat. Akhirnya saya mengharapkan sekali lagi agar tuan Oemarjadi, dengan bantuan staff Sekretariat dilihat dari kedudukan dan tugasnya, dapat membawa Sekretariat ini ke dalam “machinary” ASEAN secara keseluruhan, sehingga dapat tercapai efisiensi yang sama-sama kita harapkan.

ttd

H.R. Dharsono

March 18, 2009

Mahasiswa Menggugat 3

Filed under: Mahasiswa Menggugat — rani @ 12:10 am

MAHASISWA MENGGUGAT Alamat Redaksi : Jl. Salemba Raya 4 – Jakarta Pusat JAKARTA, 18 MARET 1978 – NO. 3/Th. I

CATATAN-CATATAN LEPAS

Hidup Dan kehidupan ini, pada Hakekatnya tak bisa lepas dari masa lampau, kini, dan akan datang. Dari hari ke hari, kehidupan umat manusia bergerak mengalami proses perubahan baik ia secara individu, secara kelompok (masyarakat), maupun suatu bangsa.Ada masyarakat atau bangsa yang mengalami perubahan secara, “Revolusi,” dan ada pula yang bergerak setahap demi setahap mengikuti: jalur “evolusi”. Pendek kata, tidak ada satu masyarakat atau suatu bangsapun di muka bumi ini yang luput dari proses perubahan itu. Disenangi atau tidak, melalui proses yang aman ataupun tidak!


Semua aktivitas dalam kehidupan manusia, berlangsung lewat kaidah-kaidah tertentu. Entah dalam suatu mekanisme teknis, dalam kaidah agama, kebijaksanaan-kebijaksanaan politik, perwujudan artistik, ataupun argumentasi ilmiah. Kaidah-kaidah ini tidak hanya bertalian dengan akal budi dan pengertian manusia, tetapi juga bertalian dengan seluruh pola kehidupannya. Dan berkaitan pula dengan seluruh perbuatan serta harapan-harapan manusia. Kaidah-kaidah dapat dimengerti, diajarkan dan disebar-luaskan di kalangan warga masyarakat melalui bahasa dan lambang-lambang (simbol-simbol) tertentu. Sesuatu “kata” dalam masyarakat bersangkutan, ada kalanya juga merupakan suatu lambang (simbol). Kaidah-kaidah tersebut selalu mengalami perubahan, dan ini memerlukan suatu proses belajar yang bertalian dengan situasi-situasi yarg disusun kembali melalui perubahan dalam simbol-simbol, lambang-lambang adalah pengejawantahan dari proses belajar, sehingga kita seolah-olah dapat naik menara-menara yang tinggi, lalu.memandang kearah yang dulu tidak kita kenal. Dengan demikian kita juga tahu, kearah mana kita harus berkiblat. “Dunia selalu berubah, sehingga kaidah-kaidahpun selalu harus ditinjau kembali.”The rules of the game,” tidak berlaku untuk selama-lamanya. Dikatakan oleh Prof. Dr. C.A van Peursen, “lambang-lambang merupakan penunjuk jalan di tengah-tengah kesimpang-siuran perbuatan manusiawi; sekaligus merupakan pula tanda-tanda mengenai tanggung jawab manusiawi. Lambang itu melontarkan pertanyaan-pertanyaan kepada kita : Bagaimana kita menanggapi situasi ini ?” – Pemilihan seorang pemimpin seluruh rakyat yang bernama Presiden di kawal dengan ketat oleh tentara bersenjata lengkap seperti kini sedang berlangsung; adakah ia merupakan sebuah pertanyaan bagi kita? Kata-kata: “tenteram”, “aman”, dan “sejuk” menurut penguasa; adakah terpikir oleh kita bahwa justru ketiga kata tersebut merupakan perlambang dari situasi sebaliknya. Yakni “resah”, “tidak aman” dan “panas”.


Lewat “trial and error” kita bisa menjadi bijaksaan. Kekeliruan dan kesalahan, adakalanya bermanfaat. Namun dapat juga terjadi, bahwa manusia lewat kekeliruan dan kesalahannya, justru menjadi semakin tidak bijaksana dan semakin bodoh.


BERlTA-BERITA SEPUTAR KAMPUS

PESERTA KKN-UI PANDEGLANG TlBA Dl KAMPUS SALEMBA

Mm. 18- 3-1978 Empat puluh lima orang peserta KKN UI Pandeglang tanggal 16 Maret 1978, tiba di kampus UI Salemba (fakultas Teknik) dengan selamat. Dua buah bus membawa mereka dari daerah Banten itu dengan pengawalan yang cukup ketat dari tim mobil lalu lintas. “Rombongan berangkat dari Pandeglang pukul 13.30 WIB dimana sebelumnya mereka mengadakan perpisahan lebih dahulu dengan Bupati serta mayarakat setempat di Kabupatenan. Pada kesempatan itu dari UI hadir bapak Pringgodigdo,SH – Pembantu Rektor khusus bidang pengabdian masyarakat di UI. Pukul 18.00 WIB rombongan tiba di kampus UI ini yang kebetulan sedang di jaga ketat oleh mahasiswa UI sehubungan keadaan akhir-akhir ini. Para penjaga menyambut dengan hangat, sampai seorang berteriak, “merdeka,….. merdeka,…… merdeka.” Para peserta KKN tampak sibuk menurunkan barang-barang perlengkapan serta bingkisan dari Pandeglang yang cukup banyak. Tampak kelihatan kulit mereka kecoklatan, kena terik matahari rupanya. Ini menandakan mereka turun kelapangan dan ini boleh dikatakan Nyata-nyata Kerja disana. Sementara para peserta sibuk mengurus barang-barang, seorang rekan yang kebetulan menyambut kehadiran mahasiswa KKN ini berkomentar, “wah seperti pemuda ‘AMS’, “” Memangnya kenapa ? tanya seorang rekan. “itu pakaiannya hijau-hijau,” jawabnya singkat. Memang banyak peserta KKN itu mengenakan pakaian seragam (secara kebetulan) hijau uniform militer. Yang kalau pinjam istilah mode dikenal dengan “army look”

Betah, sedih, dan kangen Seorang mahasiswa peserta KKN menyatakan, “kami masih betah disana, waktu dua bulan setengah terasa singkat. Karena kami benar-benar bermasyarakat di sana dan kami merasakan seolah tinggal bersama keluarga sendiri.” “Kita benar-benar diservis,” kata seorang mahasiswi menambahkan. “Tadi kita sedih dan menangis sekarang gembira lagi,” kata peserta KKN dari Fakultas Sastra.” Bagaimana kabarnya Rawamangun ?” Ia bertanya. tandas. “beberapa minggu kemarin, pasukan Laksusda mengamankan kampus dan mencabut Poster, yang hangat terjadi pada hari Jum’at tanngal 24 Februari di Fakultas Hukum. Disini terjadi “penembakan” dan penangkapan. Korban penyerbuan ini, tiga orang, satu kena bayonet dua kena popor,” jawab penulis. “saya benar-benar kangen pada teman-teman dan keluarga. Soalnya dengan kejadian akhir-ahkir ini yang menimpa kampus kita serta adanya, berita teman-teman yang ditangkap membuat saya ingin melihat medan sebenarnya.” ucap seorang peserta KKN.

Desa Perdana Menjadi Kampung Kerja Nyata Sebuah desa dari salah satu. medan KKN UI 1978 ini telah dinilai hasil kerja terbaik oleh team KKN. Menurut seorang peserta, desa tersebut telah diselamatkan dari penyakit kronis “banjir.” Mahasiswa yang bertugas di daerah ini telah membuat semacam saluran dan pengalihan arus air. Masyarakat setempat sangat berterima kasih atas kerja para mahasiswa UI ini. Dengan berhasilnya membuat suatu bentuk kerja yang efektip maka pihak penyelengara KKN dan warga setempat sepakat menamakan daerah tersebut dengan nama “Kampung Kerja Nyata.”

Secara umum sebagai moderator “Para mahasiswa KKN ini secara umum merupakan “moderator” dalam melaksanakan tugasnya.” kata seorang peserta. “Tetapi disamping sebagai moderator, kami juga turun kelapangan secara aktif.” katanya menambahkan. Para peserta KKN ini dalam tugas kerjanya dibagi dalam beberapa bidang, misalnya khusus dalam bidang pertanian, pendidikan dan secara umum memberikan pula penerangan-penerangan yang bersifat edukatif. Ini dikemukakan oleh beberapa peserta ketika dihubungi.

Cinta Sepintas “Ini yang menarik,” kata seorang mahasiswi mengomentari.” Soal “cowo” kecantol “cewe” dan “cewe” kecantol “cowo” itu sih lumrah dalam hal seperti ini,” katanya menambahkan.” Cuma sayangnya hanya sementara.” seorang mahasiswa berkomentar. Dan tertawalah semua, cuma sang mahasiswi sedikit mencibir. Rupanya ada main antar mereka. “Sebenarnya itu soal kesan saja,” mahasiswi itu berketa dengan lembut dan sambil melirik, kitapun jadi mahfum. “Ada yang kecantol anak pak Lurah tidak?” tanya penulis. Mendengar ini para peserta KKN ini terbahak. “hampir-hampir kocantol, kalau engga ada ini sambil melirik kegadis manis peserta KKN maka apa boleh buat, menetaplah awak di Pandeglang,” kata peserta KKN yang sedang sibuk mengemas barang ini.

Kembali ke Kampus Dua setengah bulan mereka berada di Pandeglang, menunaikan tugas panggilan nusa dan bangsa sesuai dengan janji Tri Dharma perguruan tinggi; pendidikan, penelitian, dan pengabdian. Maka berangkatlah mereka dengan tabah dan tekad kuat. Kalau melihat peserta KKN ini jauh sebelum mereka berangkat ke Pandeglang, banyak diantara teman-tcmannya yang mengundurkan diri, dengan berbagai alasan. Namun demikian empat puluh lima orang peserta ini setelah dikurangi 2 orang. Seperti kita tahu, satu orang peserta tewas dalam kecelakaan dan satu orang lagi luka-luka berat yang tidak memungkinkan turut aktif. Namun perlu diperhatikan rasa disiplih dan menghargai lingkungan yang asing itu perlu diperhatikan secara serius terlepas dari nasib yang kurang baik. Yang jelas korban kecelakaan memang sudah takdir tetapi disiplin itu sangat perlu. Kampus Universitas Indonesia telah menanti mereka untuk kembali studi, namun keadaan menghendaki lain. Setiba di Kampus mereka tidak terus kuliah tetapi terus mengadakan aksi mogok sesuai dengan rekan-rekannya yang telah malakukannya terlebih dahulu. Dan inipun sesuai dengan tuntutan untuk menjaga Stabilitas negeri selama SU MPR RI tahun 1978 dari tanggal 11 sampai 23 Maret 1978. Toleransi dan konsekuensi tetap harus di jaga.


KISAH PERJALANAN PULANG MAHASISWA KKN-UI DARI PANDEGLANG : “GOLOK SOUVENIR BIKIN GARA-GARA “

Mm. 18-30-1978 Daerah Banten tempat para mahasisiwa UI ber KKN (Kuliah Kerja Nyata), bukanlah daerah dimana bisa didapatkan banyak souvenir macam-macam. seperti halnya daerah Bali. Paling banter cuma dua macam yang bisa di bawa oleh para, mahasiswa selama 3 bulan mengabdi di sana. Ilmu magic atau golok Banten yang cukup kesohor itu. Nah, yang terakhir ini, rupa-rupanya ada juga beberapa mahasiswa berhasil memilikinya; sebagai kenang-kenangan (tanda mata) dari masyarakat di tempat mereka bertugas. Ternyata dalam perjalanan pulang ke Jakarta, golok-golok souvenir tersebut menjadi gara-gara. Di Balaraja, mobil mahasiswa KKN-UI itu dikepung sepasukan tentara bersenjata siap tempur. Mungkin mereka menduga, para mahasiswa KKN-UI ini adalah pasukan pendekar kebal dari Pandeglang-Banten, yang akan menyerbu Gedung MPR/DPR Senayan. Cerita lengkapnya begini. Tanggal 16 Maret l978, pukul 13.30 Wib rombongan berangkat dari Pendopo Kabupaten Pandeglang. Pembantu Rektor Bidang Pengabdian Masyarakat Girindro Pringgodigdo SH, beserta Paban Rektor UI-Kapten Donald Siregar, sengaja menjemput ke sana untuk mencegah beberapa kemungkinan di dalam perjalanan. Dugaan kedua pembantu rektor UI ini, ternyata ada benarnya. Sebab sepanjang jalan dari Pandeglang ke Jakarta, ada 5 pos penjagaan, masing-masing di dekat Serang, di Balaraja, di Tangerang, di Batu Ceper, dan di Petojo. Menurut Paban Rektor UI, Kapten Donald Siregar, ketika rombongan mahasiswa KKN-UI tidak mengalami hambatan pada pos pertama di dekat Serang. Soalnya Paban Rektor dengan mobil Panitia Penyambutan, telah memberitahukan terlebih dahulu kepada komandan jaga di tempat tersebut. Lain halnya ketika rombongan tiba di Pos II-Balaraja. Waktu itu bis mahasiswa KKN-UI agak terpisah jauh dengan mobil Paban Rektor maupun dengan. mobil Pringgodigdo SH. Mobil Pembantu Rektor Bidang Pengabdian Masyarakat ini, ternyata sampai lebih dulu di pos penjagaan Balaraja, tanpa. mengetahui bahwa mobil para mahasiswa masih berada di belakang. Tak lama kemudian bis yang ditumpangi oleh 48 mahasiswa KKN-UI tersebut tadi, tlba di tempat itu. Lima orang prajurit naik ke bis, mameriksa barang-barang para penumpang. Dengan terkejut para prajurit tersebut menemukan beberapa batang golok milik mahasiswa. Salah seorang buru-buru melapor pada komandannya. Sang komandan segera memerintahkan seluruh anak buahnya untuk menyetelling bis para mahasiswa KKN-UI. Suasana agak tegang ! Tak lama kemudian, Kapten Donald tiba di tempat itu. Segera ia memberikan penjelasan-penjelasan kepada sang komandan tentara di sana, bahwa rombongan mahasiswa ini baru pulang KKN. Mereka sudah 3 bulan berada di Pandeglang, dan mereka sama sekali tidak mengetahui situasi di Jakarta,” Kata Kapten Donald kepada sang komandan itu. Untunglah sang komandan yang berpangkat Letnan Satu itu bisa mengerti ujar Kapten Donald kepada reporter Mm. Rombongan mahasiswa bukan hanya diizinkan meneruskan perjalanan, tetapi malah mendapat pengawalan yang cukup rapi dan ketat. Rombongan KKN-UI, mulai dari Pos Penjagaan Balaraja seolah-olah merupakan suatu konvoi mobil pejabat saja. Sirine dari mobil polisi lalu lintas meraung-raung sepanjang jalan. Sementara formasi konvoi: satu mobil patroli polantas di depan, kemudiah mobil Pringgodigdo SH, lalu. mobil Kapten Donald Siregar, bis yang ditumpangi mahasiswa KKN-UI, bis barang para mahasiswa, diikuti oleh satu jeep polantas dengan sirine yang mengaung-ngaung tadi, tetakhir satu pick-up tentara bersenjata longkap. Pengawalan istimewa ini diteruskan secaro estafet hingga tiba di Jakarta. Di Tangerang, diadakan serah-terima tugas pengawalan kepada Kodim Tangerang, dalam formasi yang sama, hingga sampai ke pos Batu Ceper. Serah-terima di Batu Ceper agak lama (+ 20 menit), karena juga membicarakan soal route yang, akan dilewati rombongan setibanya di Jakarta. Tugas pengawalan dari Batu Ceper ke Petojo (depan asrama Yon 202), berada di tangan Kodim Jakarta Barat. Dan dari Petojo hingga ke Salemba UI tanggung jawab ada di tangan Kodim Jakarta Pusat. Perlu dicatat, walaupun penangung jawab pengawalan itu ada ditangan tentara, ternyata paukan pengawal sejak dari Tangerang sampai di Salemba, berasal dari Brimob-Polri. Oh ya, ada satu hal lagi. Bahwa di kiri-kanan mobil konvoi tadi, terdapat pula beberapa motor intel Melayu yang cukup gesit. Ketika beberapa. mahasiswa KKN-UI ditanya reporter Mm sehubungan dengan pengawalan secara istimewa itu, jawaban macam-macam. Ada yang merasa bahwa mereka seolah-olah rombongan pembesar, karena disepanjang jalan banyak menarik perhatian massa. Ada juga yang mengaku bahwa para mahasiswa mungkin salah-tingkah, dengan melambai-lambaikan tangan kepada massa di pinggiran jalan. Dan ada pula yang merasa geli melihat tingkah-pola para petugas kemanan negara kita itu. Namun Pembantu Rektor Bidang Pengabdian Masyarakatlah yang paling beruntung dengan pengawalan istimewa tersebut. Beliau dengan potongan badan yang bonafit, mobil dinas Datsun model terbaru, tampaknya benar-benar dikira oleh massa di pinggir jalanan, sebagai tamu negara. Atau setidak-tidaknya mereka bertanya: apakah yang dikawal petugas keamanan ini adalah calon Wakil Presiden RI?


Redaksi dan reporter Mm mengucapkan banyak terima kasih saudara-saudara yang telah memberikan sumbangan secara sukarela, sehingga MM kita ini bisa, terbit secara kontinyu 3 X dalam seminggu. Ucapan yang sama kami tujukan kepada SM FIPIA-UI, atas sumbangan konsumsi malam, tanggal 17-3-1978. Salam kompak !


TINJAUAN : BANGGAKAH ANDA MENJADI WARGA NEGARA INDONESIA ?

Mm. 18-31978 Awal bulan ini, presiden Carter mengundang pemimpin redaksi dan penerbit pers kampus se Amerika Serikat ke Gedung Putih. Dalam. sambutannya dia tidak mengatakan, Rajin-rajinlah belajar. Tetapi yang diucapkannya : “Banggalah kalian menjadi warga negara Amerika. Jika saya dan orang-orang pemerintah melakukan kesalahan, kritiklah kami”.


Banggakah kita jadi warganegra Indonesia sa’at ini. jika ada pertanyaan dari kawan-kawan negara tetangga : “Negara kamu subur dan kaya, tetapi kok rakyatnya melarat ? “Ini baru satu pertanyaan saja. Katakanlah yang mengajukan itu adalah seorag mahasiswa Singapura yang negaranya tidak punya tanah dan daerah-tambang yang seperti kita miliki. Di Malaysia, jika ada yang merokok dibioskop, pasti kena denda 500 ringgit. (hampir seratus ribu rupiah). Dan jangan juga buang sampah sembarangan. Pegang senjata tanpa ijin, bisa berakibat dituntut hukuman mati. Seorang menteri, atau orang terkemuka, bisa kena hina dina kalau berbuat curang; Pengadilan akan bertindak tegas. Pers-pun akan menyiarkannya. Singapura dan Maysia tidak banyak berbeda didalam ketegasan hukum. Dua negara ini pernah kita “ganyang” dahulu. Sudah dua belas tahun tidak ada lagi teriakan ganyang Malaysia. Negara yang pernah diganyang itu, terbukti lebih tertib dan teratur. Dan mungkin juga, jauh lebih demokratis. Sejak dua belas tahun belakangan ini pulalah kita menghendaki keteraturan, tegaknya hukum dan majunya perekonomian bangsa kita. Bagaimana hasilnya. ?


Kontrol sosial didalam suatu masyarakat, merupakan sesuatu yang sangat penting, jika masyarakat yang bersangkutan menghendaki tegaknya norma-norma. Konstitusi dan hukum hanya mungkin berwibawa, jika ada kontrol yang leluasa dan layak demi tegaknya lembaga-lembaga yang menjadi dasar terpenting dari kehidupan bernegara itu. Aspirasi masyarakat terhadap hukum dan keadilan harus selalu diperhatikan oleh para pembuat undang-undang dan penegak hukum. Masyarakat tidak dengan hukum, akan tetapi menghormati hukum. Seorang warganegara akan menerima-sanksi (hukuman) dengan ikhlas, apabila hukuman yang dijatuhkan itu dianggap pantas da adil. Akan tetapi, apakah demikian halnua yang terjadi dinegara kita sekarang ini ? Seorang maling kecil bisa ditimpa hukuman berat, dan maling besar borkaok-kaok bahwa hukum harus ditegakkan dan korupsi harus dimusnahkan.


Pembangunan memang harus sukses. Tujuan kita adalah masyarakat adil-makmur. Makmur memang belum. Makmur penekanannya adalah menaiknya pendapatan perseorangan (perkapita), jadi lebih konkrit, dan tidak dapat dicapai sekaligus dalam sekejap. Akan tetapi, yang namanya keadilan, tidak pula perlu di tunggu sampai seribu tahun lagi. Keadilan, merupakan suatu kebutuhan manusiawi. Begitu kita lahir, kita sudah mebutuhkannya. Dengan keadilan, bisa tercipta suasana saling menghormati, dan saling memperpacaya. Sekalipun keadilan memang agak abstrak dan relatif, tetapi. ada yang namanya rasa keadilan yang hidup di suatu masyarakat. Kalau hukum diharapkan dihormati masyarakat, rasa keadilan masyarakat ini merupakan sumber utama untuk menciptakan perundang-undangan atau peraturan-peraturan. Memang menurut konstitusi kita, pembuatan peraturan-perundang-undangan ada prosedurnya. Oleh karena itu ucapan seorang pejabat yang tak ada dasar hukumnya, bukan merupakan suatu peraturan hukum yag harus dipatuhi. Kecuali jika ucapannya disertai ancaman. Kalau begini caranya, itu berarti sudah mengkhianati rasa keadilan yang hidup di masyarakat. Dan jangan pula diharapkan masyarakat menjadi hormat kepada pejabat tersebut (ingat : sekarang. orang enggan menggunakan istilah pemimpin, karena memang sulit untuk melekatkan predikat ini kepada hampir semua pejabat), jika rasa keadilan yang hidup dimasyarakat diabaikannya.


Apakah yang bisa kita banggakan sekarang ini dari Indonesia ? Mungkin Anda akan menyebut Rudy Hartono, yang merajai peberapa kali All England. Mungkin anda akan menyebut penyair Chairil Anwar, atau W.S. Rendra. Ataut sebut saja Muchtar Lubis, atau Adnan Buyung Nasution yang mendapat beberapa kali penghargaan Internasional. Anda boleh juga bangga, karena Indonesia anggota Opec. Tetapi apakah semua itu membuat anda betul-betul sudah bangga menjadi warganegara Indonesia ? Apakah dalam keadaan sekarang ini kita sudah bangga jadi WNI ?


Di kabinet kitat selain terdapat jenderal-jenderal, juga duduk tehnokrat-tehnokrat. Tampaknya memang helat, dan pantas dibanggakan. Tapi marilah kita bertanya pada diri kita masing-masing secara jujur : Apakah kita sudah bangga ?


Pada tahun 1966, bangsa Indonesia mungkin boleh bangga dengan pers mahasiswa Indonesia. Peranan pers mahasiswa dalam menegakkan Orde Baru juga bukan sedikit. Sebut saja Harian “Kami”, dengan berbagai edisi, Mimbar Demokrasi, Mahasiswa Indonesia, dan tak terhitung lagi bulletin-majalah dan stensilan yang cukup banyak jumlahnya. Mereka tidak pernah minta diundang ke Istana Negara. Tetapi sekarang, media yang cukup berjasa itu sudah di lupakan, bahkan digusur. Masih banggakah anda membaca surat kabar hari ini, yang sudah tidak memuat lagi kejadian-kejadian yang lengkap tentang kemahasiswaan dan pelajar ? Anda tidak perlu bangga dengan pers kampus atau pers mahasiswa, karena sampai hari ini semua pers berciri kampus dan mahasiswa dilarang terbit; katanya sih, larangan sementara. Tetapi sampai kapan ? Inilah repotnya, banyak orang mulai berkata : Di Indonesia tidak ada lagi kepastian hukurn. Dari segi ini, anda boleh “bangga”


Selain sebagai mahasiswa, kita juga adalah warga kandung dari masyarakat. Dus berarti pula, mahasiswa, adalah jadi warganegara yang secara syah pula. Kata orang, mahasiswa adalah segelintir warganegara yang beruntung dapat mengenyam pendidikan diperguruan tinggi. Bahkan, ia diharapkan sebagai pemimpin republik ini kelak. Direncanakan atau tidak, proses ini pasti akan terjadi. Kalau diambil rata-rata usia orang Indonesia umumnyat paling tinggi enam puluh atau tujuh puluh tahun. Nakh, kalau kita perhatikan umur sebagian besar para pejabat yang berkuasa kini, rata-rata berumur sudah empat puluh lima keatas, yang berarti sudah lebih tiga perempat usinya kini. Atau dengan perkataan lain, tiga perempat badan para pejabat kita itu sudah masuk tanah, sedangkan yang tinggal sekarang cuma sepertiga bagian tubuhnya keatas saja.


Dinegara ini, sumber penghasilan nasional terbesar masih berasal dari minyak. Lantas, ditambah dengan bertumpuknya hutang kepada negara-negara asing. Sekedar catatan kita Saja, konon, setiap bayi yang baru lahir dipermukaan bumi republik ini, sudah dibebani kewajiban untuk melunasi hutang-hutang negara. Banggakah anda menjadi Warga Negara Indonesia ?

ABDUL HARIS NASUTION

Kepada . Rekan 2 Fraksi ABRi di MPR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

  1. Dengan adanya sidang MPR 1978 ini. pada “tahap regenerasi ” kini, dan pada awal dasawarsa ke 2 Orde Baru, “Orde Pembangunan” menurut istilah pimpinan ABRI 10 th yl. tak perlu kiranya penjelasan lebih lanjut, betapa sidang ini bukan berarti sekedar suatu sidang “rutine tiap 5 tahun”, melainkan ialah bahwa hasil2nya, khususnya tentang strategi dan kepemimpinan nasional, berposisi strategis terhadap perkembangan bagi generasi dan dasawarsa2 mendatang. Dari itu saya mohon maaf, mengganggu saudara2 anggota MPR, yg menurut UUD 45 “sepenuhnya” melakukan kedaulatan rakyat Indonesia, khusuanya saudara2 TNI yg sama menghayati Saptamarga, untuk menitipkan beberapa soal2 pokok dari ikrar2 perjuangan kita yg sampai kini belum dapat terselesaikan, walaupun telah sejak dulu kita nyatakan, ialah dalam rangka murni dan konsekwen melaksanakan UUD 45. Saya istilahkan menitipkan, ialah karena sebagai purnawirawan yg sejak 6 th sudah sepenuhnya berada diluar badan2 kenegaraan dan ketentaraan, maka hanya dapat menitipkan kepada saudara2 yg masih berada didalam. Saya minta maaf kedua kalinya, karena saya mengajukan soal2 pokok yang tidak termuat dalam rancangan2 yang diajukan oleh presiden kepada MPR. Tidak lain ialah terutama karena rasa tanggung jawab sejarah, bahwa dimasa pimpinan sayalah TNI resmi memulai kekaryaan ABRI, TNI memelopori dan mengamankan kembali ke UUD 45, serta dimasa MPRS 1966-lah kita secara konstitusionil membulatkan tekad untuk murni dan konsekwen melaksanakan UUD 45, sebagaimana tercantum dalam Tap X dan tergariskan dalam Tap XIV s/d XX.
  2. Adapun soal2 pokok (UUD 45) tadi yg masih perlu dikerjakan secara programatis demi pelaksanaan murni dan konsekwen UUDD ialah sbb.: (1). Pelaksanaan yg demokratis lebih maju dari psl 1 : “Kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR”. Hal ini menyangkut sistim pemilu dan cara pembentukan MPR/DPR/DPRD. Dengan sistim pemilu sekarang yg memilih tanda gambar beserta ketentuan2 yg menyertainya, dan pengangkatan wakil2 rakyat yg sekian banyak oleh Presiden, adalah kita masih jauh dari ketentuan dalam bagian pertama psl 1 tsb, jakni masih terlalu luas kedaulatan yg tidak “ditangan rakyat”. Baik kembali saya ingatkan kepada tekad kita dalam Seminar AD 1966 dulu dalam usaha menegakkan orde Baru. Dan dengan tata tertib sekarang, dimana setelah sidangnya yg pertama, maka praktisnya MPR hanya bisa lagi melakukan kedaulatan itu jika oleh DPR “diundang untuk persidangan istimewa”, maka berarti mengurangi terhadap “dilakukan sepenuhnya oleh MPR” kedaulatan itu. Saya dapat memahami, bahwa ketentuan UUD yg fondamantal ini, tidak bisa sekaligus sepenuhnya terlaksana, namun demi kewibawaan UUD itu perlulah kita semakin maju melaksanakannya. (2). Usaha yg programatis demi meniadakan badan2 yg extra-konstitusionil, seperti a.l. Pangkopkamtib. Kita berkeyakinan, sebagaimana juga dihayati dalam Pernyataan ABRI 5 Mei 1966, yg saya telah ikut menanda-tanganinya dulu, bahwa menurut Penjelasan UUD 45, sistim UUD 45 itu adalah “hanya memuat aturan2 pokok, sedang aturan2 yg menyelenggarakan aturan pokok itu diserahkan kepada UU yg lebih mudah caranya membuat, merubah dan mencabut”. Namun “sifat aturan yg tertulis itu mengikat”. Demikianlah, mengenai isi Pangkopkamtib itu sebagai kekuasaan darurat telah ada ketentuan dalam psl 12 UUD 45 : “Presiden menyatakan keadaan bahaya. Syarat2 dan akibatnya keadaan bahaya di tetapkan dengan UU”. Adalah kewajiban kita secara nyata programatis mengembalikannya kepada ketentuan UUD 45, apalagi sudah 12 tahun usia bedan extra-konstitusionil ini, yg dulu telah lahir sebagai kebijaksanaan Presiden/Pangti/PBR pada tgl 2 Oktober 1965 dalam mempertahankan Perintah beliau tgl 1 Oktober 1965; “Bahwa pimpinan Angkatan Darat RI sementara berada langsung dalam tangan Pres/Pangti ABRI” terhadap kenyataan “konvensi” AD yg berlaku, bahwa Pangkostrad bertindak sebagai pds Panglima AD jika Pangad berhalangan. Yakni sebagaimana pengumuman Mayjen Suharto tgl 3 Oktober 1965 sekembali dari istana Bogor. “………maka saya Mayjen Suharto, yg sejak terjadinya peristiwa 30 September 1965 memegang sementara pimpinan AD menyatakan bahwa mulai saat ini pimpinan AD dipegang langsung oleh PYM Pres/Pangti ABRI. Kepada saya masih diberi tugas oleh PYM Pres/Pangti ABRI untuk mengembalikan keamanan seperti sedia kala………..” Saya dapat memahami, bahwaa hal ketentuan UUD 45 itu tidak bisa sekaligus terlaksana, namun demi kewibawaan UUD itu perlulah kita semakin maju melaksanakannya. (3). Usaha yg programatis demi pelaksanaan “hak2nya warganegara” dan “kedudukan penduduk” dalam psl 27 sampai 34 yg menurut Penjelasan UUD ialah “rnemuat hasrat bangsa Indonesia untuk membangun negara yg bersifat demokratis dan yg hendak menyelenggarakan keadilan sosial dan perikemanusiaan”. Umumnya oleh UUD sendiri diperintahkan pula pembuatan UU organiknya seperti psl 28 mengenai “kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan”, psl 30 mengenai “berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan negara” dstnya. Kesemuanya telah jadi tekad kita dalam MPRS 1966 dalam Tap XIV “perincian hak2 azasi manusia”, yg dulu telah dapat kita mufakati perumusan2nya, tapi yg telah buntu dalam MPRS 1968 yg komposisinya telah banyak sekali berubah sesudah “Penyegaran ” oleh Pengemban Tap IX MPRS. Saya minta perhatian untuk adanya program konkrit untuk pelaksanaan yg lebih maju dari psl 28 tadi. Kemudian dari. psl 27: “Segala Warga Negara bersamaan kedudukannya didalam hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualianya” dan psl 31 tentang pendudukan : “Tiap2 Warga Negara berhak mendapatkan pengajaran” Saya dapat memahami, bahwa hal ketentuan2 UUD 45 inipun tidak bisa sekaligus terlaksana, namun demi kewibawaan UUD itu perlulah kita semakin maju melaksanakannya. (4). Usaha yg programatis mengakhiri keberlakuan materi Penpres2 dari masa Orla yg tidak sesuai dengan pemurnian pelaksanaan UUD 45, sebagaimana telah kita tekadkan pada th 1966, a.l. mengenai PenPres tentang subversi, yg masih diformilkan dengan UU. Saya dapat memahami, bahwa hal ketentuan UUD 45 tentang inipun tidak bisa sekaligus terlaksana, namun demi kewibawaan UUD itu perlulah kita semakin maju melaksanakannya. (5). Pelaksanaan pemilihan Presiden seperti ketentuan psl 6: “Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh MPR dengan suara terbanyak”. Kiranya setelah 12 th Orde Baru sudah dapat pasal ini dilaksanakan secara murni dan konsekwen menurut huruf dan jiwanya, yakni dengan cara yg betul2 tanpa lagi mengurangi makna “dipilih”. (6). Usaha yg programatis menuju kemajuan pelaksanaan psl 33, khususnya terhadap gejala praktek kini yg membawakan kecenderungan memusatnya kekuasaan ekonomi kepada kelompok2 tertentu, hingga menjauhkan kita dari pelaksanaan psl 27 mengenai “kebersamaan kedudukannya” segala “Warga Negara “dengan tidak ada kecualinya”, “berhak atas pekerjaan dan penghidupan yg layak bagi kemanusiaan”, dan psl 33 “perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan”. (7). Mengingat Presiden menyampaikan pertanggung jawab kepada MPR 1978 kiranya perlu dikoreksi konstitusionil terhadap Tap I MPR 1973 yg dalam psl 110 telah menentukan Presiden mempertanggungjawabkan mandatnya kepada MPR yg oleh psl 1 ditentukan “ialah MPR hasil Pemilu yg anggota2nya diresmikan pada tgl 1 Oktober 1972” (ps1. l). Justru Tap I/1973 ini telah menentukan bahwa Tap ini mempunyai kekuatan hukum mengikat keluar dan kedalam” (psl 102), tidak dapat dibatalkan oleh lembaga negara lain” dan MPR-lah yg dapat “memberikan penjelasan yg bersifat penafsiran” (psl 4), dikunci dengan ketentuan dari lembaga kekuasaan tertinggi ini: “Segala ketentuan yg bertentangan dengan peraturan tata-tertib ini dinyatakan tidak berlaku” (psl 121). Inilah satu2-nya Tap MPR yg menentukan, bahwa Tap inilah yg berlaku, kalau ada perbedaan. Hal ini telah ramai dipersoalkan dan penyelesaian konstitusionil adalah begitu penting demi penegakan nilai2 UUD 45.
  3. Telah lebih 4 windhu usia RI. telah lebih 4 windhu TNI kita yg mengemban “amanat 1945”: UUD adalah azas dan politik tentara”. Sbg panglima dari masa 45-an itu, semasa menghadapi penyimpangan2, seperti dalam soal “Linggarjati”, “Renville” dan kemudian KMB, yg isinya menyimpang dari Proklamasi 1945 yg “disusunlah Kemerdekan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu UUD Negara Indonesia” (Pembukaan UUD 45), maka masih teringat berkali2 ketegasan TNI melalui Panglima Besar, sampai terakhir terjadinya surat permohonan berhenti beliau pada tgl 1 Agustus 1948. Adalah dalam meneruskan garis perjuangan TNI tsb, maka setelah pergolakan2 dan krisis2 nasional th 50-an, kita (TNI) menuntut kembali ke UUD 45 (Surat KSAD Agustus 1958 menghadapi konsepsi demokrasi terpimpin) dan setelah tragedi nasional 1965 mentekadkan pelaksanaan murni dah konsekwen UUD 45. Tidak terlambat kiranya. kalau TNI generasi 45 dalam tahap regenerasi ini merampungkan missinya untuk tertegaknya hal2 yg pokok dalam pelaksanaan UUD itu. Apalagi diperingatkan oleh suasana pada awal dasawarsa ke 2 Orde Baru ini, suasana prihatin yg menyertai berlangsungnya Sidang MPR kali ini.

Insya Allah SWT.

Wassalam Jakarta, 11 Maret 1978

A.H. Nasution (Jenderal Purn.TNI)

Tembusan kepada : 1. MPR/DPR/DPRD. 2. Teman2 seperjuangan.