Hikmah Kasus KPK bagi Kasus UI
(Bukan) suatu kebetulan pada tanggal 17 Mei besok Majelis Wali Amanat (MWA) UI akan melantik dan melakukan serah terima jabatan Rektor UI dari Pjs. Rektor UI Prof.Dr. Djoko Santoso, M.Sc kepada Pj. Rektor UI Prof. Dr. Ir. Muhammad Anis, M.Met pada Jumat siang. Pada tanggal itu pula KPK akan mengumumkan secara resmi tersangka kasus penyediaan IT di Perpustakaan Pusat UI. (diduga KPK akan mengumumkannya pada Jumat sore atau malam hari).
MWA UI berketatapan hati (tentunya setelah ada usulan dari Senat Akademik UI) mengangkat Prof. M. Anis yang sebelumnya menjabat Wakil Rektor Bidang Akademik dan kemahasiswaan dan kemudian menjadi Pelaksana Harian Rektor UI, ketika MWA UI mengangkat Dirjen Dikti sebagai Pjs. Rektor UI. Konon katanya walaupun hanya setingkat Pj (pejabat) tetapi mempunyai kewenangan penuh sebagai Rektor. Kalau Rektor UI definitif persyaratannya harus melalui proses seleksi dan mengajukan lamaran, kemduian dilakukan pemilihan di tingkat Senat Akademik Universitas, kemudian dilakukan pemilihan yang dilakukan oleh para anggota MWA.
Kasus KPK ada kesamaan dengan kasus di UI, dimana pimpinanna tersangkut masalah korupsi dan akan dibuktikan salah benarnya di pengadilan. Para pihak di UI barangkali harus kooperatif dengan KPK supaya proses penyelidikan dan penyidikan cepat. Tidak harus pasang spanduk atau menggembosi ban mobil pimpinan. Apalagi berkilah itu urusan pribadi bukan urusan lembaga. Sebagai lembaga akademis semestinya menjadi contoh bagi yang lain, tidak harus mempermasalahkan surat-surat atau prosedural dalam pemeriksaan dan penyitaan barang, apalagi memperkarakan petugas. Tidak usah pula saling tuduh menuduh, beradu argumen. Biarlah itu urusannya jaksa dan pembela di pengadilan.
Kampus sudah terlalu lama berada dalam ketidakpastian hukum dan kebijakan serta arah universitas karena tidak ada pimpinan yang definitif yang menentukan kebijakan. Kasus PTUN yang dialami UI juga, jika sekiranya memang kontra produktif, tidak usah harus diperpanjang. Cara jalan yang terbaik. Karena gejalanya sekarang, sudah duakali Mendikbud, Dirjen Dikti dan Rektor UI dikalahkan dalam sidang pengadilan PTUN, karena kelalaian dari penasihat ahli hukum Mendikbud yang tidak bisa melihat mencari jalan terbaik untuk mengakhiri kemelut yang terjadi di UI.
UI masih ditunggu masyarakat sumbangan pemikiran untuk memecahkan persoalan bangsa. Kalau energi dan waktu dihabiskan untuk berkonflik sesama sivitas akademika berlalrut-larut, rasanya tidak sehat dan tidak mendidik. Cukup sekali saja peristiwa ini dialami UI.(140513)