Mendokumentasikan “Hari-hari Terakhir”
Sangat jarang dan bahkan bisa dihitung dengan sebelah jari melakukan dokumentasi video kegiatan pemakaman seseorang. Bisa dihitung dengan sebelah tangan. Tetapi selalu ada nuansa lain yang punya makna mendalam tentang peristiwa pemakaman seseorang, seperti pengalaman berikut di bawah ini.
Pada tahun 1986 melakukan dokumentasi video pemakaman dr. Indro Suwandi, seorang perintis/pendiri Fakultas Ilmu Komputer UI. Waktu itu jenazah disemayamkan di selasar gedung Rektorat Kampus Salemba. Tidak banyak yang hadir pada saat penyemayaman jenazah. Mungkin karena namanya belum begitu dikenal di kalangan pimpinan UI. Lain misalnya pada saat pemakaman Prof.Dr. Nugroho Notosusanto meninggal dunia (1985). Jenazah disemayamkan di Aula Fakultas Kedokteran Kampus Salemba Jakarta. Tamu yang hadir juga beragam, tamu Rektor UI dan tamu Mendikbud. Penulis sempat mengikuti saat disemayamkan di rumah dinas Menteri, jalan Widya Chandra dan juga saat dilakukan pemakaman di TMP Kalibata. Pendokumentasian cukup lengkap dan rinci. Dan bahkan sempat juga mendokumentasikan kegiatan tahlilan 40 hari wafatnya di Wisma Yani Jalan taman Senopati Menteng.
Dokumentasi berikutnya, yaitu saat pemakaman anggota Mapala UI Norman Edwin dan Didik Nursyamsu, yang gugur saat melakukan pendakian gunung Aconcagua. Gunung tertinggi di Amerika Selatan (1990 an). Ketika di pemakaman Tanah Kusir, teman-teman Mapala penasaran apakah betul jenazah itu Norman Edwin, peti mati yang telah tertutup rapat, sempat dibongkar paksa, di dalam ambulance, sebelum dimakamkan. Sayangnya penulis tidak ikut masuk ke dalam ambulance. Pada pemakaman, kata sambutan dari Jacob Oetama pemimpin Umum Harian Kompas sangat mengesankan. Waktu pendakian itu Norman Edwin berstatus sebagai wartawan Kompas. Kebahagiaan seorang pendaki gunung sejati yaitu ketika tengah melakukan pendakian, maut menjemput.
Rektor UI Prof. Dr.Mahar Mardjono, sempat pula diabadikan saat meninggal dunia. Dokumentasi dilakukan pada waktu di rumah dan saat shalat jenazah di mesjid dekat rumah almarhum. Bahkan di masjid itu pula, dilakukan serah terima jenazah dengan upacara kemiliteran lengkap, karena Prof. Mahar Mardjono sempat menjadi tentara pelajar (TRIP). Bertindak sebagai inspektur Upacara May Jen (pur) dr. Hariadi Darmawan. Karena sesuatu hal, penulis tidak bisa mengikuti upacara pemakaman di TMP Kalibata.
Yang terakhir, saat Prof. Dr. Sujudi wafat, sempat melakukan dokumentasi waktu pelepasan jenazah di rumah dan saat pemakamannya di TMP Kalibata. Pada hari pertama meninggal tidak sempat didokumentasikan karena dalam perjalanan pulang dari bandara. Padahal waktu itu ada mantan Presiden Soeharto melayat dan cukup lama bertafakur di depan jenazah. Tidak seperti jenazah Prof.Dr. Nugroho Notosusanto, baik Jenazah Prof. Mahar Mardjono maupun jenazah Prof. Sujudi tidak sempat disemayamkan di Aula Fakultas Kedokteran Kampus Salemba .(070112)