Bimbingan Tiga Bambang Hasilkan Peluang Gelombang
Ini perkara membicarakan Bambang. Nama yang begitu “melegenda” dan fenomenal di lingkungan UI pada tahun akhir tahun 2000 an. Bayangkan saja, enam dekan dari duabelas fakultas di lingkungan UI dijabat oleh orang yang bernama bambang. Seorang teman di FISIP ikut suatu acara yang kebetulan diikuti oleh 4 orang Dekan yang bernama Bambang. Teman itu merasa kebingungan juga bagaimana caranya memanggil salah seorang diantaranya tanpa mengganggu yang lainnya. Sebab kalau dia bicara agak keras menyebut nama Bambang, pasti keempat bambang akan memberikan respon. Akhirnya dia punya akal, dengan menyebutkan nama jabatan dan fakultasnya saja tanpa harus menyebut nama.
Nama Bambang biasanya disingkat atau dipanggil menjadi “Bang”. Kalau mendengar kata “bang” penulis jadi ingat salah satu lagu Sunda yang biasa dinyanyikan anak-anak yang sedang bermain di halaman. Dalam salah satu lagu Sunda, ada kata-kata “bang” yang juga merupakan singkatan dari kata “gobang”. Lagu ini unik juga, karena di masing-masing baitnya mengambail suku kata terakhir dari bait lagu sebelumnya. Syair lagu tersebut adalah sebagai berikut.
Bang…, bang… kalima.. lima… gobang… bang…. Bangkong di tengah sawah…wah Wahai tukang bajigur…gur… Guru sakola dasar…sar… Saban poe ngajar…jar… Dst
Kali ini kita membicarakan nama Bambang sebagai pengajar/dosen. Hari Selasa lalu (12/07) Fakultas Teknik UI menyelenggarakan acara promosi doktor atas nama Wahyu Nirbito, seorang staf pengajar Departemen Mesin FTUI. Promotor, ko-promotornya serta seorang pengujinya bernama Bambang. Mereka itu adalah Bambang Sugiarto (Dekan sekaligus juga bertindak sebagai promoter). Ada pula Bambang Suryawan (ko-promotor, dosen FTUI) dan Bambang Daryanto (penguji, dosen ITS). Tiga Bambang ini bersama anggota tim penguji lainnya “menggembleng” wahyu Nirbito menjadi seorang doktor atas risetnya yang berjudul “Penentuan Kerusakan Dini pada Elemen Mesin Dinamis Bantalan Gelinding Melalui Deteksi Sinyal Penjalaran Gelombang Tegangan Frekuensi Tinggi.”
Wahyu Nirbito melakukan eksperimen dengan memanfaatkan sensor AE (Acoustic Emissions), yaitu gelombang tegangan yang mempunyai frekuensi yang sangat tinggi, tetapi dengan amplitude yang sangat rendah. Cara kerjanya, sinyal AE dipancarakan pada elemen mesin yang kemudian akan mendeteksi kerusakan pada elemen mesin. Hal ini bisa terjadi dikarenakan, pada kondisi saat-saat sangat awal yang kemudian terjadi keretakan, bahan dari elemen mesin mengalami regangan, sehingga melepaskan energi regangan yang dengan cepat membangkitkan gelombang tegangan, menjalar ke semua arah dengan bentuk yang sama dengan gelombang suara, yaitu bentuk gelombang Raleigh atau bentuk gelombang P longitudinal.
Penjalaran gelombang AE merupakan kejadian awal sebelum terjadi inisiasi retakan yang disebabkan kelelahan (fatigue), pertumbuhan lambat (creep) atau pembebanan yang kompleks. Saat itu sama sekali belum terjadi kerusakan fisik yang nyata seperti berupa retakan atau permukaan yang merekah apalagi pecah. Bila dipasang suatu alat dengan material yang dapat menangkap gelombang yang menjalar pada permukaan bidang itu, maka dengan demikian penjalaran gelombang AE akan dirasakan oleh material tersebut sebagai sensor sehingga menjadi terukur.Bila gelombang AE ini dapat dideteksi kemunculannya sebagai sinyal gelombang getar, maka sinyal kerusakan dini telah dapat diketahui sebelum tanda awal kerusakan timbul.
Teknik deteksi kerusakan dini ini merupakan suatu teknik baru selangkah lebih maju dari teknik-teknik analitis getaran atau deteksi kerusakan komponen mesin yang sudah umum digunakan selama ini. Teknik baru ini mampu mendeteksi suatu kerusakan dini sebelum kerusakan itu terjadi atau muncul di permukaan, sedangkan teknik yang sudah umum tersebut hanya bisa mendeteksi kerusakan yang sudah terjadi di permukaan dan badan mesinnya telah bergetar. Maka jadilah tiga Bambang membimbing Wahyu Nirbito membuka peluang “mengurusi” gelombang. (140711)