January 31, 2011

“Buah Tanaman” Prof.Dr.Harsono Suwardi, MA

Filed under: Uncategorized — rani @ 7:41 pm

Beberapa hari yang lalu mendapat sms dari seorang senior, yang menyatakan Prof. Dr. Harsono Suwardi, MA dirawat di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo karena sesak nafas. Kemudian di facebook (fb) ramai berseliweran ucapan semoga lekas sembuh dan bahkan ada yang mengucapkan selamat ulang tahun segala. Rupanya orang lebih suka berkomunikasi lewat fb, sampai-sampai orang sakit diberi ucapan selamat ulang tahun. Tetapi penulis kalau mendengar nama Prof. Harsono, maka terkenang ingatan kepada beberapa hal yang berkaitan dengan Prof. Harsono, walaupun tidak pernah secara langsung mendapat bimbingan atau mengikuti perkuliahan yang diberikan.

Tahun 1980, ketika penulis masuk menjadi mahasiswa FISIP, Prof. Harsono masing menyandang S2 kalau ke kampus terlihat memakai sedan yang berwarna kuning keemasan. Di Kampus Rawamangun barangkali hanya satu-satunya yang memakai sedan tersebut. Selain menjadi Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi FISIP UI, Prof. Harsono juga memimpin lembaga penelitian dan pengembangan komunikasi massa (LPPKM) yang berkantor di Menteng. Satu lembaga yang cukup bergengsi dan sering mendapat order penelitian. Penulis pun sempat ikut menjadi salah seorang anggota peneliti di Surade Sukabumi Selatan mengenai Keluarga Berencana. Hasil dari penelitian itu penulis belikan radio kaset. Itulah untuk pertama kalinya penulis mendapatkan penghasilan sewaktu berstatus mahasiswa.

Pengalaman berikutnya adalah sewaktu aktif di suratkabar Kampus Warta UI. Dalam Surat Tanda Terdaftar (STT) penerbitan khusus (kampus) yang dikeluarkan Departemen Penerangan RI tahun 1982, Penanggung Jawabnya rektor UI, sedangkan Prof. Harsono menjabat sebagai Pemimpin Umum dan Pemimpin redaksinya dipegang Dra. Ina Ratna Mariani, MA. Selain sebagai reporter, penulis juga yang selalu mengantarkan contoh terbitan SKK Warta UI ke pihak Departemen Penerangan di Jalan Merdeka Barat. Penulis juga yang selalu mengantarkan lay out Warta UI ke Percetakan PT. Metro Pos di Kawasan Industri Pulo Gadung. Walaupun kegiatan sehari-harinya yang aktif Dra. Ina Ratna Mariani, tetapi Prof. Harsono sewaktu-waktu ikut juga menghadiri rapat-rapat redaksi.

Penulis lupa-lupa ingat, apakah waktu upacara promosi doktornya serta pengukuhan sebagai guru besar sempat mendokumentasikannya. Tetapi yang penulis ingat adalah saat penerangan jurusan kepada mahasiswa baru komunikasi tahun 1989 di Kampus Depok. Dihadapan para mahasiswa baru Prof. Harsono menyatakan ada kemungkinan Jurusan Komunikasi sebagai jurusan yang pertama kali ada di FISIP UI menjadi fakultas sendiri terpisah dari FISIP. Tetapi kemudian tidak jadi menjadi fakultas karena ada beberapa persyaratan yang tidak bisa terpenuhi, misalnya harus didukung antara lain adanya beberapa pengajar yang sudah mencapai jenjang Guru Besar. Dalam perjalanan waktu, ide menjadi fakultas “bermetamorposis” dalam bentuk lain. Para mantan mahasiswa Prof. Harsono merintis bahkan menjabat petinggi Jurusan atau fakultas ilmu komunikasi di perguruan tinggi swasta. Sehingga bermunculan fakultas ilmu komunikasi yang berkualitas di berbagai perguruan tinggi swasta dan menjadi satu alternative bagi calon mahasiswa yang ingin mendalami bidang ilmu komunikasi. Walaupun demikian, tetap saja Komunikasi FISIP UI menjadi tujuan dan sangat diminati para calon mahasiswa.

Kenaikan Gaji Pejabat dan Dampaknya

Filed under: Uncategorized — rani @ 4:56 pm

Pemberitaan komentar tentang gaji presiden yang tidak naik selama 7 tahun ternyata bergulir terus dan berdampak luas kepada kehidupan pegawai lainnya di instansi pemerintahan. Ketika Menteri Keuangan menyatakan akan menaikkan gaji pejabat pemerintah termasuk presiden, semakin ramailah topik di kalangan masyarakat yang mengomentari tentang kenaikan gaji tersebut. Di lingkungan Pusat Administrasi Universitas Indonesia Kampus Depok. Hari ini (31/01) di dekat mesin absen dimana para pegawai biasa melakukan absensi, terlihat kota kardus untuk mengumpulkan sumbangan uang dari para pegawai UI.

Beberapa hari sebelumnya di kalangan para pegawai administrasi Universitas ramai dibicarakan tentang penghapusan uang tunjangan/lembur yang biasa didapat para pegawai. Dari beberapa orang didapat informasi memang penghasilan yang biasa didapat berkurang dari yang biasa didapat. Tetapi tidak jelas alasannya apa. Antara lain katanya karena penghasilan yang didapat berdasarkan perhitungan terlampau besar. Tetapi menurut para pegawai yang terkena kebijakan pemotongan, alasan pemotongan tidak jelas dan tidak transparan. Sehingga para pegawai tersebut ingin meminta penjelasan kepada pihak berwenang di UI. Kasus pemotongan penghasilan ini sempat terjadi pula di kalangan para pegawai Fakultas Ekonomi beberapa waktu lalu, ketika terjadi pergantian pimpinan fakultas. Di fakultas Ilmu Komputer juga saat ini terjadi pemotongan penghasilan terhadap beberapa pegawainya.

Rupanya para karyawan di lingkungan pusat administrasi merasa resah dan tidak nyaman dengan suasana yang terjadi saat ini. Mereka melampiaskan kekesalannya dengan membuat kotak amal, untuk mengumpulkan uang koin, untuk disumbangkan kepada para pejabat. Rencananya besok (01/02) mereka akan berkumpul untuk menyatukan pendapat dalam menyikapi pemotongan penghasilan ini.

Doktor Untuk Seniman Ajip Rosidi dan Taufik Ismail

Filed under: Uncategorized — rani @ 2:14 pm

Hari Senin pagi ini (31/01) Universitas Pajajaran (Unpad) Bandung memberikan gelar Doktor Honoris Causa kepada seniman Ajip Rosidi dalam suatu sidang Terbuka Senat Unpad dipimpin Rektor Prof.Dr. Ganjar Kurnia yang berlangsung di Kampus Jalan Dipati Ukur Bandung. Dua tahun lalu, tepatnya 31 Januari 2009 Universitas Indonesia juga memberikan gelar Doctor Honoris Causa kepada seniman Taufik Ismail, dalam suatu sidang terbuka Senat UI yang digabung dengan upacara wisuda, dipimpin Rektor UI Prof.Dr. gumilar Rusliwa Somantri.

Seperti suatu kebetulan, dua orang seniman mendapat gelar doktor dari dua Universitas ternama di Indonesia pada tanggal yang sama namun selisih dua tahun. Ini bukan suatu kebetulan semata-mata, melainkan mulai tumbuhnya kesadaran di lingkungan akademik (khususnya Departemen Pendidikan) akan pentingnya dan besarnya sumbangan yang diberikan seorang pekerja seni bagi pembangunan bangsa. Seperti yang dikatakan Rektor UI saat memberikan gelar doktor kepada Taufik Ismail. “Gelar doktor honoris causa tidak harus diberikan kepada orang-orang yang pencapaian keilmuannya luar biasa, tetapi juga kepada orang-orang yang luar biasa dari segi karya dan pengabdiannya kepada bangsa dan Negara. Para pekerja seni adalah para penegak panji-panji peradaban, orang-orang yang memberikan inspirasi di bidangnya masing-masing yang berjuang membangun bangsa.”

Taufik Ismail , lahir 25 Juni 1935, menyelesaikan pendidikan dokter hewan dari IPB tahun 1963 (dahulu bagian dari UI) pada awal kebangkitan Orde Baru dikenal sebagai penulis puisi dalam kumpulan tulisan yang diberi judul “Benteng” dan “Tirani.” Hingga sekarang masih aktif bergiat di bidang seni. Tahun 2003 mendapat gelar doktor honoris causa dari Universitas Negeri Yogyakarta.

Sementara Ajip Rosidi, lahir 31 Januari 1938, tidak selesai sekolah SMAnya sejak SMP sudah menulis puisi dan cerpen yang dimuat di berbagai media nasional. Peneliti dan penggiat budaya (khususnya Sunda) dan juga sempat menjadi Dosen bahasa Indonesia di Jepang selama beberapa tahun. Bahkan sempat menjadi Staf Ahli menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI. Pergaulannya yang luas membuat dia bisa diterima di berbagai kalangan, bahkan sempat diangkat pengurus Kesatuan Aksi Sarjana Indonesia (KASI) Ketika Orde Lama akan tumbang. Tahun 1990 sebetulnya Unpad akan memberikan gelar doktor, tetapi terhambat karena ada peraturan Menteri Pendidikan yang menyatakan gelar doktor honoris causa hanya boleh diberikan kepada seseorang yang telah menyelesaikan jenjang S1. Demikian seperti yang diungkapkan dalam biografinya dalam buku yang diberi judul “Hidup Tanpa Ijazah”.

Jaman sudah berubah, pemerintahan pun sudah berganti dari rezim Orde Baru digantikan Rezim Orde Reformasi. Perubahan atau reformasipun tampaknya merambah dalam berbagai bidang kehidupan, termasuk juga dalam bidang pendidikan. Kini orang tidak lagi terlalu terpaku kepada jenjang pendidikan seseorang untuk meraih gelar akademik tertinggi. Salah satu yang dapat menikmatinya adalah Ajip Rosidi. Mungkin orang pertama di Indonesia yang meraih gelar doktor yang sekolah menengahnya pun tidak selesai.

Gaya Avatar dan Dark Knight

Filed under: Uncategorized — rani @ 10:47 am

Perasaan prihatin bercampur ‘miris’ membaur dalam diri, saat membaca dan mendengar berita di berbagai media mengenai perkembangan peristiwa yang terjadi akhir-akhir ini yang menyangkut penyalahgunaan wewenang dan penegakkan hukum di tanah air. Seolah-olah Negara ini telah berlaku hukum rimba, siapa yang kuat dan mempunyai uang dialah yang menjadi pemenang, karena pemegang kekuasaan dan penegak hukum telah bertekuk lutut serta tidak berdaya terhadap kesewang-wenangan yang terjadi. Sepertinya dunia ini dikuasai dan berada dalam kekuasaan golongan ‘hitam’.

Berbagai komentar tentang situasi saat ini di tanah air sangat begitu beragam. Ada yang merasa geretan, ada yang memaki-baki dalam tulisan atau membeberkan tentang orang-orang yang terlibat, bahkan ada pula komentar ketidak percayaan terhadap kemampuan aparat dalam menegakkan hukum serta menuduhnya aparat pun turut “bermain” dalam lingkaran kejahatan. Rupanya masyarakat sudah tidak sabar lagi melihat perkembangan yang terjadi dan ingin serba cepat bisa menumpas kebatilan yang sudah sangat mencolok mata.

Pagi ini (31/01) secara selintas di televisi diputar kembali film kartun Avatar, yang pernah digandrungi para anak-anak dua tahun lalu. Satu jenis tontonan yang menyajikan seorang jagoan kebajikan yang melawan kebatilan dengan dasar falsafah ketimuran. Sang jagoan yang mempunyai keahlian mengolah angin dan air sebagai senjata untuk melumpuhkan lawan. Sementara sang penjahat mempunyai keahlian mengolah api sebagai senjata utamanya untuk membunuh lawan dan musuh-musuhnya. Penulis juga teringat dengan salah satu film Barat yang berjudul “Dark Knight” yang bercerita tentang seorang jagoan yang selalu beraksi di malam hari untuk membunuh para penjahat, yang tidak bisa ditangani aparat penegak hukum, karena tidak cukup bukti yang kuat untuk menjerat penjahat masuk penjara.

Solusi mana yang paling baik dalam menyelesaikan permasalahan di atas? Apakah dengan cara jagoan Avatar yang melumpuhkan para penjahat dengan lembut sehingga membuat penjahat menjadi sadar. Ataukan dengan cara ala sang jagoan dark knight yang menghabisi para penjahat dan aparat yang batil dengan kekerasan dan pembunuhan sehingga membuat orang jera atau tidak berani untuk mencoba melakukan kejahatan dan menyalahgunakan wewenang. Barangkali ada satu ungkapan atau renungan yang patut kita simak bersama dan resapi. KEBAIKAN SENANTIASA MENERANGI KEHIDUPAN WALAU KEKBURUKAN/KEJAHATAN SELALU INGIN MENUTUPINYA. Sedigjayanya kejahatan yang menguasai dan menjadi raja dunia, tetap akan dikalahkan kebaikan.

Jangan Pernah Lupa

Filed under: Uncategorized — rani @ 10:01 am

Hari Minggu kemarin (30/01) penulis bersama istri melakukan tazi’ah (melayat) kepada keluarga yang ditinggalkan ayah/suami tercinta salah satu keluarga di Bekasi. Mempunyai dua anak perempuan yang masih duduk di bangku sekolah menengah pertama. Meninggal secara mendadak pada sabtu malam dan dikuburkan pada minggu pagi.

Bukan suatu hal yang istimewa melawat kepada keluarga yang berduka dan sudah kerapkali mendatangi keluarga yang berduka. Tetapi kali ini sangat spesial. Teman sekantor istri di salah satu kementerian, orangnya masih muda berusia sekitar 40 tahunan, di kalangan sejawat di kantornya dikenal sebagai orang yang ramah, taat beribadah, pekerja keras dan setiap kali ke kantor senantiasa membawa makanan untuk dimakan bersama-sama teman sekantornya. Makanan yang dibawa makanan kecil seperti kacang dan makanan lainnya yang bisa kita beli di pasar. Tetapi teman-temannya sangat menikmati makanan yang dibawanya. Aktifitas terakhir pada hari Jum’at jam 7 pagi dia berolahraga di Monas dan jam 8 sudah sampai di kantor yang tidak jauh dari lapangan Monas.

Sementara itu, pada tanggal 20 Januari, seorang ibu yang sudah cukup dikenal di kalangan UI, selain aktif di kepengurusan koperasi Dikara Putri, suaminya mantan petinggi di Fakultas Ekonomi UI, meninggal karena terkena demam berdarah. Sudah beberapa tahun ginjalnya tidak berfungsi, sehingga seminggu tigakali harus cuci darah. Sehabis cuci darah terkena penyakit demam berdarah. Dua penyakit yang paradoksal, yang satu tidak boleh banyak minum air, tetapi yang satunya lagi justru harus banyak minum air. Menurut seorang pengurus koperasi, sebelum meninggal sempat berpesan sepertinya sudah mengetahui bahwa usianya tidak lama lagi.

Dua cerita di atas menunjukkan dua hal yang berbeda menjelang kematian. Meninggal secara mendadak di rumahnya dan bahkan keluarganyapun tidak mengetahuinya, karena sebelumnya tidak ada keluhan sakit. Sementara yang satunya lagi seperti sudah menyadari tidak akan berumur panjang. Peristiwa meninggal tentunya sangat mengejutkan pihak keluarga, sesuatu yang sangat tidak diinginkan tetapi pasti akan terjadi. Dalam buku “Psikolog Kematian” karya Komarudin Hidayat, kematian mendadak selalu mengejutkan pihak keluarga, berbeda bila sebelumnya didahului sakit yang cukup lama. Secara psikologis keluarga belum siap menerima kenyataan kepergian salah seorang anggota keluarganya. Hal ini yang menyebabkan kesedihan yang berlarut-larut.

Apa yang bisa ditarik pelajaran dari cerita tersebut di atas? Ingatlah selalu kepada yang Maha Pencipta. Sewaktu-waktu kita akan dipanggil MenghadapNYA. Entah dengan cara apa dan bagaimana proses terjadinya. Sudah siapkah kita dan keluarga menghadapinya?

January 25, 2011

Realitas Media, Tembak Kaki Kena Kepala

Filed under: Uncategorized — rani @ 2:40 pm

Suatu saat penulis pernah mengobrol dengan senior yang kini menjadi staf pengajar di FISIP. Dia menceritakan pengalamannya sewaktu mahasiswa mendapat tugas matakuliah menulis berita. Kebetulan ditugaskan untuk meliput pertandingan sepakbola. Padahal dia tidak suka menonton bola. Dia cari akal bagaimana bisa menyelesaikan tugas tersebut. Singkat cerita dia berhasil menyiasati tugas tersebut. Dia tanya kepada temannya yang menonton sepakbola, berapa skornya, siap saja yang mencetak gol dan siapa kapten kesebelasan serta wasitnya. Dengan modal informasi itu, maka dia buatlah berita, serta dikirimkan ke media umum. Akhirnya dia lulus matakuliah menulis berita.

Begitulah cerita seorang dosen senior menuliskan realitas suatu peristiwa ke dalam suatu tulisan berita yang juga biasa disebut dengan “realitas kamera” suatu istilah yang biasa dikemukakan dosen Filsafat Komunikasi, (alm) Prof. Dr. RHAA Djajusman Tanudikusumah, SISIP., MA. Realitas kamera hanya bisa menangkap sebagian kecil saja realitas suatu peristiwa yang terjadi, dan bahkan bisa ditulis tanpa kehadiran penulis dalam peristiwa tersebut. Karena itu bisa terjadi realitas kamera tidak selalu sesuai dengan peristiwa yang terjadi atau bahkan “lebih indah dari warna aslinya”. Dengan mengetahui hal ini sebetulnya sebagai peringatan untuk melihat realitas kamera sebagai suatu realitas yang relatif mendekati kebenaran, bukan suatu realitas kebenaran mutlak.

Yang harus diwaspadai adalah dampak dari realitas tersebut terhadap pembaca atau pemirsa. Karena apabila suatu realitas kamera sudah “ditembakkan” kepada khalayak pembaca/pemirsa, tak ada yang bisa mencegahnya lagi, bagaikan “bola api” yang bisa menyambar kesana kemari. Dan reaksi masyarakat pun tidak bisa diduga atau diprediksi dengan tepat. Bisa terjadi suatu realitas kamera yang dilemparkan kepada khalayak, maksud hati ingin “menembak kaki pencuri ” yang terjadi kemudian reaksi dari khalayak menjadi “tembakan yang mengenai kepala”.

Dari sini sebetulnya mengingatkan kita semua, untuk melihat dan memberikan reaksi yang wajar terhadap realitas kamera. Apalagi bila reaksi itu diberikan oleh orang yang tahu betul tentang seluk beluk ilmu realitas kamera. Seharusnya bisa lebih bijak dan lebih menentramkan suasana khalayak. Karena dengan demikian dapat terlihat kualitas intelektual seseorang.

January 13, 2011

MALARI Relevansinya dengan Keadaan Sekarang

Filed under: Uncategorized — rani @ 8:35 pm

Tidak semua orang mengetahui bagaimana awal mulanya Malapetaka Lima belas Januari 1974 (MALARI) meletus. Dan kenapa harus terjadi pada bulan Januari. Pada tanggal 8 Januari lalu, penulis bertemu dan mewawancarai dr. Hariman Siregar, salah seorang tokoh Malari yang menjabat sebagai Ketua Umum Dewan Mahasiswa Universitas Indonesia (DMUI) 1973-1974. Beberapa informasi penulis daapatkan pula dari beberapa sumber lainnya.

Pada mulanya Dewan Mahasiswa Universitas Indonesia menyelenggarakan peringatan Sumpah Pemuda tahun 1973 di Student Center Kampus Salemba Jakarta. Pada peringatan itu dibicarakan tentang arah pembangunan Indonesia.. DMUI melihat, pembangunan Indonesia terlalu bertumpu pada bantuan modal asing. Hal ini sangat berbahaya karena akan menyebabkan ketergantungan pada pihak asing

Karena itulah maka DMUI menggalang persatuan dengan DM perguruan tinggi lain, untuk mengingatkan pemerintah bahayanya pembangunan yang menggantungkan kepada bantuan asing. Tadinya akan dilakukan demonstrasi besar-besaran pada akhir tahun 1973. Tetapi karena Rektor UI Prof.Dr. Ir. Soemantri Brodjonegoro wafat, DMUI menyatakan berkabung dan demonstrasi akan dilaksanakan pada awal tahun.

Waktu itu Rektor UI merangkap jabatan sebagai Menteri Pertambangan. Rangkap jabatan ini menjadi salah satu sebab memperparah penyakit yang diderita Prof.Dr.Ir. Soemantri Brodjonegoro. Menurut penuturan Prof.Dr. Bambang Permadi, mantan Dekan FEUI, anak Prof. Soemantri, waktu itu ayahnya menghadapi persoalan yang cukup berat dengan kasus Pertamina yang dipimpin Ibnu Sutowo. Pada tahun 1973 itu, Harian Indonesia Raya yang dipimpin Mochtar Lubis sedang gencar-gencarnya memberitakan tentang “kebobrokan” Pertamina.

Januari 1974 mulai dilakukan aksi-aksi demonstrasi, mengingatkan pemerintah tentang bantuan asing. Rupanya rezim Soeharto menyadari potensi para mahasiswa kalau sudah “turun” ke jalan, karena dulu juga Orde Lama tumbang setelah mahasiswa melakukan demonstrasi. Karena sudah tidak mungkin lagi mencegah demo, akhirnya dilakukan “pengacauan” demonstrasi dengan melakukan pengrusakan dan penjarahan ke toko-toko, khususnya toko yang dimiliki etnis Tionghoa. Pola ini juga ternyata dilakukan pada waktu mahasiswa melakukan demonstrasi menuntut reformasi.

Relevansinya Malari dengan keadaan sekarang? Pembangunan perekonomian yang bergantung pada pinjaman dari pihak asing, tetap tidak akan bisa menyejahterakan rakyat, yang terjadi kita akan semakin terjerat dan terikat dengan aturan-aturan yang ditentukan pihak pemberi bantuan.

Gubernur Bengkulu dan Rektor UI

Filed under: Uncategorized — rani @ 3:08 pm

Hari ini (13/01) Menteri Dalam Negeri menandatangani surat permohonan pemberhentian sementara Gubernur Bengkulu terdakwa Agusrin Nadjamudin kepada Presiden Soeharto. Demikian berita berjalan siang ini di Metro TV. Tiba-tiba saja ingatan kembali kepada peristiwa tiga tahun silam, ketika di Kampus Universitas Indonesia (UI) Depok dilakukan penandatanganan kerjasama antara UI dengan beberapa Gubernur dan puluhan Bupati se-Indonesia, dalam paket bernama KISDI (Kerjasama Industri, Swasta dan pemerintah Daerah Indonesia) untuk memberikan kesempatan kepada putra daerah kuliah di UI dengan dibiayai secara penuh oleh pemerintah daerah masing-masing. Setelah menyelesaikan studinya diharapkan mereka mencurahkan tenaga dan pikirannya untuk kemajuan daerahnya masing-masing.

Pada kesempatan itu Gubernur Bengkulu yang terpilih menjadi Gubernur dibawah usia 40 tahun memberikan sambutan, mewakili para pejabat daerah lainnya. Dengan bangganya dia menyatakan ada kesamaan antara dirinya dengan Rektor UI. Terpilih secara demokratis, sama-sama muda dan memimpikan bisa membawa perubahan terhadap lingkungannya. Bahkan sang Gubernur sesumbar, menyamakan dengan Presiden Barack Obama, yang juga berusia muda membawa perubahan besar pada pemerintahan Amerika Serikat.

Namun kini apa yang terjadi, dia terperosok dengan pola perilaku pejabat Orde Baru yang korup. Perubahan yang terjadi adalah namanya masuk dalam salah satu daftar Gubernur Koruptor mengikuti jejak gubernur koruptor lainnya. Kenapa bisa terjadi demikian? Kurang pengalaman, merasa benar sendiri serta tidak mau mendengarkan pendapat orang lain yang lebih senior. Latar belakangnya tidak mempunyai pengalaman di bidang birokrasi, lulusan STM yang kemudian kerja serabutan di Jakarta. Ketika dia berhasil menjabat sebagai gubernur yang didukung salah satu parpol, mulailah dia lupa diri. Ciri khas dari orang muda yang cepat menanjak karirnya. Jangankan orang yang tidak punya pengalaman seluk beluk birokrasi, bahkan gubernur yang sudah merasakan “asam garam”nya birokrasi saja bisa terjerat dan tergoda untuk melakukan korupsi. Karena memang orang yang berkuasa itu cenderung untuk menyelewengkan kekuasaannya dan sangat terbuka sekali jalan ke arah itu. Hanya dengan dibentengi Iman yang kuat, rendah hati, mau mendengarkan pendapat orang lain, yang dapat mengerem penyalahgunaan kekuasaan.

January 12, 2011

Menjaga Kesehatan II

Filed under: Uncategorized — rani @ 11:34 pm

Rupanya perkara menjaga kesehatan yang menjadi pokok bahasan pada artikel kemarin itu mendapat “gayung bersambut” dengan salah seorang teman di SDM Pusat Administras Universitas Indonesia. Dia menceritakan pengalamannya sendiri, dalam usia kurang dari 50 tahun dia sempat mengalami pemasangan “cincin ring” pada salah satu pembuluh darahnya. Walaupun dia sekarang merasa fit dan tidak ada keluhan sesak nafas atau nyeri di dada sebelah kiri, tetapi dia menjaga betul keadaan tubuh dan kesehatannya.

Sekarang ini, tidak bisa lagi dibedakan hanya dari aspek fisik semata (misalnya gemuk atau kurus) untuk mengetahui seseorang itu terkena penyakit jantung. Teman yang diceritakan di atas secara fisik badannya tidak gemuk bahkan cenderung kurus, tetapi ternyata mengidap penyakit jantung koroner. Karena itu dia menyarankan supaya kita memeriksakan diri ke laboratorium mengecek kadar gula dalam darah. Kita juga harus sensitif terhadap perubahan yang terjadi pada tubuh kita. Di atas usia 40 tahun, dianjurkan minum obat askardia untuk mengencerkan darah. Hal ini juga atas saran seorang dokter yang ahli di bidang perdarahan.

Almarhum Prof.Dr. Nugroho Notosusanto meninggal (1985) karena stroke. Sehari sebelumnya baru saja menangani kasus protes mahasiswa asrama Daksinapati yang melakukan demo karena menolak kenaikan uang asrama dari Rp 15.000 menjadi Rp 25.000/semester. Uang kuliah non-eksakta waktu itu Rp30.000/semester dan eksakta Rp 45.000/semester. Tetapi sebetulnya bukan karena demonstrasi anak asrama, melainkan karena beban pekerjaan yang terlalu tinggi karena selain menjadi rektor, juga merangkap sebagai menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Padahal waktu itu, selama menjabat Rektor saja sudah banyak tentangan dan ketidaksetujuan dengan beberapa kebijakan yang diambilnya. Begitu menjadi menteri, tentangan semakin tajam terutama dalam hal “penemu” Pancasila itu bukan hanya Soekarno semata, berdasarkan kajian sejarah yang menjadi bidang keahliannya. Karena kasus jabatan rangkap itulah, maka pimpinan UI berikutnya, ketika diangkat menjadi menteri, dengan segera dia melepaskan (untuk sementara) jabatan fungsionalnya di lingkungan kampus.

Menjaga Kesehatan

Filed under: Uncategorized — rani @ 9:18 am

Kemarin (11/01) ketika masuk kantor bertemu dengan teman sekerja yang baru saja masuk kantor setelah beberapa hari berada di rumah sakit melakukan sehabis operasi batu ginjal. Seorang teman tidak masuk kantor telat karena mengurus ibunya diperiksa dokter, yang katanya ada batu berbentuk butiran pasir dalam ginjalnya. Hari ini suami seorang teman, baru dapat minum secara normal, setelah selama beberapa hari makan melalui selang yang dimasukkan ke lubang hidung, karena terkena penyakit jantung. Beberapa hari yang lalu ibu kakak saudara ipar, meninggal karena mengidap penyakit gula yang tidak pernah mau memeriksakan ke dokter. Dua minggu lalu, suami seorang teman meninggal dunia, usianya baru 34 tahun. Sebelumnya tidak ada keluhan apa-apa. Tengah malam menjelang subuh, suaminya mengeluh terengah-engah seperti susah bernafas, setelah itu diam tidak bergerak lagi.

Kita secara tidak sadar, selalu “mendzalimi” tubuh kita sendiri, tidak pernah sensitif terhadap sinyal-sinyal yang diberikan tubuh, apalagi memeriksakan kesehatan secara berkala. Semakin bertambah usia, tubuh kita pun semakin renta, tetapi kita selalu memaksakan diri untuk melakukan hal-hal yang diluar batas kemampuan tubuh kita, apakah itu karena tuntutan untuk mendapatkan penghasilan lebih, ataukah karena ada ambisi-ambisi lainnya. Kita juga selalu lupa untuk senantiasa menjaga keseimbangan memasukkan asupan-asupan makanan yang sesuai dengan kebutuhan tubuh. Salah satunya adalah asupan air. Terkadang kita suka lupa melihat banyak aneka makanan, selalu ingin mencoba semuanya. Disinilah awal mulanya “penyiksaan” tubuh. Makanan yang berlebihan tersimpan menumpuk dan menjadi awal bibit penyakit. Barangkali perlu juga kita mempelajari pola makan orang-orang yang panjang umur tetapi senantiasa sehat, tidak banyak penyakit.

Seorang teman punya resep khusus tentang asupan air ini, dia selalu menakar minuman dengan senantiasa minum minimal satu gelas air putih, setelah melaksanakan shalat lima waktu. Seorang teman tentara yang biasa bekerja keras baik secara fisik maupun mental di lapangan, apabila dia merasakan tubuhnya terlalu lelah atau cape, dia akan istirahat menghentikan segala aktifitas untuk beberapa waktu. Setelah itu, barulah dia melakukan aktifitas lagi. Bagaimana kita bisa tahu, saat-saat tubuh lelah penat dan perlu istirahat? Berdasarkan pengalaman semestinya kita bisa tahu. Cuma karena kita tidak sensitif dan abai terhadap “bahasa tubuh”, menyebabkan kita menjadi sasaran “serangan” penyakit. Hidup sehat itu harus dicari dan dipelajari serta diterapkan secara sungguh-sungguh.