Rupanya pelantikan Rektor UI dari waktu ke waktu mengalami perubahan sesuai dengan kehendak jaman, situasi dan kondisi yang berlangsung saat peristiwa itu terjadi. Sejak tahun 1982 hingga tahun 2007 UI sudah mengalami pergantian Rektor sebanyak 7 kali. Satu diantaranya Wakil Rektor I UI sebagai pejabat rektor (caretaker), menyelesaikan masa tugas yang ditinggalkan rektor yang meninggal dunia.
Januari 1982, Prof.Dr. Mahar Mardjono secara resmi melakukan serah terima jabatan kepada Rektor UI yang baru Prof.Dr. Nugroho Notosusanto. Tempat pelantikan berlangsung di Aula Fakultas Kedokteran Kampus Salemba Jakarta. Yang melantik Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (Dirjen Dikti Mendikbud – sebutan waktu itu) Prof.Dr.Ir. Doddy Tisnaamidjaja. Mendikbud saat itu dijabat Dr. Daoed Joesoef (alumni FEUI) tidak hadir. Diduga tidak hadir karena saat itu para mahasiswa khususnya fungsionaris Dewan Mahasiswa UI sangat anti dengan kepemimpinan Daud Jeoseof. Pada saat pelantikan Prof.Dr. Nugroho Notosusanto pun terjadi kegaduhan di dalam aula. Saat Rektor baru mengucapkan sumpah jabatan, tiba-tiba saja terdengar letusan petasan yang cukup nyaring. Usai pelantikan, Dewan Mahasiswa UI mendaulat Rektor baru dan Rektor lama untuk mengadakan dialog dengan para mahasiswa. Di tengah-tengah dialog itu, di bagian belakang terlihat spanduk dengan tulisan yang cukup besar “Jangan nodai Kampus Kami dengan sepatu lars”. Peristiwa ini ditulis harian Kompas serta Majalah tempo dan dapat dilihat pula pada buku berjudul ‘Wawasan Almamater” yang diterbitkan UI Press.
Tahun 1986 Pejabat Rektor UI Prof.dr. WAFJ Tumbelaka (menggantikan Prof.Dr. Nugroho Notosusanto yang meninggal bulan Juni 1985) menyerahkan jabatan Rektor UI kepada Prof.Dr. Sujudi yang sebelumnya menjabat sebagai Kepala Lembaga Penelitian UI. Pelantikan dilakukan langsung Mendikbud Prof.Dr. Fuad Hassan (Guru Besar Fakultas Psikologi UI). Tempat pelantikan berlangsung di Aula Fakultas Kedokteran Kampus Salemba Jakarta. Tidak ada insiden yang terjadi, pelantikan berlangsung aman dan lancar. Pada saat itu, dilakukan pula serah terima jabatan Ketua Dharma Wanita UI dari Ny. WAFJ Tumbelaka kepada Ny. Faica Sujudi. Waktu itu Dharma Wanita masih eksis di lingkungan instansi pemerintahan.
Saat pergantian kepemimpinan Rektor dari Prof. Dr. Sujudi kepada Prof.dr. M.K. Tadjudin tahun 1994 berlangsung di Gedung Balairung Kampus Depok. Ada tradisi baru, dimana sebelum dilangsungkan pelantikan dan serah terima jabatan Rektor, diadakan dahulu pengajian dan pembacaan sari tilawah ayat suci Al-Qur’an. Waktu itu yang melantik adalah Mendiknas Prof.Dr. Ing Wardiman Djojonegoro (salah seorang dewan Kehormatan Ikatan Cendekiawan Muslimin Indonesia/ICMI).
Tahun 1998 pelantikan dan serah terima jabatan rektor dari Prof. dr. M.K. Tadjudin kepada Prof.Dr.dr. Asman Budisantoso Ranakusuma dilakukan di Balairung juga. Pelantikan dilakukan Mendiknas Prof. Malik Fadjar, M.Sc. Sistem Pemilihannya yaitu dipilih anggota Senat UI, yang terdiri dari pimpinan fakultas dan para Guru Besar. Waktu itu Fakultas yang paling banyak Guru Besarnya yaitu Kedokteran.Pada Periode Kepemimpinan Rektor Prof.Dr.dr.Asman Budisantoso inilah mulai digodok konsep Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum Milik Negara (PTN BHMN). Juga mulai disosialisasikan konsep tersebut kepada warga UI. Ketika konsep itu menjadi Peraturan Pemerintah (PP) yang ditandatangani Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) 26 Desember 2000, timbul masalah. Bagaimana tata cara pemilihan Rektor yang sesuai dengan PP PTN BHMN tersebut. Akhirnya perlu waktu dua tahun untuk mempersiapkan membentuk Majelis Wali Amanat (MWA) institusi yang berhak untuk memilih Rektor UI.
Akhirnya dilakukan sistem pemilihan Rektor UI versi BHMN, dimana calon rektor mengajukan diri dengan menyertakan proposal yang berisikan riwayat hidup serta rencana kerja kalau terpilih nanti menjadi Rektor. Calon Rektor juga terbuka bagi kalangan di luar kampus UI. Ada satu tim bentukan MWA yang menyeleksi bakal calon Rektor, hingga akhirnya disaring hanya ada dua kandidat calon rektor. Dua calon ini diadu berdebat di depan umum, sebelum akhirnya para anggota MWA memilih calon mana yang layak menjadi Rektor. Untuk pertama kalinya, tahun 2002 UI mendapat Rektor yang sesuai dengan PTN BHMN. Akhirnya terpilih Prof.Dr. Usman Chatib Warsa, Sp.MK., Ph.D yang mengalahkan hanya satu suara saja dari calon lainnya yaitu Prof.Dr. Martani Huseini.
Ketika akan dilantik timbul masalah, Siapa yang berhak melantik? Apakah Mendiknas? Karena Mendiknas anggota MWA UI, maka ketua MWA lah yang berhak melantik. Waktu itu yang menjabat Ketua MWA UI Dr. Mochtar Riady (Bos Lippo Group). Ada yang berpendapat, tidak rela Mochtar Riady Melantik Rektor UI. Akhirnya diambil jalan tengah, calon Rektor UI sendiri yang membacakan teks pelantikannya, sebagaimana yang dilakukan Presiden RI dihadapan para Ketua dan anggota MPR RI. Itu pula yang dilakukan Rektor UI terpilih berikutnya (2007) Prof.Dr.derSoz Gumilar Rusliwa Somantri. Tetapi ada tambahannya. Pada saat pelantikannya itu sengaja diundang para Rektor PTN BHMN lainnya serta Rektor yang dahulu universitasnya berada dibawah naungan UI.
Waktu itu belum terpikirkan, apa makna dibalik mengundang dan berfoto bersama para rektor tersebut. Sekarang ternyata ada jawabannya, itu pertanda semacam “perpisahan”atau ucapan “selamat tinggal PTN BHMN”, karena sekarang harus berbalik kembali kepada perguruan tinggi negeri seperti sediakala sebelum menjadi PTN BHMN, setelah Mahkaman Konstitusi (MK) membatalkan Undang Undang Badah Hukum Pendidikan.