Yang Amat Sangat Terpelajar
Kita mengenal kata pelajar atau siswa, sebutan untuk seorang yang studi di sekolah dasar hingga sekoleh menengah. Begitu pula kata guru, mengacu kepada seorang yang memberikan pelajaran di tingkat sekolah dasar hingga menengah. Kita juga mengenal mahasiswa untuk sebutan seorang yang menuntut ilmu di tingkat pendidikan tinggi serta mahaguru atau guru besar merujuk kepada seseorang yang memberikan pelajaran di tingkat pendidikan tinggi. Dari pengertian ini kemudian berkembang istilah-istilah akademis lain yang mengadopsi dari istilah akademik yang berlaku di negeri Belanda, yang dulu mengembangkan pendidikan tinggi di Indonesia sejak sebelum proklamasi kemerdekaan hingga awal kemerdekaan NKRI.
Banyak hal atau tradisi akademik di lingkungna pendidikan tinggi (khususnya UI) yang aneh dan terkadang menggelikan.Tetapi karena itu sudah menjadi tradisi yang turun menurun sejak dahulu, maka sudah dianggap biasa dan lazim sehingga tidak menimbulkan suatu keanehan lagi. Pada masa tahun kedua perkuliahan, ketika mendapat tugas matakuliah teknik mencari dan menulis berita, ditugaskan untuk meliput kegiatan acara promosi doktor di suatu fakultas. Banyak istilah baru ditemukan. Misalnya saja promovendus/promovenda untuk calon doktor. Pastilah ini sebutan diambil dari bahasa Belanda. Kalau calon doktor akan menjawab pertanyaan yang diajukan penguji, calon doktor harus menyebutkan nama penanya kemudian disambung dengan menyebut sebutan tertentu,sesuai dengan gelar yang disandangnya. Misalnya kalau penanya bergelar doktor, maka calon doktor harus menyebutnya “Bapak/ibu Fulan yang amat terpelajar”. Kalau penanya bergelar professor,maka sebutannya “Bapak/ibu Fulan yang amat sangat terpelajar”. Kenapa sebutannya seperti itu, barangkali kita bisa mengira-ngira alasannya sebagai berikut. Kalau sebutan terpelajar diperuntukkan bagi mahasiswa jenjang S1, maka untuk doktor yang telah menyelesaikan jenjang S3 diberi sebutan “amat terpelajar”. Sedangkan untuk sebutan pengganti kata profesor, yang dari segi keilmuan sudah mumpuni melebihi kemampuan seorang doktor, dipakailah sebuan “yang amat sangat terpelajar”. Ketika calon doktor dinyatakan lulus, maka Ketua Sidang promosi pun akan dengan serta merta menyebut calon doktor dengan sebutan “yang amat terpelajar”. Tradisi akademik seperti ini berlangsung hingga akhir tahun 1990-an.
Setelah UI berstatus sebagai Badan Hukum Milik Negara (BHMN) tahun 2000, tradisi akademik tata cara promosi doktor ditata ulang kembali, termasuk sebutan-sebutan seperti tersebut di atas. Lebih disederhanakan dan disesuaikan dengan tradisi akademik yang bersifat egaliter.