p class=”MsoNormal”>“Pada jaman dahulu kala….. ada seorang Raja, kesukaannya sama pepaya
mentah. Apalagi pepaya matang……, sangat suka sekali……” Itu adalah
penggalan cerita yang didongengkan Bapak Mertua kepada dalam suatu kesempatansedang berkumpul bersilaturahmi bersama anak/mantu dan para cucunya.
Kemarin malam (30/05), baru saja menikmati buah pepaya dari pohon pepaya
yang tumbuh di depan rumah. Rasanya cukup manis, warna buahnya merah
kekuning-kuningan, nikmat sekali rasanya. Inilah untuk pertama kalinya
merasakan buah pepaya sejak ditanam tiga tahun lalu. Padahal pohonnya sempat
ditebang karena mengganggu tanaman lain
yang lebih kecil. Tetapi kemudian dari pangkal tempat ditebang, tumbuh lagi dua
pucuk pepaya dan menjadi batang yang tumbuh besar hingga berbuah lebat. Tiga
tahun lalu sehabis makan pepaya, bijinya ditebar di halaman depan rumah. Pepaya
tersebut didapat sehabis mengadakan
pertermuan di Megamendung Puncak.
Tiga tahun lalu bersama beberapa orang teman yang biasa suka kumpul-kumpul
pergi ke satu villa punya seorang teman di kawasan Megamendung Puncak Bogor. Kita mengobrol ngalor-ngidul sampai
akhirnya membicarakan bagaimana menyiasati seleksi pemilihan calon Rektor UI
tahun 2007. Diceritakan bagaimana melakukan trik-trik pendekatan kepada anggota
Majelis Wali Amanat (MWA) UI yang berjumlah duapuluh satu orang itu, yang akan
memilih calon Rektor UI. Misalnya bagaimana mendekati dua anggota MWA UI juga tokoh NU yang disegani. Kemudian
bagaimana pula mendekati Mendiknas untuk mendapatkan kepastian dukungannya,
karena suara Mendiknas cukup signifikan besar sebagai wakil pemerintah dalam MWA UI. Lalu bagaimana pula trik-trik
untuk mendapatkan suara perorangan dari anggota MWA UI. Kesemuanya mempunyai
kiat-kiat khusus yang berbeda-beda. Setelah yakin bisa mendapatkan dukungan
yang memadai, barulah mencalonkan diri dengan penuh keyakinan. Pulang dari
Megamendung, selain mendapat cerita yang eksklusif juga mendapat buah tangan
berupa singkong dan pepaya. Setelah beberapa waktu berselang usai pelantikan
rektor, beberapa anggota MWA UI
menduduki jabatan eksekutif di lingkungan fakultas dan pusat administrasi
universitas.
Persoalannya kemudian, bagaimana nanti harus menceritakan kepada anak cucu
tentang pengalaman di atas tadi? Mungkin
akan diceritakan seperti ini. ”Pada jaman dahulu ketika UI berstatus BHMN, ada
seorang raja ’kecil’ yang kemudian
menjadi raja ’besar’. Nah, raja besar itu kemudian memberikan pepaya kepada
pegawai ’kecil’ tapi berbadan besar……………”
Untuk menyambung cerita terdahulu mengenai suka duka membimbing calon doktor, berikut ini ada cerita tentang beberapa doktor lulusan UI yang mempunyaikisah suka duka agak berbeda dengan doktor lulusan UI lainnya. Terjadi beberapa tahun lalu di beberapafakultas lingkungan UI yang sangat aktif dalam mencetak doktor, para doktor tersebut profesinya berlatar belakangbirokrat ataupimpinan suatu lembaga/perusahaan swasta yang terkenal.
Sudah sering menyaksikan dan atau mendokumentasikan kegiatan acara promosi doktor di lingkungan UI. Kalau tidak silap sejak tahun 1980 an. Waktu itu UI ingin diakui sebagai universitas penghasil doktor sesuai dengan klasifikasi Carnegie. Salah satu syaratnya yaitu apabila universitas dapat mencetak/menghasilkan doktor dalam setahunnya tidak kurang 50 orang. Pernah dalam suatu masa Fakultas Psikologi sangat aktif menghasilkan puluhan orang doktor, karena ada program jenjang doktor yang tidak harus menempuh Jenjang S2 dengan persyaratan tertentu. Waktu itu memang belum diatur peserta S3 mengikuti perkuliahan secara terstruktur. Salah seorang yang termasuk dalam program ini yaitu pesohor (selebritis) Seto Mulyadi. Kita tahu kiprahnya di masyarakat terhadap hal yang berkaitan dengan anak sangat luar biasa dan belum ada tandingannya.
Dalam kesempatan lain, Fakultas Ekonomi UI berhasil mencetak doktor dengan yudisium cumlaude. Sang doktor tersebut adalah BRA Mooryati Soedibyo, yang mengajukan disertasi tentang keberlangsungan dan regenerasi dalam suatu perusahaan keluarga. Pesohor satu ini aktif mengurus perusahaan keluarga, juga menjadi penyelenggara pemilihan ratu Indonesia. Saat membuat disertasinya, masih aktif menjadi anggota DPR/MPR dari Dewan Perwakillan Daerah (DPD) DKI Jakarta. Timbul suara-suara sumbang, bagaimana seorang pesohor yang banyak kegiatannya bisa membuat disertasi yang menghasilkan yudisium cum laude? Jangan-jangan dibantu oleh promotornya (Rhenald Kasali) dan ko-promotornya (Firmanzah). Rupanya nada sumbang ini didengar promotornya. Rhenald Khasali dalam sambutannya usai pemberian gelar doktor memberikan kesaksian, Mooryati pantas menyandang doktor, karena otaknya memang cemerlang. Belakangan Firmanzah menjadi Dekan FEUI dan salah seorang mahasiswa Fakultas ekonomi menyabet gelar Ratu Indonesia. Dalam berbagai kesempatan menghadiri acara di UI, Mooryati datang selalu didampingi Ratu Indonesia. Dan terakhir Ratu Indonesia tahun 2010 yang terpilih adalah mahasiswa dari Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya UI.
Lain lagi yang terjadi pada seorang doktor lulusan UI , petinggi pejabat dari lingkungan suatu instansi pemerintah. Dalam acara promosi doktornya dirayakan mewah sekali bila dibandingkan dengan acara promosi doktor lainnya.Para pembimbingnya usai melaksanakan sidang promosi doktor dapat berkesempatan mengikuti seminar di luar negeri dalam waktu cukup lama.Biaya untuk mengikuti seminar di luar negeri cukup besar. Terakhir terbetik kabar, sang doktor tersebut ditangkap pihak berwajib, dituduh melakukan korupsi bahkan sampai menjerat anak istrinya, karena ternyata keduanya mempunyai simpanan uang yang cukup fantastis di rekening bank.