Pendidikan Karakter untuk Membangun Keberadaban Bangsa
Hari Minggu kemarin (02/05) tidak seperti biasanya, suasana di seputar gedung pusat administrasi universitas sangat ramai, bukan oleh orang yang sedang jogging, tetapi para pemangku kepentingan UI yang akan melaksanakan upacara memperingati hari Pendidikan Nasional. Halaman rotunda dipenuhi para pimpinan universitas/fakultas dan pegawai UI dari seluruh fakultas. Bertindak sebagai inspketur upacara Wakil Rektor I Dr.Ir.M. Anis, M.Met. Dalam tulisan berikut ini, mencoba untuk menggambarkan bagaimana pendidikan dapat membuat seorang melakukan mobilitas vertikal.
Usai upacara, bertemu dengan salah seorang pegawai Fakultas Kedokteran, yang ternyata tahun 1986 sempat menjadi ‘pesuruh’ di kantor redaksi SKK Warta UI Kampus Salemba Jakarta. Dia masih mengenali dengan baik para pengelola SKK Warta UI. Dia masih ingat kalau pada lagi lapar, minta dibelikan makanan di warung sebelah jalan mesjid ARH. Atau kalau koran datang dari percetakan, semalaman dilipat-lipat dan dimasukkan menjadi satu bundel dan diberi alamat kepada fakultas mana akan dikirim. Saat ini dia bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) Fakultas Kedokteran golongan III/c. Setelah tidak bekerja di Warta UI dia menyesaikan kuliah di salah satu akademi swasta. Dengan modal ijasah akademi itu dia melamar menjadi PNS di Fakultas Kedokteran.
Banyak teman di asrama Daksinapati UI berasal dari daerah/pelosok Jawa dan luar Jawa. Dengan berkuliah di UI banyak bergaul dengan berbagai orang dari berbagai kalangan. Rupanya ada seorang mahasiswi yang tertarik. Singkat cerita akhirnya keduanya sepakat untuk membentuk mahligai perkawinan. Maka keluarganya dari kampung di pelosok Jawa sana dibawa ke Jakarta untuk melamar. Tetapi sesampai di halaman depan rumah calon mempelai wanita, orang tua si laki-laki tidak mau masuk ke dalam rumah. Rupanya dia kaget dan tidak menyangka rumah calon besannya itu (menurut pandangannya) sangat mewah dan bagus sekali, tidak terbayangkan sebelumnya. Ternyata calon besannya itu seorang jenderal tentara dan punya kedudukan penting dalam pemerintahan.
Lain lagi cerita seorang teman asrama Daksinapati lainnya. Merasa kurang gagah dengan menyandang gelar Drs (S1), karena calon mertuanya orang terpandang dan pernah menjabat penguasa daerah, maka dia buat kartu undangan seperti yang dia inginkan. Lalu dia meminta komentarnya terhadap undanga tersebut. Disitu tertera nama dia, di depan namanya tercantum Drs dan di belakang nama dia tertulis Cand.PhD. Apa maksudnya? Dia cerita, itu kepanjangan dari kandidat doktor. Soalnya dia sudah terdaftar sebagai seorang mahasiswa program doktor di salah satu universitas di luar negeri.
Tetapi kini rupanya pendidikan saja belum cukup untuk membuat hidup bahagia. Dengan pengetahuan dan pendidikan tinggi yang didapat, banyak godaan menghadang. Kalau tidak hati-hati, salah-salah kita bisa tergelincir dan terjerumus dalam perilaku yang tidak terpuji. Kasus penggelapan pajak dan makelar kasus yang marak akhir-akhir ini, salah satu bukti, selain pendidikan tinggi, perlu pula dibekali dengan karakter. (Kasus seorang PNS Ditjen Pajak golongan III/A saja sudah berpenghasilan milyaran rupiah). Perbuatan penggelapan pajak juga membuat peradaban bangsa kita terpuruk. Karena itulah tampaknya Menteri Pendidikan Nasional sekarang ini, yang dikenal sebagai profesor yang agamis ini, dalam memperingati Hari Pendidikan Nasional tahun ini membuat slogan “PENDIDIKAN KARAKTER UNTUK MEMBANGUN PERADABAN BANGSA’.