Menyimak SIMAK UI
Tanggal 11 April 2010 lalu berkesempatan mengikuti pemantauan kegiatan Sistim Masuk Universitas Indonesia (SIMAK UI) ke berbagai sekolah bersama tim dari UI. Lokasi yang dipantau yaitu SMAN 68 Jakarta dan SMAN I Bogor. Dua tempat dari 52 lokasi yang menjadi tempat SIMAK UI. Dua lokasi di luar negeri yaitu di Malaysia dan China.
Di SMAN 68 Jakarta, seorang peserta ketahuan memakai jam tangan, yang ternyata benda tersebut komputer mini, diyakini berisi jawaban soal-soal yang sedang diujikan. Pada jam tangan tersebut terdapat urutan nomor dengan jawaban berupa hurup a, b, c dan d. Dalam keterangan waktu konferensi pers, Rektor UI menyatakan perbuatan yang dilakukan oknum peserta SIMAK UI tersebut tidak dilakukan sendirian, tetapi bekerja sama dengan yang lain, terutama dengan penyelenggara bimbingan tes. Jawaban yang ada pada komputer mini jam tangan tersebut belum tentu benar, karena tidak mungkin terjadi kebocoran soal, Rektor menjamin pengamanan soal SIMAK UI sangat ketat.
Teringat pengalaman masa lalu, saat menjalani ujian masuk UI di Stadion Senayan (Gelora Bung Karno). Tidak seperti ujian SIMAK sekarang, dilakukan di ruangan/kelas ber AC, peserta ujian tahun 1980 yang mencapai enampuluh ribuan orang memadati kursi di stadion senayan, yang full angin kencang sekali. Apalagi kalau sudah menjelang jam sembilan, ketika matahari semakin tinggi, panas terik mulai menyengat sebagian peserta ujian yang mendapat tempat di bagian barat. Beberapa tahunkemudian sempat juga bertugas sebagai pengawas ujian ketika ujian sudah dilaksanakan di ruangan sekolah-sekolah. Dan sempat juga menjabat sebagai wakil penanggung jawab lokasi, yang tugas utamanya membawa hasil ujian dari lokasi ujian hingga ke sekretariat pusat panitia ujian dengan aman. Dalam kurun waktu itu, secara kebetulan bertemu dengan orang-orang yang ternyata mempunyai peranan dapat meloloskan peserta masuk ke perguruan tinggi yang diinginkan. Diantara mahasiswa yang “dibantu” itu ada yang tidak dapat meneruskan pendidikan alias drop out (DO) dan ada pula yang dapat meraih kesarjanaan.
Apa hikmah dari pengalaman ini?
Kehidupan ini aneka ragam, berwarna warni, tidak hitam putih serta tidak lurus namun berkelak kelok penuh dengan tikungan tajam. Satu saat barangkali kita terjatuh dalam satu kelokan. Tetapi bukan lantas kita menjadi luluh dan terus menerus mengeluh. Tujuan dan jarak yang harus ditempuh masih jauh. Karena itulah maka dalam diri kita semangat hidup senantiasa bertumbuh.