Posisi Strategis UI
Dalam Rapat Tahunan Majelis Wali Amanat Universitas Indonesia (MWA UI) akhir Maret lalu, Hermawan Kertadjaja salah seorang anggota dari kalangan masyarakat angkat bicara tentang posisi Indonesia di mata dunia saat ini. Dari pengalamannya melanglang buana ke berbagai tempat, berbicara dengan orang-orang dari berbagai kalangan, dia merasakan ada pandangan yang berbeda terhadap Indonesia saat ini bila dibandingkan dengan tahun 2007 ke belakang.
Saat ini orang sangat menaruh hormat kepada Indonesia, karena mengetahui Indonesia cukup kuat menghadapi “badai ekonomi” tahun 2008, tingkat pertubuhan yang relatif stabil dan perananannya sebagai salah seorang inspirator berdirinya G-20. (Hal ini juga disinggung dalam wawancara Presiden AS Barack Obama dengan reporter RCTI Putra Nababan). Indonesia juga ikut dalam penanganan keamanan yang disponsori PBB, seperti di Lebanon dan di salah satu negara Afrika. Bahkan untuk pembuatan souvenir kejuaraan sepakbola di Afrika Selatan, Indonesia mendapat order yang ditangani pengrajin dari Sumedang Jawa Barat.
Pengalaman Rektor UI dalam berkunjung ke berbagai perguruan tinggi di luar negeri beberapa negara juga ternyata sangat respek terhadap Indonesia. Beberapa perguruan tinggi terkenal mengajak untuk menjalin kerjasama. Peringkat UI yang ke-201 sebagai satu perguruan tinggi terbaik di dunia memudahkan untuk menjalin kerjasama. Para mahasiswa asing pun sudah banyak yang berkuliah di UI, untuk mendapatkan dua gelar sekaligus. Begitu pula para mahasiswa UI pun sudah ada yang mendapatkan gelar dari perguruan tinggi dari luar negeri selain gelar dari UI. Hal ini baru awal saja. Untuk mendapat pengakuan perguruan tinggi kelas dunia masih harus bekerja lebih keras lagi. Terutama dalam mengembangkan penelitian-penelitian unggulan yang bisa dicapai, yang tidak atau belum dilakukan oleh perguruan tinggi lainnya. Untuk mencapainya memang tidak harus semua bidang ilmu menjadi unggulan, cukup satu atau dua bidang ilmu saja, misalnya bidang penyakit tropika, herbal medika. Dilihat dari riwayat kesejarahan dan peranan UI berdiri dan berkembang dan berkiprah hingga kini, bukan tidak mungkin UI bisa mewakili Indonesia dapat ‘bicara’ di tingkat dunia.
Tetapi sayangnya, pendapat kebanyakan masyarakat melihat sepak terjang UI dalam menacapai hal tersebut di atas dianggapnya sebagai suatu tindakan yang tidak “merakyat”, hanya menerima mahasiswa dari kalangan orang yang berduit. Suatu ‘pembenturan’ pendapat yang sangat keliru. Padahal tiap tahun tidak kurang dari tigapuluhan milyar dikeluarkan untuk beasiswa bagi mahasiswa yang berprestasi tapi mendapat kesukaran dalam pembiayaan pendidikannya. Tahun ini malahan penerimaan mahasiswa daerah yang berprestasi akan diperbanyak, dari yang tadinya 400 menjadi 800 mahasiswa.
Peningkatan mutu memang harus senantiasa dibarengi dengan pembiayaan yang cukup tinggi. Untuk bisa masuk ke tingkat dunia dan mendapat peringkat dan diperhitungkan orang (luar) perlu kerja keras dan modal yang kuat. Dan ketika hal tersebut sudah menjadi tekad, tidak bisa mundur lagi, karena menyangkut reputasi nama bangsa dan negara. Itulah posisi strategis dan dilematis UI sebagai sebuah perguruan tinggi negeri yang menyandang nama bangsa dan negara. Saya jadi ingat ceramah Dr. Juwono Sudarsono tahun 1980an pada pelatihan ketrampilan dan manajemen organisasi kemahasiswaan. Waktu itu dia menyatakan kurang lebih sebagai berikut, perguruan tinggi lain bolehlah maju atau terdepan dalam beberapa hal, tetapi posisi yang strategis yang menyandang nama bangsa dan negara seperti UI yang terletak di Ibukota negara tidak bisa dikalahkan oleh perguruan tinggi manapun di Indonesia.