November 26, 2009

DKI… oh…DKI

Filed under: Uncategorized — rani @ 10:01 am

Seorang teman menceritakan pengalamannya berhubungan dengan pihak Pemda DKI wilayah Jakarta Timur, untuk mengurus mengenai keabsahan tanah yang dimiliki UI di kawasan Rawamangun Jakarta Timur. Pengesahan dari Pihak Pemda  DKI sangat penting, berhubung ada pemeriksaan dari KPK mengenai aset-aset negara yang dikelola atau dititipkan kepada UI.

 

Dalam perjalanan mengurus surat-surat itu, ternyata banyak hambatan yang dialami. Untuk memfoto copy di kantor Pemda saja perlu biaya sampai ratusan ribu. Kemudian untuk bisa mendapatkan paraf  dari salah seorang petugas di salah satu meja, minta uang sampai jutaan. Dan itu dikatakan terang-terangan didengar oleh pegawai di ruangan tersebut. Padahal ada beberapa meja lagi sebelum sampai kepada pejabat yang berwenang. Inilah salah satu ”potret” wajah aparat pemerintah DKI Jakarta. Padahal UI adalah bagian dari pemerintah juga, sama seperti pemerintah DKI Jakarta. Bayangkanlah bagaimana kalau yang punya tanah itu pihak swasta atau perorangan.

 

Kita menjadi sedih dan marah, karena UI yang selalu mengedepankan slogan ”penjaga moral bangsa”, masuk dalam lingkaran yang justru bertentangan dengan slogan itu. Dan UI ”terjerumus” serta tidak berdaya menghadapi oknum aparat seperti itu. Lebih menyedihkan lagi karena Gubernur DKI Fauzi Bowo adalah anggota Majelis Wali Amanat (MWA) UI.  Kenapa bisa terjadi demikian?

 

Cara berpikir orang bawahan memang berbeda dengan cara berpikir para bos-bos. Aparat di lingkungan  Pemda DKI  mungkin tidak tahu, kalau bos dia itu orang yang mempunyai kedudukan dan dihormati di lingkungan UI, sehingga apa yang dia perbuat terhadap orang UI, dia anggap sama dengan orang lain, perlu diminta ”uang pelicin” untuk jasa yang dia berikan. Sementara ”bos-bos” di UI pun segan untuk melaporkan kasus ini kepada Fauzi Bowo, karena dianggapnya masalah kecil.

 

Tetapi jangan lupa, perbuatan menghambat dan meminta ”uang pelicin” kepada orang yang memerlukan pelayanan oleh aparat, secara moral tidak dibenarkan   apapun alasannya. Karena mental seperti inilah yang membuat rusak negara dan bangsa tidak maju.

 

November 25, 2009

Latihan Memadukan Idealita dengan Realita

Filed under: Uncategorized — rani @ 4:15 pm

Hari Selasa(24/11) baru saja menurunkan tulisan tentang  pemuda pemimpin masa depan bangsa, dimana perlu pelibatan generasi muda untuk menangani berbagai persoalan nyata di masyarakat, sebagai suatu latihan untuk menghadapi berbagai persoalan di masa mendatang yang bisa jadi lebih rumit dari persoalan yang sekarang terjadi.

 

Pada hari kemarin pula, suratkabar Media Indonesia menurunkan tulisan profil Anies Baswedan (40), Rektor Universitas Paramadina, salah satu anggota termuda dalam  tim verifikasi  untuk menelusuri masalah hukum   yang berkaitan dengan kasus Chandra-Bibit , lebih dikenal dengan nama “Tim 8”  dan menjadi juru bicara tim tersebut. Seperti diketahuiTim 8 ini dibentuk Presiden, dimana hasilnya akan menjadi salah satu pertimbangan Presiden dalam memutuskan kasus KPK VS POLRI. Dan kita semua sudah mengetahui keputusan yang diambil Presiden  di depan para wartawan hari Senin malam (23/11).

 

Di harian tersebut Anies mengemukakan kesan-kesannya selama  terlibat di Tim 8. Pekerjaan selama dua minggu bagi Anies tidak merepotkan, melainkan sebuah kehormatan mulia,  dia akan mensyukuri dan mengenangnya apa yang telah dilakukan di dalam Tim 8. Dia menganggap apa yang dia lakukan representasi dari kalangan muda.

 

Anies selanjutnya berpesan kepada generasi muda, supaya menjaga idealisme dan integritas, berada di dekat kekuasaan adalah salah satu kesempatan untuk melatih kesadaran. Anak muda itu ujian terbesarnya adalah dimasukkan ke realitas. Kita sebagai anak muda sering berada di idealitas. Ketika masuk ke dalam realita, tidak semuanya bisa survive. Banyak yang tumbang dalam realita. Anies menilai, dua minggu kemarin itu sebagai suatu kesempatan berlatih.

DEMOKRASI DAN NEGARA KESEJAHTERAAN

Filed under: Uncategorized — rani @ 11:13 am

Judul di atas adalah buku yang ditulis oleh Prof. Erman Radjagukguk, Guru Besar Fakultas Hukum UI, untuk mengenang Prof. Padmo Wahyono. Dalam tulisan ini sengaja disajikan teks lengkap pidato Prof. Erman dalam suatu acara di Fakultas Hukum UI. Banyak hal bisa dilihat dari isi pidatonya itu yang sangat berguna bagi para pembaca kalangan muda, generasi muda. Paling tidak kita bisa melihat dinamika mahasiswa jaman dahulu dan “serpihan” perjalanan seorang Guru Besar.

 

Demokrasi dan Negara Kesejahteraan, dua topik disamping berbagai topik lainnya, menjadi pembahasan dalam Mata Kuliah Ilmu Negara yang diasuh oleh Prof. Padmo Wahyono (Alm). Karangan ini untuk mengenang beliau, kepada siapa saya amat berhutang budi. Saya masuk Fakultas Hukum Universitas Indonesia pada tahun 1964, bersama antara lain Mbak Ciciek dan saudara Suryadi yang duduk dibelakang itu. Ketua Mapram adalah saudara Haryono Kartohadiprodjo yang hadir juga di ruangan ini. Pada waktu apel pagi Mas Haryono bertanya: “Prama-prami baik?” “Baiik”, kata kami semua. “Prama-prami sehat?” “Sehaat” jawab kami lagi. Padahal malam tadi kami disiram dengan livertram yang baunya bukan main. Setahun kemudian pecah G30S/PKI dan saya ikut demontrasi mahasiswa yang tergabung dalam Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia 1965 sampai dengan 1967. Saya aktif dalam kepengurusan Senat Mahasiswa Fakultas Hukum UI dan sempat pula menjadi Ketua Badan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Hukum UI, dimana saudara Mochtar Arifin menjadi pula pengurus senat dan anggota BPM. Beliau ini dulu rambutnya gondrong juga seperti saya, idealis dan vokalis, ini salah itu salah. Kadang-kadang saya sebagai ketua BPM kesal pula padanya. Tapi hari ini beliau menjadi Wakil Jaksa Agung R.I., kita semua bangga dibuatnya.

Karena sebagai mahasiswa ingin sedikit punya uang, saya kemudian menjadi wartawan Harian Kami sampai surat kabar itu dilarang terbit bertepatan dengan peristiwa Malari.

Pak Padmo mengatakan kepada saya : “Selesaikan skripsi mu segera, daripada kamu ditangkap, sudah bawa sikat gigi belum?”. Karena menganggur skripsi dapat saya selesaikan dalam tiga bulan pada tahun 1974.

Saya sadar benar, ketika tidak ada dosen yang mau menerima saya menjadi asisten mereka. Apa yang bisa diharapkan dari SH yang baru tamat setelah 10 tahun, antara kuliah dan tidak kuliah. Namun Pak Padmo bersikap lain, ia menyerahkan Surat Pengangkatan kepada saya menjadi asisten Ilmu Negara. Walaupun Ilmu Negara bukan minat saya tetapi beliau berkata : “Suatu hari nanti ada gunanya bagimu”. Pengangkatan itu ternyata kemudian mengantarkan saya menuruni lembah-lembah ilmu, mengarungi laut pengetahuan sampai ke ujung-ujung dunia.

Untuk mengenang Prof. Padmo Wahyono, berikut ini ringkasan buku yang sedang saya tulis “Demokrasi dan Negara Kesejahteraan”.

Menjelang akhir tahun yang lalu Wakil Presiden mengatakan, bahwa demokrasi hanya alat, kesejahteraan yang menjadi tujuan. Banyak orang terkesima. Syukurlah kemudian ada penjelasan, walaupun tetap menggelitik, “Demokrasi tak boleh jadi agama”; katanya, dimana yang dimaksudkan adalah cara berdemokrasi. Jika pilkada jadi sangat mahal, membuat rakyat berkelahi, dan melelahkan, maka tata cara perlu diubah.

Hubungan antara demokrasi dan pembangunan sudah menjadi bahan studi sejak dua abad yang lalu. Kata “demokrasi” telah mendapat berbagai pengertian. Demokrasi tidak identik dengan pemilihan umum secara berkala, karena pemilu bisa diatur. Negara hukum juga ciri demokrasi yang dangkal. Hukum dapat dipakai sebagai alat penguasa untuk melanggengkan kekuasaan atas nama ketertiban.

Ada persetujuan yang luas bahwa demokrasi adalah “sharing of power among different groups of a national society, including a common right to express views and to compete for the opportunity to make or influence decision,” kata Tato Vanhannen. Unsur yang penting adalah berjalannya umpan balik dan mekanisme penyesuaian yang mendesak Pemerintah merespon dan mengikuti pandangan yang lain. Kalau Pemerintah merobah kebijaksanaannya, karena tuntutan rakyat; bukan artinya Pemerintah lemah, atau tidak ada pendirian; tetapi Pemerintah menegakkan demokrasi.

Adam Smith dalam “The Wealth of Nations” kuliahnya dua abad yang lalu, mengatakan : “decentralization of political power and liberalization of the market contribute to produce confidence, initiative, investment, and growth”.  

Kenyataannya rezim yang represif tetapi memberikan kepastian (predictable) mungkin lebih menarik bagi investor daripada demokrasi yang hiruk pikuk dengan seringkalinya berganti pimpinan dan kebijakan. Kata orang “development oriented dictatorship” diperlukan untuk membangun infrastruktur, memobilitas dana, menarik orang menabung yang dibutuhkan bagi industrialisasi. Rezim otoriter pada masa lalu di Amerika Latin dan Asia, melaksanakan pembangunan lebih baik daripada pemerintah yang baru menjalankan demokrasi. Walaupun demikian satu persatu pemerintah repressif tersebut runtuh karena tak ada dukungan rakyat.

Sekarang China menetapkan mogok adalah kriminal, serikat buruh dan partai cuma satu, tetapi modal asing mengalir deras menjadikan China kekuatan ekonomi baru dunia. Oleh karena itu tak heran bila ada yang memimpikan kembalinya “zaman Pak Harto”. Hanya mereka lupa bagaimana bisa lebih dari seratus triliun BLBI hanya untuk sekelompok pengusaha dibandingkan 3 triliun kredit macet untuk jutaan UKM. Ada orang yang tak diketemukan sampai sekarang, hilang tak tentu rimbanya, mati tak tentu kuburnya. Indonesia jangan balik kebelakang, jalan teruslah demokrasi pada tahun-tahun mendatang ini.

Buku “Demokrasi dan Negara Kesejahteraan” saya tulis dengan tidak kurang dari 80 catatan kaki, sebagian besar dari sumber bahasa Inggris, bahasa yang saya takuti sejak SMP. Namun saya sampai ke Amerika juga akhirnya dan tinggal disana lama-lama. Kepergian saya itu karena pengangkatan saya tadi sebagai “asisten” Ilmu Negara, artinya dosen UI. Tanpa status dosen UI, tidak mungkin saya mendapatkan beasiswa untuk belajar ke luar negeri.

Tanpa pengangkatan dari Pak Padmo tak mungkin saya sampai ke Amerika, mungkin saya tidak pernah menjadi doktor dan kemudian mejadi gurubesar pada tahun 1997; tidak mungkin pula dapat membimbing 33 doktor, beberapa diantara mereka menjadi gurubesar pula. Ada yang sudah berpulang, ada pula yang akan mengucapkan pidato pengukuhan minggu depan, yaitu Prof. Agus Sardjono yang tadi saya lihat duduk disitu. Sebelas calon doktor lagi sedang menunggu bimbingan saya. Disinilah makna pengangkatan saya menjadi asisten Ilmu Negara oleh Prof. Padmo Wahyono, pengangkatan yang buah berbuah hingga kini. Bapak Padmo yang namanya pada hari ini kita kukuhkan untuk ruangan ini. Semoga dari ruangan ini, seperti kata Bapak Mochtar Arifin tadi, lahir Sarjana-sarjana Hukum baru yang jiwanya seperti Pak Padmo, jiwa pendidik yang senantiasa ingin memajukan orang lain. Semoga amalnya diterima Allah SWT dan Tuhan Yang Maha Kuasa itu memberkati keluarganya, Mbak Didiet beserta anak-anak dan cucu-cucunya. Sekian dan terima kasih.

November 24, 2009

Generasi Pemimpin Bangsa Masa Depan

Filed under: Uncategorized — rani @ 6:07 pm

Pada bulan Oktober ini, kita baru saja menyaksikan peristiwa penting bagi kelangsungan negara Republik Indonesia. Yaitu pelantikan Dewan Perwakilan Rakyat, Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden serta Pelantikan Menteri Kabinet Indonesia Bersatu jilid 2.

Dan pada bulan ini pula kita akan memperingati Hari Sumpah Pemuda yang jatuh pada tanggal 28 Oktober. Sedangkan pada bulan November kita memperingati  Hari Puspa dan Satwa Nasional ( setiap 5 November) serta Hari Pahlawan (10 November).

 

Yang menarik pada peristiwa tersebut di atas adalah adanya tokoh-tokoh muda yang muncul dan mempunyai peranan cukup penting dalam lembaga tersebut serta peranan yang menentukan dalam peristiwa tersebut. Inilah barangkali pesan yang dapat ditarik dari beberapa peristiwa di atas.

 

Jika kita mengenang kembali sejarah masa lalu yaitu hari-hari menjelang kebulatan tekad sumpah pemuda, para pemuda berkelompok-kelompok dalam suatu wadah organisasi kepemudaan yang bersifat kedaerahan. Seperti Pemuda Betawi, Pemuda Ambon, Pemuda Batak, Pemuda Sunda dan sebagainya. Ketika Ikrar Sumpah pemuda dicetuskan, maka kelompok-kelompok pemuda itu melebur menjadi satu yang mempunyai tumpah darah, berbangsa dan berbahasa Indonesia. Semangat ini ternyata sangat mempengaruhi dan menjadi perekat semangat untuk merdeka yang menggelora dalam setiap dada segenap lapisan masyarakat Indonesia pada tahun 1945.

 

Pemuda juga selalu tampil pada saat-saat nasib bangsa ini mengalami krisis. Misalnya saja pada saat menumbangkan Orde Lama yang kemudian membentuk Orde Baru. Begitu pula pada saat menumbangkan Orde Baru dan Menggantikan dengan Orde Reformasi. Para pemudalah yang pertama kali bergerak dan turun ke jalan, yang kemudian mendapat dukungan dari rakyat dan kalangan elit.

 

Kalau kita melihat komposisi daripada anggota badan legislatif (DPR), banyak muka-muka baru yang usianya diantara 30 tahun hingga 40 an tahun. Padahal anggota legislatif periode sebelumnya banyak diisi oleh anggota yang usianya di atas 50 an tahun. Begitu pula kalau kita melihat para menteri yang diangkat oleh presiden, banyak diantaranya yang usianya di bawah 50 an tahun. Hal ini mencerminkan bahwa pemuda masa kini sudah dapat tampil ke depan untuk memimpin bangsa ini.

 

Namun demikian, tantangan masa depan akan berbeda dengan tantangan masa kini, karena pengaruh globalisasi, dimana perubahan yang terjadi di berbagai belahan bumi, akan berpengaruh kepada perkembangan yang terjadi di tanah air. Dengan kemajuan di bidang teknologi informasi, sudah tidak ada lagi jarak atau batas antar negara. Karena itulah, sebetulnya pengembangan diri seorang pemuda/remaja masa kini harus berbeda dengan pengembangan pemuda 10 tahun lalu. Salah satu caranya yaitu dengan melibatkan para pemuda dalam pelbagai persoalan yang terjadi di masyarakat. Sehingga dengan demikian dia akan menjadi matang dan kaya akan pengalaman dalam mencari solusi persoalan yang terjadi. Pengetahuan yang didapat  di lingkungan pendidikan, dapat dijadikan sebagai alat analisa dalam melihat persoalan dan mencari solusi. Inilah hakekat daripada memadukan pendidikan dengan persoalan yang terjadi di masyarakat.

 

Kalau jaman ketika Indonesia baru saja merdeka, persoalan utama yang dihadapi bangsa adalah mempertahankan kemerdekaan dan menjaga integrasi bangsa. Maka ketika jaman Orde Lama persoalan utama adalah bagaimana membangun perekonomian dan karakter bangsa. Begitu pula pada jaman Orde Baru,  barangkali isu perekonomian masih menjadi persoalan  untuk mensejahterakan bangsa dengan memanfaatkan sumber daya alam yang ada serta mengembangkan sumberdaya manusia dalam berbagai bidang. Maka ketika jaman beralih ke Orde  Reformasi, selain isu perekonomian untuk kesejahteraan bangsa, juga ada kesadaran baru untuk menjunjung demokrasi, penghargaan terhadap hak asasi manusia serta mengedepankan asas pemerintahan yang bersih, transparan dan akuntabel dengan disertai pemanfaatan kemajuan teknologi informasi, genom, bioteknologi dan nano teknologi.

Isu-isu ini harus menjadi pegangan pokok dan menjadi perhatian bagi generasi muda saat ini, sebagai bekal mau berkiprah dalam bidang apa dan mengembangkan profesionalisme macam apa yang akan digeluti untuk dapat berkiprah di dalam kehidupan masyarakat.

 

Kembali lagi pada persoalan yang dikemukakan pada awal alinea tulisan ini, kita masih menganggap penting untuk memperingati hari-hari penting. Paling tidak untuk memberikan kesadaran kepada masyarakat terutama generasi muda, peristiwa yang terjadi di masa lalu, kemudian kita ambil maknanya disesuaikan dengan konteks bagi kehidupan di masa datang. Hanya dengan cara demikian, kita bisa melakukan sosialisasi dan alih semangat nasionalisme, nilai-nilai kebenaran, kejujuran dan keadilan kepada generasi berikutnya yang akan memimpin bangsa di masa depan.

November 23, 2009

Habibie dan Pengembangan Teknologi di Indonesia

Filed under: Uncategorized — rani @ 8:13 am

Ada yang menarik pada upacara pengukuhan tiga Guru Besar Fakuktas Teknik Universitas Indonesia (FTUI) yang berlangsung Rabu pagi (07/10) di gedung Balaisidang Kampus Depok. Acara tersebut dihadiri oleh Prof.Dr.Ing. B.J. Habibie (74), mantan Presiden Republik Indonesia ke-3.

 

Pada saat Rektor UI Prof.Dr.der.Soz.Gumilar Rusliwa Somantri akan menutup acara, disebutkan alasan kehadiran Habibie, karena ternyata 17 tahun yang lalu ketika Habibie menjabat sebagai Menteri Riset dan Pengembangan Teknologi (Menristek) pernah berkunjung ke UI dan memberikan ceramah di tempat yang sama (gedung Balaisidang) dengan tema ”Pengembangan Sumber Daya Manusia dalam Era Tinggal Landas, dalam Menghadapi Globalisasi Teknologi.”

 

Seorang penanya pada ceramah tersebut adalah mahasiswi Teknik Elektro Fakultas Teknik UI. Mahasiswi tersebut dan juga teman-teman segenerasinya sangat mengidolakan Habibie. Kalau pada tujuhbelas tahun lalu mahasiswi tersebut duduk sebagai pendengar, maka kini mahasiswi tersebut yang justru menjadi pembicara dan Habibie sebagai pendengar dari pidato  berjudul ”Rekayasa Protokol Jaringan Informasi dan Kematangan Sistem Informasi di Era Jaringan Sosial” sebagai orasi ilmiah pengukuhan Guru Besar Prof.Dr.Ir. Riri Fitri Sari, MM. MSc. Dalam kesempatan ramah tamah dengan pimpinan UI dan para Guru Besar, Habibie menyatakan, sebetulnya dia ingin duduk bersama dengan para Guru Besar UI. Tetapi sayang, atribut Guru Besarnya ketinggalan di Bandung.

 

Habibie adalah ikon pengembangan teknologi di Indonesia. Tahun 1954 tercatat sebagai mahasiswa Fakultas Teknik UI di Bandung. Kemudian melanjutkan pendidikan di Jerman hingga meraih gelar Doktor dan bekerja di Industri Pesawat terbang Jerman. Tahun 1974 dipanggil Presiden Soeharto untuk mengepalai Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), kemudian diangkat menjadi Menteri Riset dan teknologi (Menristek). Pada era inilah di Indonesia dikembangkan berbagai industri strategis antara lain Pabrik kapal di Surabaya, pabrik senjata angkatan darat (Pindad) dan Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN) di Bandung. Untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerjanya, maka dilakukan program percepatan insinyur di Indonesia dimana para mahasiswa Indonesia disekolahkan ke berbagai perguruan tinggi di luar negeri untuk mengisi kebutuhan tenaga kerja di dalam negeri. Puncak dari pengembangan teknologi di Indonesia adalah ketika berhasil dibuat pesawat terbang ”Tetuko CN 235”, satu jenis pesawat terbang kecil berpenumpang 35 orang, cocok untuk melayani penerbangan komuter seperti kepulauan di Indonesia. Tetapi setelah tahun 1998, industri strategis yang dirintis Habibie satu persatu mengalami kemunduran dan bahkan banyak tenaga ahlinya yang keluar dan bekerja di berbagai perusahaan di luar negeri.

November 20, 2009

Kebangkitan Generasi Mahasiswa Kampus Depok

Filed under: Uncategorized — rani @ 8:37 am

Universitas Indonesia (UI) hari Rabu (07/10) mengukuhkan 3 orang Guru Besar baru dari Fakultas Teknik (FT). Mereka adalah  Riri Fitri Sari (39,) dosen Departemen Elektro, Yulianto Sulistyo Nugroho (41), dosen Departemen Teknik Mesin dan Anandoko Wijanarko (40) dosen Departemen Teknik Kimia. Ketiganya merupakan generasi mahasiswa UI yang berkuliah di Kampus Depok, yang dalam usia  muda berhasil mencapai jenjang Guru Besar. Ini barangkali suatu hal yang patut menjadi catatan, telah bangkitnya generasi Kampus Depok.

 

Keberhasilan dari ketiga Guru Besar FTUI ini ditunjang oleh berbagai faktor. Misalnya saja suasana dan iklim yang kondusif di kampus Depok untuk memacu prestasi dalam bidang keilmuan dan kesempatan untuk menggapai jenjang pendidikan secara maksimal.

Dari riwayat hidup Riri Fitri Sari, misalnya dia diberi kesempatan menerapkan bidang keahliannya untuk mengembangkan IT di UI. Sejak mahasiswa aktif melakukan penelitian dan meraih predikat mahasiswa berprestasi tingkat nasional. Dan tahun ini pun menyabet sebagai dosen teladan tingkat nasional. Sementara Yulianto Sulistyo Nugroho berhasil membuat dan mengembangkan laboratorium Termodinamika dengan mendapatkan pendanaan dari berbagai sumber, sehingga menjadi tempat kegiatan riset yang cukup representatif. Sedangkan Anandoko Wijanarko           dikenal sebagai seorang dosen yang produktif melakukan publikasi ilmiah di berbagai jurnal internasional, sehingga beberapa tahun mendapat penghargaan sebagai tenaga akademik yang produktif menulis di jurnal ilmiah internasional.

 

Apa yang bisa ditarik dari perjalanan hidup ketiga Guru Besar tersebut bagi para mahasiswa? Ada catatan menarik yang dikemukakan oleh para Yulianto Sulistyo Nugroho seperti di bawah ini.

Memperoleh IPK yang baik dan lulus tepat waktu saja tidaklah cukup. Para mahasiswa perlu memanfaatkan kesempatan studi di UI untuk juga lebih mengenal dan mengetahui berbagai rumpun ilmu pengetahuan yang bisa dipelajari di UI. Sebaik-baiknya mahasiswa UI adalah mahasiswa yang berprestasi baik dengan tetap berupaya memiliki teman, sahabat dan jejaring sosial.

Keberhasilan proses belajar bukan hanya diukur berdasarkan kelulusan dengan nilai baik semata, tetapi telah terjadinya transformasi sikap dan pembentukan karakter sebagai sebagai manusia dewasa yang bertanggung jawab.

November 17, 2009

Ada Oknum di “Ring Satu” Terlibat?

Filed under: Uncategorized — rani @ 10:25 am

Senin pagi (16/11) sewaktu ke kantor pos UI bertemu dengan salah seorang tokoh yang bersama beberapa LSM mengadakan dialog dengan Komisi III DPR beberapa waktu  lalu yang berakhir “ricuh” itu. Seperti diketahui, topik waktu itu adalah tentang perseteruan Polisi (buaya) versus KPK (cicak) dalam kasus penahanan ketua KPK Bibit Samad Rianto dan Chandra M. Hamzah (Bibit-Chandra). Kebetulan dia sedang berurusan dengan salah satu bagian yang menangani bidang teknologi informasi (TI). Suatu kebetulan yang langka terjadi, maka tidak disia-siakan “kesempatan emas” ini.

Tanpa basa basi langsung saja bertanya, kapan akan diadakan dialog lanjutan dengan Komisi III DPR, karena mendengar berita katanya akan dilakukan pertemuan ulang. Tetapi tanpa diduga, dia menyatakan “tidak akan ada lagi pertemuan dengan Komisi III DPR”. Semula memang akan ada pertemuan lanjutan inisiatif dari para LSM, tapi kemudian dibatalkan setelah mengetahui perkembangan yang terjadi. Keinginan untuk bertemu malahan muncul dari pihak komisi III DPR. Tetapi tidak direspon oleh kelompok LSM.

Tokoh tersebut bahkan bercerita lebih banyak tentang hal-hal lain yang publik umum tidak mengetahui (tetapi barangkali para elite LSM tertentu sudah sangat mengetahui dan mafhum). Masih ada rekaman pembicaraan di KPK yang belum diperdengarkan kepada publik, dimana pihak kepolisian “sangat berminat” untuk menyitanya. Menurutnya, ada rekaman dari seorang tokoh yang berada di “ring satu” istana bicara dengan seorang pejabat satu instansi yang dengan jelas mengatakan untuk menahan Bibit-Chandra.

Pernyataannya di atas memang harus dikonfirmasikan lebih lanjut dengan informasi lainnya dan fakta-fakta yang berkembang di masyarakat. Misalnya saja dengan  rekomendasi Tim 8 yang diberikan kepada Presiden SBY siang ini,  serta keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang akan dikeluarkan pada hari kamis (19/11). Kemudian tindakan apa yang akan diambil Presiden SBY dan perkembangan yang terjadi berikutnya. Dengan demikian memang tampaknya “perang” terhadap mafia hukum merupakan suatu jalan panjang yang tak ada ujung, selama aparat dan pejabat pemerintahan masih suka “bermain api” dengan orang-orang yang mempunyai masalah hukum.