Pidato Perpisahan Sekjen ASEAN
Catatan:
Berikut ini adalah teks lengkap pidato pada acara serah terima Sekjen ASEAN pada tanggal 18 Februari 1978, yang dibacakan oleh Letnan Jenderal H.R. Dharsono. Inilah pidato yang secara berani menyatakan ada rekayasa dari penguasa dibalik penggantian Sekjen ASEAN.(Dikutip dari Buletin Mahasiswa Menggugat)
Para yang Mulia Kepala Perwakilan, para tamu, nyonya2 dan tuan2 yth. Pertama-tama saya ingin menyampaikan penghargaan dan terima kasih saya atas kehadiran anda bersama kami, untuk menyaksikan serah terima jabatan Sekjen ASEAN dari tangan saya kepada tuan Oemarjadi, yang didasarkan atas instruksi Yang Mulia Dr. Upadit Pacharyangkun, Menlu Thailand, dalam kedudukannya sebagai ketua “standing committe” untuk tahun 1977/1978, yang disampaikan kepada saya sebagai pesan yang dimuat dalam nota Yang Mulia Duta Besar Thailand, yang sekarang ahdir disini, pada tanggal 9 Februari yang lalu.
Para yang mulia, para tamu yang terhormat Setelah saya menyerah terimakan jabatan SEKJEN ini kepada tuan Oemaryadi, maka pertama-tama saya ingin menyampaikan ucapan “Selamat kepada Tuan Oemajadi yang akan menggantikan saya untuk jangka waktu 3 bulan; yaitu sisa jangka waktu 2 tahun yang di berikan kepada Indonesia. Maka bila ada pertanyaan “Siapakah yang menjadi SEKJEN ASEAN pertama,” Jawabnya ada 2 orang, yaitu : I.a. Dharsono dan I.b. Oemarjadi.
Para tamu yang terhormat, Pada kesempayan ini, saya ingin pula menyampaikan terima kasih saya kepada Pemerintah Negara-negara anggota ASEAN, yang hari ini diwakili Yang Mulia Kepala-kepala Perwakilannya di Jakarta, sedangkan Indonesia diwakili oleh Tuan Yanuar Djani yang sekarang tentunya adalah pejabat Direktur Jendral ASEAN Indonesia. Ucapan terima kasih ini saya sampaikan atas bantuan negara-negara anggota yang di berikan kepada saya sampai saat saya menyerahkan jabatan, 3 bulan sebelum waktu yang sebenarnya. Saya ingin pula menyampaikan terima kasih dan penghargaan saya atas segala bantuan dari staf Sekretariat, baik “Home Base Staff” maupun “Local Staff”. Mengenai Sekretariat ASEAN, saya berpendapat bahwa Sekretariat adalah suatu badan baru yang dimasukkan kedalam suatu “machinary” lama, Yang telah ada sebelum Sekretariat berdiri. Selama saya bertugas dalam badan baru ini, dapat saya katakan bahwa tugas ini merupakan pekerjaan yang menyenangkan, penuh penuh dengan tantangan, dan secara terus terang “Frustating” pula. Saya kira para anggota staf lainnya, baik “Home Base Staff “ maupun “Local Staff” mempunyaii pikiran dan perasaan yang sama dengan saya. Tetapi situasi semacam ini bagi suatu organisasi yang baru adalah wajar, terutama kalau kita memulai dengan pendirian suatu badan yang baru, yang kemudian badan ini dimasukkan ke dalam organisasi yang telah ada sebelumnya. Pada waktu-waktu yang lampau telah banyak dibicarakan tentang Sekretariat, terutama kedudukan dan tugasnya termasuk pula kedudukan dan tugas Sekjen dan Stafnya. Sampai sekarang pembahasan. mengenai Sekretariat ini belum dapat dikatakan selesai, tapi dapat diperkirakan bahwa hal tersebut akan terus berkembang. Ditengah-tengah perdebatan dan pembicaran tentang Sekretariat itu, maka dapat disimpulkan bahwa dari pihak Sekretariat tidak ada gunanya untuk mendesakkan ide-idenya demi kedudukannya, sehingga sebagai akibatnya kita berusaha untuk membawa Sekretariat secara bertahap ke dalam “machinary” ASEAN secara Pragmatis sekali. Harapan saya adalah, bahwa dalam perkembangan yang masih akan berlangsung tersebut dibawah pimpinan dan kemampuan tuan Oemarjadi sebagai orang yang tidak asing lagi terhadap masalah-masalah ASEAN, segala sesuatunya dapat berjalan baik sehingga saya yakin pada suatu waktu Sekretariat ASEAN ini tidak merupakan masalah lagi.
Para tamu yang terhormat, Kembali kepada konsensus yang telah tercapai dan disetujui oleh ke lima MENLU negara anggota ASEAN, seperti yang sebelumnya pernah saya beritahukan kepada pers, bahwa saya akan menerima keputusan ke lima MENLU, kecuali bila ada permintaan kepada saya untuk meletakkan jabatan secara suka rela. Saya merasa, bahwa bagi 4 negara lainnya : Malaysia, Philipina, Singapura dan Thailand amat sukar untuk mengeluarkan keputusan tersebut, terutama atas desakan Indonesia yang menarik dukungannya terhadap saya sebagai SEKJEN ASEAN dengan tuduhan bahwa saya telah campur tangan dalam masalah domestik suatu negara anggota, dalam hal ini Indonesia, dari mana saya sendiri berasal, yang juga dipergunakan sebagai “justification”/pembenaran untuk meyakinkan ke 4 negara anggota lainnya guna memberhentikan saya sebagai SEKJEN. Cara yang ditunjukkan oleh ke 4 negara lainnya untuk mencapai konsensus merupakan sesuatu yang saya dapat menerimanya dan bahkan menghargainya, terutama bila kita melihat bahwa usul dari Indonesia untuk memberhentikan saya mempunyai unsur yang sangat kuat dengan menonjolkan alasan “campur tangan dalam masalah dalam negeri salah satu anggota ASEAN, dalam hal ini Indonesia”. Dan betapa serius dan kuatnya usul Indonesia ini dapat pula dibuktikan dengan cara yang dllakukan MENLU a.i. Dr Mochtar Kusumaatmaja yaitu dengan menyelenggarakan suatu “Shuttle diplomacy” ala Kissinger untuk meyakinkan usul tersebut kepada 4 negara anggota lainnya. Tetapi, dan ini hanya menurut perasaan saya, saya mendapat kesan bahwa para MENLU lainnya tidak menghiraukan apa yang menjadikan sebab usul Indonesia tersebut sehingga harus menarik dukungan terhadap saya. Dengan kebijaksanaan yang ditunjukkan oleh para MENLU lainnya yaitu persoalannya semata-mata hanya dilihat dari akibat penarikan dukungan Indonesia terhadap saya, yang berarti tugas saya sebagai Sekjen akan terpengaruh oleh fakta itu sehingga tidak efektif lagi, dan penggantian oleh tuan Oemarjadi yang diusulkan dan dengan sendirinya didukung oleh Indonesia, kemudian diterima. Maka oleh sebab itu, bagi saya sendiri tidak ada perasaan sakit hati sedikitpun terhadap ke 4 anggota ASEAN lainnya yang telah menunjukkan kebijaksanaan dalam menanggapi usul Indonesia yang kuat itu dalam usaha mereka untuk menuju kepada suatu konsensus. Adapun keadaan saya, dilihat dalam hubungannya dengan pemerintah Indonesia, tidaklah sama; terutama karena saya menganggap keputusan para menlu itu, sebagai konsensus, merupakan suatu keputusan berdasarkan “hukum”, sedangkan yang menjadi sebab usul Indonesia tersebut bersifat politis. Persoalan saya dengan pihak Indonesia masih belum selesai, dan masih harus mengalami perkembangan selanjutnya yang saya sendiri belum tahu arahnya Dengan penyerahan jabatan yang baru saja lalu, maka hubungan saya dengan ASEAN teah berhenti; dan sekali lagi saya mengucapkan atas kebijaksanaan yang tersirat maupun yang tersurat, terutama yang telah diperlihatkan oleh 4 negara anggota ASEAN lainnya dalam keputusan yang di tanda tangani oleh yang mulia Dr. Upandit Pacharyakun atas nama ke lima Menlu negara; dan sekali lagi, yakinlah bahwa dari pihak saya tak ada sedikitpun perasaan sakit hati terhadpp ke 4 negara anggota ASEAN itu.
Para yang mulia, paraa tamu yang terhormat; Bila kita menengok kembali pada cara yang diperlihatkan oleh Indonesia dalam usahanya untuk, mendapatkan persetujuan dari ke empat negara lainnya guna membebaskan saya dari jabatan SEKJEN, dari hal tersebut dapat di buktikan bahwa persoalannya dianggap serius sekali; dan bahwa dengan demikian tidak ada kemungkinan yang ada dalam pemikian Indonesia selain dari pembebasan tersebut. Saya anggap bahwa suatu bagian “hardline policy” dewasa ini sedang dijalankan oleh pemerintah Indonesia. Dan saya mengetahui, bahwa setelah serah terima jabatan ini saya dihadapkan pada hard line plicy ini. Pada saat ini kalangan pers lndonesia juga hadir ditengah-tengah kita. Untuk ini saya ucapkan terima kasih. Tetapi saya tidak yakin, bahwa koran-koran lokal akan berani memuat apa yang saya katakan disini, suatu hal yang sangat saya sesalkan. Tetapi saya sepenuhnya memahami kedudukan saudara-saudara dari pers. Terutama hal ini saya tujukan kepada surat-surat kabar Indonesia yang baru-baru ini dihentikan peredarannya, dan kemudian diperkenankan terbit kembali setelah diminta oleh yang berkuasa untuk menandatangani suatu pernyataan “sukarela” yang memuat janji akan mentaati segala peraturan/pembatasan yang ditentukan oleh yang berkuasa. Saudara-saudara terpaksa menjalankan hal itu karena dihadapkan pada suatu dilema yang berat untuk memilih antara “dignity/prinsip dan perut”. Saudara telah memilih perut, mungkin bukan perut para pemimpin surat-surat kabar, tetapi perut para karyawan yang bekerja pada surat-kabar saudara. Dan kejadian ini menurut saya merupakan suatu “black mail atau pemerasan. Bagi orang-orang yang menginginkan perbaikan nasib rakyat, pada saat ini dalam perjuangan itu, akan dihadapkan pada tembok yang kuat yang terdiri atas orang-orang/pejabat-pejabat yang dihadapkan pada suatu pilihan yang berat antara “dignity/prinsip dan perut/kedudukan. Dan ini adalah sikap mental yang umumnya terdapat di Indonesia dewasa ini. Oleh karena itu bagi orang-orang yang akan memperjuangkan nasib rakyat dalam keadaan tersebut, akan merupakan perjuangan yang berat. Akhirnya saya mengharapkan sekali lagi agar tuan Oemarjadi, dengan bantuan staf Sekretariat dilihat dari kedudukan dan tugasnya, dapat membawa Sekretariat ini ke dalam “machinary” ASEAN secara keseluruhan, sehingga dapat tercapai efisiensi yang sama-sama kita harapkan.
ttd
H.R. Dharsono