Prabowo Subianto dan Buku Sintong Panjaitan
Apa yang terjadi dengan “kasus” isi Buku Pengalaman Sintong Panjaitan (SP) sebagai Komandan Kopasus bisa dilihat dari berbagai segi. Tetapi yang menarik sebetulnya, menjadi ramai tatkala hal itu dibeberkan oleh media massa, tentunya dengan dibumbui oleh “interpretasi” dari para pengelola media. Inilah barangkali suatu bukti keperkasaan media massa dalam mengemukakan suatu fakta.
Seperti yang dikatakan Agum Gumelar (purnawirawan Letnan Jenderal), pada satu acara di TVOne Selasa malam (16/03), ada fakta-fakta yang dikemukakan SP tentang Prabowo Subianto. Apakah fakta itu memojokkan beberapa orang atau ada pihak-pihak yang dipojokkan, tergantung dari sudut mana melihatnya. Agum Gumelar adalah satu dari tujuh jenderal anggota tim yang ditugaskan untuk memberikan masukan kepada Panglima ABRI berkenaan dengan salah satu kasus yang melibatkan Prabowo Subianto.
Fakta inilah sebenarnya yang dikembangkan oleh para ahli media melalui media massa. Di dalam teori komunikasi, jika seseorang melihat suatu peristiwa yang terjadi (suatu fakta), maka dia akan menangkap dan mempersepsikannya sesuai dengan pengalamannya yang ada dalam kerangka berpikirnya, sehingga apa yang dia kemukakan, bisa saja tidak sesuai lagi dengan fakta yang sebenarnya, karena adanya persepsi dari si pembuat dan pengelola media.Persepsi dari pengelola media bisa dilihat dari topik/judul berita, orang-orang yang dimintai komentar atau diwawancarai, di halaman mana informasi/berita itu dimuat dan lain sebagainya. Bahkan mungkin bisa dilihat juga dari pilihan kata dalam pemberitaan itu dan topic atau kata-kata apa yang sering muncul pada pemberitaan itu. Ketika informasi/pemberitaan itu sudah sampai kepada publik, akan sukar untuk dibendung atau ditahan, apalagi diredam/ditutupi, bahkan tidak akan dapat diduga pula reaksi yang terjadi setelah khalayak mendapatkan informasi tersebut.
Maka, pantaslah kalau para penguasa dahulu kala sangat takut kepada media dan orang-orang pengelola media, karena reaksi yang terjadi di kalangan masyarakat sukar diduga dan susah untuk dikendalikan. Tidak heran, maka kalau ada suatu kejadian genting dalam suatu negara, selalu diiringi dengan pemberangusan media massa.
Saya jadi ingat ketika terjadi peristiwa Mei 1998, saat Presiden Soeharto “lengser Keprabon”, sempat beredar email ( di media massa tidak ada informasi tersebut), akan terjadi kudeta. Orang-orang daerah yang berada di ibukota supaya segera kembali ke daerah masing-masing. Email itu diperkuat bahwa penulis email tersebut sangat dekat dengan Habibie. Kalau pengalaman saya mendapat cerita dari teman istri saya, suaminya (seorang Letnan Jenderal ) diangkat secara mendadak sebagai Kasad hanya dalam jangka waktu 16 jam. Suatu rekor jabatan KASAD tercepat dalam sejarah ketentaraan Negara Kesatuan Republik Indonesia. (tapi tampaknya belum ada yang mengungkapkannya). Setelah itu, KASAD diserahterimakan kepada jenderal lain. Hal ini menunjukkan, betapa gentingnya situasi pada saat itu.