Doktor Honoris Causa
Acara Wisuda lulusan UI yang berlangsung pada tanggal 30 Januari 2009, ada kegiatan yang spesial, yaitu pemberian gelar Doktor Honoris Causa kepada Taufik Ismail dan Taufik Abdullah. Dua tokoh ini sudah sangat dikenaldan mempunyai dedikasi yang tinggi di bidang seni dan sastra serta pengembangan ilmu-ilmu Sosial humaniora. UI sendiri sebetulnya sudah kerap memberikan gelar doktor honoris causa, baik kepada orang asing ataupun kepada orang Indonesia yang berjasa dalam mengembangkan suatu bidang keahlian tertentu serta mempunyai dedikasi yang luar biasa dalam keahliannya tersebut.
Di bawah ini adalah cerita tentang pemberian doktor honoris causa kepada seniman dan budayawan Asrul Sani. Namun pemberian tersebut tidak terlaksana, karena Asrul Sani keburu meninggal.
Sementara itu suratku kepada Menteri P dan K yang mengusulkan agar Asrul Sani mendapat penghargaan ilmiah berupa gelar Doktor Kehormatan oleh salah satu universitas di Indonesia karena jasa-jasanya yang besar sekali dalam bidang kesenian, ternyata mendapat sambutan. Menteri Wardiman Djojonegoro agaknya menyetujui usulku dan menyerahkan pelaksanaannya kepada Fakultas Sastra UI. Aku mendapat surat dari Dekan Fakultas SasteraUI Prof.Achadiati Ikram, yang memberitahukan bahwa proses pemberian gelar kepada Asrul Sani tinggal menunggu persetujuan Senat Guru Besar UI.. Mendapat surat itu aku sangat gembira, bukan karena usulku mendapat persetujuan Menteri, tetapi terutama karena kalau Asrul mendapat gelar, maka itulah pengakuan lembaga ilmiah yang diberikan pertama kali kepada seniman, karena kiprahnya dalam bidang kesenian. S. Takdir Alisjahbana mendapat gelar kehormatan dari UI karena jasanya dalam pembinaan bahasa Indonesia. H.B. Jassin juga mendapat gelar kehormatan dari UI karena usahanya dalam pendokumentasian sastera.
Tetapi sebelum proses di tingkat Senat Guru Besar UI selesai, masa jabatan Prof. Achadiati Ikram sebagai dekan habis. Yang menggantikannya sebagai Dekan ternyata sasterawan,maka aku yakin bahwa ia akan berusaha agar proses itu cepat selesai dan Asrul dapat memperoleh gelar dan Asrul sebelum sebelum syukuran dia genap 70 tahun.
Ternyata keyakinanku itu tidak terbukti Meskipun sang sasterawan dua kali menjabat sebagai Dekan FS UI, tetapi gelar akademik untuk Asrul Sani tidak pernah menjadi perhatiannya. Ketika kemudian atas usaha iparnya, Prof.Dr. Riris Toha Sarumpaet, gelar Asrul Sani selesai diproses (yang ternyata tidak sukar dan tidak memakan waktu lama), Asrul keburu meninggal tanggal 18 Januari 2004.
(Diambil dari buku ‘Hidup Tanpa Ijazah’ karya Ajip Rosidi.)