January 30, 2009

Teknologi Sel Punca Indonesia Termaju di Asia

Filed under: Uncategorized — rani @ 7:58 pm

<

p>Jakarta (ANTARA News) – Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), Dr dr Fachmi Idris, mengatakan bahwa kemampuan individual para dokter Indonesia dalam teknologi sel punca (stem cell) merupakan yang termaju di Asia.

“Bahkan kalangan medik dunia merekomendasikan Indonesia sebagai tempat operasi jantung dengan teknologi sel punca untuk kawasan Asia,” kata Fachmi Idris di Jakarta.

Sel punca dimaknai sebagai sel yang secara umum berada pada tahap amat dini dan punya kemampuan untuk menjadi sel tipe khusus lain, seperti menjadi sel hati, sel kulit, sel saraf, dan sebagainya.Menurut dokter alumni FKUI ini, teknologi dan sarana kesehatan di Indonesia sudah sangat memadai untuk menangani tindakan medis yang diperlukan.

“Dan kualitas para dokter kita juga sudah sangat bagus, tidak kalah dengan kualitas dokter di luar negeri,” kata Fachmi.

Tetapi tren maraknya pasien Indonesia yang berobat ke luar negeri perlu pembenahan yang serius dari sisi pengelolaan non-medis, tambahnya.

“Tentang bagaimana kepuasan pasien itu tercapai, dan masalah pencitraan tentang rumah sakit itu yang harus lebih bagus lagi,” kata ketua umum  PB.IDI periode 2006-2009 itu.

Dokter keluarga

Ia juga mengingatkan perlunya pengembalian peran penting sistem kesehatan di Indonesia, “Harus kembali ke sistem yang terpadu, dan sistem dokter keluarga serta sistem rujukan harus diberlakukan lagi.” Sistem rujukan dan dokter keluarga, masih kata Fachmi, akan menghindarkan penumpukan pasien di dokter spesialis, sebab seharusnya dokter spesialis tidak perlu menangani penyakit yang ringan berupa batuk pilek biasa.

“Dengan sistem dokter keluarga dan sistem rujukan, penyakit-penyakit akan tersaring dengan baik, sehingga hanya pasien dengan penyakit benar-benar berat saja yang akan ditangani oleh dokter spesialis,” katanya.

Selain mendesak revitalisasi peran sistem rujukan dan dokter keluarga, Fachmi juga mendorong agar pemerintah segera merealisasikan asuransi kesehatan bagi semua penduduk Indonesia. “Dengan kemauan politik dan sistem yang tepat, asuransi kesehatan ini jangan lagi cuma jadi cerita, tapi sudah harus diwujudkan,” katanya.

Hal lain yang diinginkan oleh pihak ikatan dokter adalah adanya subsidi di bidang pendidikan kedokteran, dengan tujuan semakin banyak orang Indonesia menjadi dokter dan mengabdi kepada bangsa. (*)

Caleg Berstatus Dosen

Filed under: Uncategorized — rani @ 2:24 pm

Ketika menghadiri peringatan 100 Tahun Pendidikan Hukum di Indonesia hari Kamis (29/01) di Kampus Fakultas Hukum Depok, seorang teman yang berstatus dosen bercerita tentang teman-temannya yang mengajukan diri menjadi calon legislatif (caleg) dari partai tertentu. Mereka itu sudah lolos dari verifikasi pihak Komisi Pemilihan Umum (KPU).

 

 

Sebetulnya dosen yang berstatus PNS menjadi caleg atau menjadi pimpinan parpol bukan sesuatu hal yang baru. Pada periode sebelumnya hal demikian memang kerap terjadi. Tetapi kali ini persoalannya berbeda, karena ada aturan-aturan tertentu yang harus dipatuhi sebelum seseorang menjadi caleg, bahkan parpol yang mencalonkan pun pastinya sudah tahu aturan main merekrut caleg. Aturan tersebut misalnya para caleg (dosen) harus mengajukan pengunduran dirinya sebagai PNS serta harus diketahui oleh pimpinan/atasannya dimana dia bekerja. Kalau ternyata dikemudian hari caleg tersebut tidak terpilih, tidak bisa kembali menjadi pegawai dimana caleg tersebut dahulu bekerja. Dan kalau tidak ada surat tertulis pengunduran dirinya, caleg tersebut bisa dijerat dengan hukuman pidana.

 

Ada peribahasa, sepintar-pintarnya menyembunyikan terasi, pasti akan tercium baunya. Maka tinggal tunggu saja nanti setelah pemilu, adakah dosen yang mengundurkan diri atau terjerat hukum pidana.

Taufiq Ismail dan Sajaknya

Filed under: Uncategorized — rani @ 10:57 am

Siapa tidak kenal Taufiq Ismail (74), penyair yang telah berhasil merekam dinamika pergantian dari Orde Lama ke Orde Baru, dalam suatu kumpulan puisi yang berjudul TIRANI dan BENTENG. Dalam buku kumpulan puisi itu  tergambarkan peran para mahasiswa dan sivitas akademika UI pada masa pergantian pemerintahan. Alumni Fakultas Peternakan IPB (dahulu bagian dari UI), pernah menjadi Wakil Ketua Dewan Mahasiswa UI (1962-1963), Pendiri Dewan Kesenian Jakarta, penerima Anugerah Seni dari Pemerintah RI. Sempat berkarir di Unilever, tapi jiwa seninya yang begitu kuat sehingga akhirnya lebih berkonsentrasi sebagai penyair dan penggiat kesenian. Pada awal tahun tujuhpuluhan puisi-puisinya diadaptasi dalam bentuk lagu oleh Bimbo. Sejak tahun 2007 menjabat sebagai anggota Majelis Wali Amanat (MWA) Universitas Gajah Mada. Sebagai bentuk penyambutan terhadap penghargaan yang diberikan Universitas Indonesia (UI) pada hari Sabtu, 31 Januari 2009, di bawah ini ditampilkan salah satu puisi karya Taufiq Ismail.

                  Tuhan Sembilan Senti Indonesia adalah sorga luar biasa ramah bagi perokok,tapi tempat siksa tak tertahankan bagi orang yang tak merokok,Di sawah petani merokok, di pabrik pekerja merokok, di kantor pegawai merokok, di kabinet menteri merokok, di reses parlemen anggota DPR merokok, di Mahkamah Agung yang bergaun toga merokok, hansip-bintara- perwira nongkrong merokok, di perkebunan pemetik buah kopi merokok, di perahu nelayan penjaring ikan merokok, di pabrik petasan pemilik modalnya merokok, di pekuburan sebelum masuk kubur orang merokok, Indonesia adalah semacam firdaus-jannatu- na’im sangat ramah bagi perokok, tapi tempat siksa kubur hidup-hidup bagi orang yang tak merokok, Di balik pagar SMU murid-murid mencuri-curi merokok, di ruang kepala sekolah…ada guru merokok, di kampus mahasiswa merokok, di ruang kuliah dosen merokok, di rapat POMG orang tua murid merokok, di perpustakaan kecamatan ada siswa bertanya apakah ada buku tuntunan cara merokok, Di angkot Kijang penumpang merokok, di bis kota sumpek yang berdiri yang duduk orang bertanding merokok, di loket penjualan karcis orang merokok, di kereta api penuh sesak orang festival  merokok, di kapal penyeberangan antar pulau penumpang merokok, di andong Yogya kusirnya merokok, sampai kabarnya kuda andong minta diajari pula merokok, Negeri kita ini sungguh nirwana kayangan para dewa-dewa bagi perokok, tapi tempat cobaan sangat berat bagi orang yang tak merokok, Rokok telah menjadi dewa, berhala, tuhan baru, diam-diam menguasai kita, Di pasar orang merokok, di warung Tegal pengunjung merokok, di restoran, di toko buku orang merokok, di kafe di diskotik para pengunjung merokok, Bercakap-cakap kita jarak setengah meter tak tertahankan asap rokok, bayangkan isteri-isteri yang bertahun-tahun menderita di kamar tidur ketika melayani para suami yang bau mulut dan hidungnya mirip asbak rokok, Duduk kita di tepi tempat tidur ketika dua orang bergumul saling menularkan HIV-AIDS sesamanya, tapi kita tidak ketularan penyakitnya. Duduk kita disebelah orang yang dengan cueknya mengepulkan asap rokok di kantor atau di stopan bus, kita ketularan penyakitnya. Nikotin lebih jahat penularannya ketimbang HIV-AIDS, Indonesia adalah sorga kultur pengembangbiakan nikotin paling subur di dunia, dan kita yang tak langsung menghirup sekali pun asap tembakau itu, bisa ketularan kena, Di puskesmas pedesaan orang kampung merokok, di apotik yang antri obat merokok, di panti pijat tamu-tamu disilahkan merokok, di ruang tunggu dokter pasien merokok, dan ada juga dokter-dokter merokok, Istirahat main tenis orang merokok, dipinggir lapangan voli orang merokok,menyandang raket badminton orang merokok, pemain bola PSSI sembunyi-sembunyi merokok, panitia pertandingan balap mobil, pertandingan bulutangkis, Turnamen sepakbola mengemis-ngemis mencium kaki sponsor perusahaan rokok, Di kamar kecil 12 meter kubik, sambil’ek-‘ek orang goblok merokok, di dalam lift gedung 15 tingkat dengan tak acuh orang goblok merokok, di ruang sidang ber-AC penuh, dengan cueknya, pakai dasi, orang-orang goblok merokok, Indonesia adalah semacam firdaus-jannatu- na’im sangat ramah bagi orang perokok, tapi tempat siksa kubur hidup-hidup bagi orang yang tak merokok, Rokok telah menjadi dewa, berhala, tuhan baru, diam-diam menguasai kita, Di sebuah ruang sidang ber-AC penuh, duduk sejumlah ulama terhormat merujuk kitab kuning dan mempersiapkan sejumlah fatwa. Mereka ulama ahli hisap. Haasapa, yuhaasibu, hisaaban. Bukan ahli hisab ilmu falak, tapi ahli hisap rokok. Di antara jari telunjuk dan jari tengah mereka terselip berhala-berhala kecil, sembilan senti panjangnya, putih warnanya, kemana-mana dibawa dengan setia, satu kantong dengan kalung tasbih 99 butirnya, Mengintip kita dari balik jendela ruang sidang, tampak kebanyakan mereka memegang rokok dengan tangan kanan, Cuma sedikit yang memegang dengan tangan kiri. Inikah gerangan pertanda yang terbanyak kelompok ashabul yamiin dan yang sedikit golongan ashabus syimaal? Asap rokok mereka mengepul-ngepul di ruangan AC penuh itu. Mamnu’ut tadkhiin, ya ustadz. Laa tasyrabud dukhaan, ya ustadz. Kyai, ini ruangan ber-AC penuh. Haadzihi al ghurfati malii’atun bi mukayyafi al hawwa’i. Kalau tak tahan, di luar itu sajalah merokok. Laa taqtuluu anfusakum. Min fadhlik, ya ustadz. 25 penyakit ada dalam khamr. Khamr diharamkan. 15 penyakit ada dalam daging khinzir (babi). Daging khinzir diharamkan. 4000 zat kimia beracun ada pada sebatang rokok. Patutnya rokok diapakan? Tak perlu dijawab sekarang, ya ustadz. Wa yuharrimu ‘alayhimul khabaaith. Mohon ini direnungkan tenang-tenang, karena pada zaman Rasulullah dahulu, sudah ada alkohol, sudah ada babi, tapi belum ada rokok. Jadi ini PR untuk para ulama. Tapi jangan karena ustadz ketagihan rokok, lantas hukumnya jadi dimakruh-makruhkan, jangan, Para ulama ahli hisap itu terkejut mendengar perbandingan ini. Banyak yang diam-diam membunuh tuhan-tuhan kecil yang kepalanya berapi itu, yaitu ujung rokok mereka. Kini mereka berfikir. Biarkan mereka berfikir. Asap rokok di ruangan ber-AC itu makin pengap, dan ada yang mulai terbatuk-batuk, Pada saat sajak ini dibacakan malam hari ini, sejak tadi pagi sudah 120 orang di Indonesia mati karena penyakit rokok. Korban penyakit rokok lebih dahsyat ketimbang korban kecelakaan lalu lintas, lebih gawat ketimbang bencana banjir,gempa bumi dan longsor, cuma setingkat di bawah korban narkoba, Pada saat sajak ini dibacakan, berhala-berhala kecil itu sangat berkuasa di negara kita, jutaan jumlahnya, bersembunyi di dalam kantong baju dan celana, dibungkus dalam kertas berwarni dan berwarna,diiklankan dengan indah dan cerdasnya, Tidak perlu wudhu atau tayammum menyucikan diri, tidak perlu ruku’ dan sujud untuk taqarrub pada tuhan-tuhan ini, karena orang akan khusyuk dan fana dalam nikmat lewat upacara menyalakan api dan sesajen asap tuhan-tuhan ini, Rabbana, beri kami kekuatan menghadapi berhala-berhala ini.

Peristiwa “Malari”

Filed under: Uncategorized — rani @ 8:34 am

Pada pertengahan bulan Januari 1974 terjadi huru hara di Jakarta yang kemudian dikenal dengan “Malari” singkatan dari “Malapetaka limabelas Januari”. P.M Tanaka Kakuei dari Jepang datang berkunjung ke Jakarta disambut dengan demonstrasi mahasiswa tetapi  terjadi juga  pembakaran mobil dan bangunan-bangunan. Banyak saksi mata mengatakan bahwa yang mengadakan kerusuhan itu bukan mahasiswa, melainkan orang-orang yang diangkut ke tempat kejadian dengan truk.

Jenderal Sumitro yang menjadi Wakil Pangkopkamtib/Panglima Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Panglimanya adalah Presiden Suharto) mengundurkan diri sebagai akibat peristiwa tersebut. Terdengar desas-desus bahwa kejadian itu sebenarnya didalangi oleh Brigjen Ali Murtopo dari Opsus (Operasi Khusus). Sudah lama ada rumor yang mengatakan bahwa ada konflik terselubung antara Ali Murtopo dengan Jenderal Sumitro. Di hadapan para mahasiswa, Jenderal Sumitro sering menyebut Ali Murtopo sebagai “jenderal kampungan”. Dengan mendalangi peristiwa Malari, Ali Murtopo berhasil  menjatuhkan Sumitro. Tetapi yang banyak ditangkapi adalah mahasiswa, antaranya Hariman Siregar dan Syahrir (keduanya aktivis Dewan Mahasiswa UI). Yang dituduh menjadi dalangnya yaitu Prof.Dr. Sarbini Sumawinata (Guru Besar Fakultas Ekonomi UI) juga ditangkap. Di samping itu banyak surat kabar yang diberangus, antaranya Indonesia Raya, Pedoman, Abadi, Harian Kami, Nusantara, dan lain-lain. Kebebasan pers yang dinikmati sejak tahun 1966 kembali dipasung oleh kekuatan tangan besi pemerintah.

Tetapi beredar pula desas desus yang mengatakan bahwa”Malari” memang sengaja dibuat untuk menjatuhkan Jenderal Sumitro karena Presiden Suharto tidak suka ada orang yang popularitasnya melebihi dirinya. Jenderal Sumitro memang belakangan banyak membuat gebrakan yang menyebabkan namanya menjadi popular, diantaranya kebijaksanaannya agar Fraksi ABRI dalam MPR tidak mendukung konsep Undang-undang Perkawinan buatan Golkar yang ditolak oleh kelompok Islam dan agar Fraksi ABRI menolak usaha yang hendak menjadikan “aliran kebatinan” sebagai agama yang resmi diakui di Indonesia seperti Islam, Kristen, Katolik, Buda dan Hindu. Konsep Undang-undang Perkawinan diperbaharui  dan akhirnya disahkan setelah tuntutan kelompok Islam diakomodasikan. Sedangkan “aliran kepercayaan” tidak dianggap agama, melainkan hanya dianggap sebagai kebudayaan tradisional. Maka ditempatkan di lingkungan Departemen P dan K, di bawah Ditjen Kebudayaan, bukan di Departemen Agama. Untuk itu dibuat  Direktorat baru yaitu Direktorat Aliran Kepercayaan yang dipimpin seorang direktur.(Sumber:  Buku Hidup Tanpa Ijazah karya Ajip Rosidi)

January 29, 2009

TEKSAS yang Simbolis dan Romantis

Filed under: Uncategorized — rani @ 7:47 am

Jembatan Teksas yang baru diresmikan oleh pimpinan UI dan pimpinan PT Krakatau Steel hari kamis malam tanggal 23 Agustus 2007 di Kampus UI Depok punya makna yang simbolis dan romantis. Jembatan ini juga sebetulnya menandai pergantian pimpinan UI dari Prof. Usman Chatib Warsa, Sp.MK., Ph.D kepada Prof.Dr.der Soz Gumilar Rusliwa Somantri.

Inilah suatu kegiatan peresmian pertama kali di UI yang dilakukan pada malam hari. Kata jembatan TEKSAS, selain merupakan singkatan kata Teknik dan Sastra, yang memang kenyataannya menghubungkan kampus Fakultas Teknik dan Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (dahulu Sastra), ada kata KS, yang merupakan inisial dari perusahaan PT. Krakatau Steel. Kontruksi jembatan sendiri penuh makna simbolis pula, dimana pada kedua ujung jembatan terlihat symbol laki-laki dan perempuan (yoni dan lingga), sedangkan bentuk keseluruhan jembatan yang dipasangi sirip-sirip di atas jembatan, seakan-akan menyerupai sebuah layar perahu yang sedang terkembang mengarungi samudra globalisasi. Bahan baku jembatan yang terbuat dari baja yang tahan korosi dan cuaca dinamakan baja merah putih, mengingatkan orang pada hari kemerdekaan (agustusan) dimana di setiap pelosok nusantara penuh dengan nuansa merah putih.Selain itu, jembatan teksas ini merupakan simbolisasi pertemuan hard Science dan Soft Science, dapat juga diartikan sebagai  jembatan penghubung antara dunia industri dan dunia pendidikan tinggi.

Romantisnya, jembatan teksas memang dibuat untuk “mempertemukan” para mahasiswa Fakultas Teknik dengan para mahasiswi Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB), di beberapa tempat pada jembatan itu sengaja dibuat ruangan untuk pertemuan atau tempat bercengkrama dua sejoli. Saat peresmian jembatan pun suasana romantis terasa, dimana pertunjukkan hiburan dilakukan di panggung terapung di atas danau, dengan memakai penerangan api dari obor yang dipasang di panggung. Para penonton dapat menyaksikan pertunjukkan di atas jembatan maupun di kelas terbuka FIB yang terletak  di atas danau. Sementara diseberang sana terlihat kemegahan engineering center dengan lampu yang terang benderang.

January 28, 2009

Profesor 2

Filed under: Uncategorized — rani @ 10:39 pm

Seorang Profesor dari sebuah universitas terkenal menantang mahasiswa- mahasiswa nya dengan pertanyaan ini, “ApakahTuhan menciptakan segala yang ada?”. Seorang mahasiswa dengan berani menjawab, “Betul, Dia yang menciptakan semuanya”. “Tuhan menciptakan semuanya?” Tanya professor sekali lagi. “Ya, Pak, semuanya” kata mahasiswa tersebut.

Profesor itu menjawab, “Jika Tuhan menciptakan segalanya, berarti Tuhan menciptakan Kejahatan. Karena kejahatan itu ada, dan menurut prinsip kita bahwa pekerjaan kita menjelaskan siapa kita, jadi kita bisa berasumsi bahwa Tuhan itu adalah kejahatan.”

Mahasiswa itu terdiam dan tidak bisa menjawab hipotesis professor tersebut. Profesor itu merasa menang dan menyombongkan diri bahwa sekali lagi dia telah membuktikan kalau agama itu adalah sebuah mitos.

Mahasiswa lain mengangkat tangan dan berkata, “Profesor, boleh saya bertanya sesuatu?” “Tentu saja,” jawab si Profesor.

Mahasiswa itu berdiri dan bertanya, “Profesor, apakah dingin itu ada?” “Pertanyaan macam apa itu? Tentu saja dingin itu ada. Kamu tidak pernah sakit flu?” Tanya si professor diiringi tawa mahasiswa lainnya.

Mahasiswa itu menjawab, “Kenyataannya, Pak, dingin itu tidak ada. Menurut hukum fisika, yang kita anggap dingin itu adalah ketiadaan panas. Suhu -46’F adalah ketiadaan panas sama sekali. Dan semua partikel menjadi diam dan tidak bisa bereaksi pada suhu tersebut. Kita menciptakan kata dingin untuk mendeskripsikan ketiadaan panas”.

Mahasiswa itu melanjutkan, “Profesor, apakah gelap itu ada?” Profesor itu menjawab, “Tentu saja itu ada.”

Mahasiswa itu menjawab, “Sekali lagi anda salah, Pak. Gelap itu juga tidak ada. Gelap adalah keadaan dimana tidak ada cahaya. Cahaya bisa kita pelajari, gelap tidak. Kita bisa menggunakan prisma Newton untuk memecahkan cahaya menjadi beberapa warna dan mempelajari berbagai panjang gelombang setiap warna. Tapi Anda tidak bisa mengukur gelap. Seberapa gelap suatu ruangan diukur dengan berapa intensitas cahaya di ruangan tersebut. Kata gelap dipakai manusia untuk mendeskripsikan ketiadaan cahaya.”

Akhirnya mahasiswa itu bertanya, “Profesor, apakah kejahatan itu ada?”

Dengan bimbang professor itu menjawab, “Tentu saja, seperti yang telah kukatakan sebelumnya. Kita melihat setiap hari di Koran dan TV. Banyak perkara kriminal dan kekerasan di antara manusia. Perkara-perkara tersebut adalah manifestasi dari kejahatan.”

Terhadap pernyataan ini mahasiswa itu menjawab, “Sekali lagi Anda salah, Pak. Kejahatan itu tidak ada. Kejahatan adalah ketiadaan Tuhan. Seperti dingin atau gelap, kejahatan adalah kata yang dipakai manusia untuk mendeskripsikan ketiadaan Tuhan. Tuhan tidak menciptakan kajahatan. Kejahatan adalah hasil dari tidak adanya kasih Tuhan dihati manusia. Seperti dingin yang timbul dari ketiadaan panas dan gelap yang timbul dari ketiadaan cahaya.”

Profesor itu terdiam.

Nama mahasiswa itu adalah Albert Einstein.

(dikutip dari milis Begundal-Salemba)

KPK dan Pencucian Uang

Filed under: Uncategorized — rani @ 4:11 pm

Pada hari Sabtu (31/01), bersamaan dengan kegiatan upacara wisuda UI di kampus Depok, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) H. Antasari Azhar, SH., MH (56) kalau tidak ada aral melintang, akan menjadi salah seorang yang istimewa dan menjadi pusat perhatian dari seluruh hadirin yang mengikuti upacara wisuda. Kenapa menjadi tamu istimewa, tunggulah hingga tiba saatnya nanti, boleh melihat langsung atau membaca berita atau mendengar kabar melalui media elektronik.

Masih ingat pada waktu penerimaan mahasiswa baru program S1 tahun lalu (2008)  Ketua KPK hadir di tengah-tengah mahasiswa baru memberikan semacam “semangat dan pencerahan” serta menunjukkan “jalan yang lurus dan benar” bagi para mahasiswa yang kelak akan terjun ke masyarakat. Dalam kesempatan itu, Antasari Azhar juga memberikan informasi, bahwa mulai tahun depan (2009) akan akan terjun ke daerah-daerah untuk melaksanakan tugasnya. Nah, untuk melaksanakan tugasnya itu tentu saja perlu tenaga baruyang cukup banyak. Dalam merekrut pegawai KPK yang baru, menurut alumni Universitas Sriwijaya itu, dari semua calon pegawai yang diterima, 50 % diantaranya adalah lulusan UI. Apa yang bisa ditarik dari informasi ini? Ternyata para lulusan UI masih mempunyai idealisme dan semangat yang tinggi untuk melakukan pekerjaan menegakkan KEBENARAN. Jadi, bolehlah para pendidik UI berbanggga, ternyata peserta didiknya masih menjunjung tinggi idealisme seperti yang tercantum dalam motto UI saat ini yang tercantum di kalender UI 2009 “VERITAS, PROBITAS, IUSTITIA.”

Satu saat dalam kesempatan bersilatrahim dalam satu acara, saya  mendengar cerita dan pengalaman pegawai KPK yang melaksanakan tugasnya.  Satu tim KPK ditugaskan untuk menggerebek rumah Artalita Surjani. Semua tempat digeledah tidak ada yang terlewatkan, tetapi tidak menemukan bukti-bukti yang dapat dijadikan untuk menjerat tersangka. Hampir-hampir saja para petugas akan memberhentikan penggeledahan. Tetapi salah seorang petugas masih penasaran. akhirnya sampai di tempat cucian pakaian, tidak terlihat hal yang mencurigakan. Tetapi terlihat beberapa ember penuh dengan cucian pakaian, seperti baru saja dibasahi.Pakaian yang basah dalam cucian itu diangkat. Ternyata didalam ember itu gepokan uang tersimpan dengan rapihnya.

Profesor 1

Filed under: Uncategorized — rani @ 9:48 am

Di lingkungan akademis pendidikan tinggi, siapa yang tidak tahu dengan istilah Profesor. Bahkan dahulu kala nama tersebut mempunyai karisma tersendiri, karena atribut-atribut yang senantiasa melekat pada dirinya. Berusia lanjut, berpakaian  jubah hitam, berpakaian putih, bercelana dan bersepatu hitam, berdasi kupu-kupu putih atau dasi panjang hitam, memakai toga bersegi empat dengan kuncir yang bergerak kesana kesini kalau kepala sang profesor bergoyang. Punya sederet gelar akademis di depan namanya atau di belakang namanya. Pendeknya, kalau mendengar profesor, maka gemetarlah dan bertambah cepat degup jantung sang mahasiswa yang akan menghadapi ujian atau harus menjawab pertanyaan sang profesor.

 

Belakangan ini, mungkin setelah kemunculan  grup (lawak) warkop  yang berasal lingkungan akademis Nanu-Kasino-Dono-Indro merajai panggung komedi di radio dan film, awal tahun tujuhpuluhan, profesi profesor menjadi salah satu bahan guyonan grup ini, maka terjadilah de-sakralisasi keprofesoran, sehingga kesan angkernya jadi mencair. Misalnya saja, profesor yang diasosiasikan sebagai seorang tua yang berkacamata, berkepala botak dan pelupa.Bahkan tambah merakyat ketika kemudian di awal tahun 2000 an ini, muncul “The Profesor Band”, suatu grup band yang para pemain dan penyanyinya terdiri dari para profesor dari  berbagai fakultas yang ada di lingkungan UI. Bahkan dalam perayaan ulang tahun televisi Indosiar yang ke-14 baru-baru ini, tanpa canggung-canggung seorang profesor menyanyikan lagu yang tengah digandrungi masyarakat dengan berjingkrak-jingkrak tidak lupa dengan ditemani istri tercinta.

 

Sesungguhnya, profesor itu merupakan suatu bentuk penghargaan dari pemerintah akan kepakaran seseorang dalam satu bidang ilmu tertentu, baik karena ketekunannya dalam meneliti yang dibuktikan dalam bentuk publikasi  ilmiah yang diterbitkan dalam jurnal ilmiah, mengaplikasikan bidang ilmunya pada masyarakat, maupun  pengabdiannya dalam membimbing dan mencetak peserta didik menjadi insan akademik yang mencapai jenjang S1, S2 dan S3. Jadi Profesor itu disandang seseorang selama dia berada dan berkecimpung di dalam lingkungan pendidikan.

 

Bagaimana kalau seseorang yang menyandang profesor tersebut, menjadi birokrat atau aktif di luar lingkungan pendidikan dan atau menjabat jabatan publik atau privat? Apakah dia masih berhak untuk menyandang atau mencantumkan profesornya di depan namanya? Dalam hal ini, mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (alm) Fuad Hassan, profesor dari Fakultas Psikologi UI telah memberikan teladan yang sangat baik sekali. Sewaktu diangkat menjadi duta besar RI di Mesir, dia tidak memakai profesor di depan namanya di dalam surat menyurat atau pun dalam kesehariannya selama menjadi duta besar. Begitu pula dalam kesehariannya sewaktu menjabat sebagai menteri Pendidikan Kebudayaan,  tidak ada embel-embel gelar akademik ataupun profesor. Hal ini juga dapat dilihat pada prasasti di dinding ruangan balai kirti yang terletak di lantai satu Gedung Pusat Administrasi Universitas Indonesia kampus Depok. “Panji-panji ilmu dan seni, berkibar tinggi di  almamater ini – Fuad Hassan, 5 September 1987.”  Begitulah etika akademik yang ingin ditularkan Fuad Hassan kepada setiap insan akademis generasi kini dan yang akan datang.

January 27, 2009

Jalan Tegak atau Tertunduk?

Filed under: Uncategorized — rani @ 9:23 pm

Judul tersebut dikutip dari salah seorang peserta yang bertanya kepada pimpinan UI, pada waktu dilakukan sosialisasi renumerasi & kinerja staf pengajar UI, hari Selasa (27/01) di Balai Sidang Kampus Depok. Suatu pertanyaan yang sangat wajar sekali muncul, untuk meyakinkan diri, seberapa besar penghargaan yang diberikan UI terhadap pengabdiannya. Karena dari sinilah dia akan dapat menentukan, apakah pulang mengajar akan berjalan tegak ataukah tertunduk. Hal ini bisa dimengerti, mengingat status UI yang sejak tahun 2000 telah menjadi Badan Hukum Milik Negara (BHMN), yang kemudian kini lebih ditegaskan lagi dalam Badan Hukum Pendidikan (BHP), dimana universitas diberikan kebebasan untuk mengelola keuangannya secara otonomi.

Kesan sementara ini di kalangan masyarakat, beberapa perguruan tinggi yang berstatus BHMN biaya studinya menjadi sangat mahal dan sangat komersial sekali. Sehingga menyebabkan orangtua calon mahasiswa yang berpenghasilan pas-pasan, berpikir duakali untuk memasukkan anaknya ke perguruan tinggi tersebut. Atau bahkan ada orangtua yang berpendapat, mendingan disekolahkan di luar negeri, yang sudah jelas standar dan kualitasnya.

Kembali kepada masalah renumerasi atau penghasilan yang didapat seorang staf pengajar kalau mengikuti skenario skala penggajian yang akan diterapkan UI, ditanggapi secara beragam. Hal ini terlihat dari berbagai pertanyaan yang muncul. Ada kesan, renumerasi yang diajukan juga masih bersifat sementara, belum final. Misalnya saja, skala penggajian pejabat struktural yang baru diatur hanya sampai sekretaris Dekan. Sementara gaji para manajer ataupun kepala departemen, belum ada kejelasan yang pasti. Begitu pula menjadi pertanyaan besar penghasilan yang bisa dibawa pulang seorang dosen. Hal ini memang menjadi krusial dan pasti akan mengundang komentar yang negatif. Karena itulah sebetulnya masalah penggajian ini selalu ditunda-tunda oleh pimpinan UI terdahulu.

Soal besaran yang bisa diterima seorang dosen, Wakil Rektor II tidak mau memberikan angka yang pasti. Namun demikian, Direktur SDM sedikit memberi hiburan, paling tidak sekurang-kurangnya 4 juta rupiah bisa dibawa pulang seorang dosen yang mempunyai masa kerja 0 tahun. Tetapi masih banyak persoalan lain masih berada dalam koridor kegelapan. Secara berkelakar, direktur SDM berkomentar, untuk persoalan-persoalan yang masih gelap dapat diselesaikan “secara adat”.

Imlekan dan Perkembangan Sains

Filed under: Uncategorized — rani @ 4:13 pm

Ketika orang ramai memperingati tahun baru cina (imlek) dengan berbagai tulisan dan liputan di berbagai media cetak dan media elektronik, asosiasi saya imlekan harus disertai dengan dar-der-dor bunyi petasan. Saya jadi teringat kepada jasa yang diberikan oleh bangsa Tionghoa/Cina terhadap perkembangan peradaban dunia, khususnya dalam hal senjata api.

 

Bangsa Cinalah yang pertama kali menemukan cara pembuatan bubuk mesiu yang kemudian berkembang menjadi bahan dasar untuk peluru/meriam senjata api masa kini. Dengan perkembangan jaman, maka mesiu menjadi satu alat untuk memenangkan suatu peperangan. Perkembangan selanjutnya seperti yang sudah kita saksikan, senjata api memegang peranan penting dalam suatu pertempuran di abad keduapuluh..

 

Cina yang mempunyai tradisi serta budaya yang cukup tua, juga banyak menyimpan ilmu pengetahuan yang sangat bermanfaat bagi banyak orang, tetapi rupanya belum cukup dikenal, khusunya di dunia Barat. Hanya karena metodenya berbeda dengan metode yang sudah berkembang di dunia Barat. Baru pada tahun tujuhpuluhan, seiring dengan keterbukaan kebijakan Negara tirai bambu tersebut, mulai dikenal  ilmu pengetahuan dari Cina, misalnya pengobatan kedokteran akupuntur.

 

Pengajaran Sastra Cina di UI berawal dari tahun 1939, sebelum Fakultas Sastra UI berdiri (1940). Pasang surut perkembangan Sastra Cina seiring dengan perkembangan suhu politik Negara. Sudah banyak kerjasama yang dilakukan UI dengan perguruan tinggi di Cina. Tapi menurut salah seorang pengajar Sastra Cina UI, kerjasama tersebut lebih banyak hanya sebatas di atas kertas. Namun demikian, di tahun 1990 an, Jurusan Sastra Cina berhasil membuat satu buku besar kamus Cina-Indonesia bekerjasama dengan para pengajar Universitas Bejing. Pada periode kepemimpinan Mochtar Riady sebagai ketua Majelis Wali Amanat  (MWA) UI awal tahun 2000 an, beberapa orang anggota Senat UI sempat mengunjungi Negara Cina, karena  Mochtar sendiri duduk sebagai Dewan Penyantun Universitas Bejing. Pertengahan tahun 2000 an, UI mendapat hibah senilai satu juta dolar AS berupa seperangkat peralatan Laboratorium telepon mobile CDMA, yang peresmiannya dilakukan oleh Menkominfo M. Nuh. Kemudian pada tahun lalu dilakukan  penandatanganan kerjasama antara UI dengan salah satu Universitas di Bejing untuk mengembangkan ilmu pengetahuan kedokteran tradisional yang sudah berkembang dengan baik di Cina. Sejauh mana manfaat yang bisa diambil UI dengan adanya hibah, pertukaran staf pengajar, kunjungan dan kerjasama yang dijalin, masih butuh waktu lagi.

 

Seperti juga Presiden AS Barack Obama yang memberikan perhatian terhadap perkembangan  yang “mencengangkan” Negara India dan Cina, semestinya kita pun dapat belajar banyak dari kemajuan yang dialami Negara Cina, karena negara kita pun mempunyai potensi yang dapat dikembangkan seperti juga Negara Cina. Dan itu sangat tergantung kepada orang-orang UI yang saat ini tengah menjadi pimpinan. Karena ditangan merekalah sebetulnya masa depan UI, yang konon katanya saat ini memasuki masa transisi yang sangat kritis.