Pemahaman Asy’ariyyah yang membatasi sifat wajib bagi Allah hanya 20 sifat, merupakan pemahaman yang keliru. Pemahaman ini didorong oleh semangat dalam mengagungkan Allah ‘azza wajalla yang tidak mungkin sama dengan makhluk. Oleh karena ini, saudara-saudara Asy’ariyyah menolak -diantaranya- sifat ridho, murka, tangan, telinga, turun bagi Allah. Padahal sifat-sifat tersebut disebutkan dalam Al-quran dan hadits-hadits shahih.
Sebenarnya pemahaman Asy’ariyyah ini sudah dikritisi oleh para ulama. Termasuk juga di kitab-kitab matan hadits, yang kebanyakan para ustadz, kyai, ajengan memiliki dan pernah mempelajari kitab-kitab matan hadits. Pemahaman Asy’ariyyah ini dikritisi di dalam kitab-kitab matan hadits, lebih spesifik lagi dengan istilah jahmiyyah. Jahmiyyah menolak semua sifat Allah keceuali sedikit saja. Kemudian Asy’ariyyah terpengaruh dan mewarisi sebagian penolakan ini.
Kesimpulannya, jika kita ingin mengetahui catatan terhadap Asy’ariyyah, di kitab-kitab matan hadits, maka salah satu caranya adalah membaca bagian dengan kata kunci jahmiyyah الجهمية.
Imam Ibnu Majah (wafat tahun 273 H) menuliskan sebuah bab dalam kitab sunan beliau bab “Perkara-perkara yg diingkari oleh kelompok Jahmiyyah” kemudian membawakan sejumlah hadits, yakni hadits no. 176-201. Pada bab ini, beliau membawakan sejumlah hadits yang menerangkan tentang melihat Allah di hari kiamat, Allah tertawa, Arsy Allah, Allah berada di atas penduduk surga, Allah berbicara kepada hambaNya tanpa penterjemah, tangan Allah, tangan kanan Allah, Allah di atas langit, Allah tidak tidur dan tidak membutuhkan tidur, wajah Allah, jari-jemari Allah, Allah senantiasa dalam kesibukan.

Imam Abu Daud (wafat tahun 275 H) menuliskan sebuah bab dalam kitab Sunan beliau bab “Tentang kaum Jahmiyyah” kemudian beliau membawakan sejumlah hadits No. 4721-4728. Selain itu, beliau juga berikutnya membawakan bab-bab lain yang berkaitan seperti bab “tentang melihat (Allah)”, bab “bantahan terhadap jahmiyyah”, bab “tentang Alquran”, bab “tentang Dajjal”.
Imam Abu Daud membawakan beberapa hadits di bab-bab tersebut berkenaan tentang Allah berada di atas Arsy-Nya, malaikat pembawa (pemanggul) Arsy, telinga Allah (hadits No. 4728), melihat Allah di hari kiamat, Allah menggulung langit di hari kiamat, tangan Allah, Allah turun ke langit dunia, Alquran kalam Allah, Al-quran bukan makhluq, Allah berbicara yang didengar oleh penduduk langit (hadits No. 4738), Allah tidak buta (hadits No. 4757).

Ada bagian yang menarik yang mungkin perlu kita tampilkan di sini, yakni ketika membahas hadits No. 4728. Pada hadits di bawah ini menyampaikan bahwa Abu Hurairah ketika membaca ayat bahwa Allah Maha Mendengar dan Maha Melihat, beliau menyampaikan bahwa ia melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam meletakkan ibu jarinya di telinga dan kemudian di mata. Abu Hurairah berkata: Aku melihat Rasulullah membaca ayat tersebut kemudian meletakkan jari-jarinya (ke telinga dan mata -tambahan dari komar-). Ibnu Yunus berkata: Al-Muqri berkata: yakni bahwa Allah maha mendengar dan maha melihat, yakni Bahwa Allah memiliki pendengaran (telinga -tambahan dari komar-) dan penglihatan (mata -tambahan dari komar-). Abu Daud berkata: Ini adalah bantahan atas Jahmiyyah.


Imam Tirmidziy (wafat tahun 279 H) dalam kitab Sunan beliau membawakan hadits No. 2415 bahwa setiap manusia akan bercakap-cakap dengan Tuhannya tanpa ada penterjemah. Kemudian Imam Tirmidziy menambahkan riwayat dari Waki’ bahwa beliau berkata: “Siapa yang merupakan penduduk Khurasan, hendaklah menyampaikan dengan sungguh-sungguh kepada penduduk Khurasan, karena kaum Jahmiyyah mengingkari hal ini”.

