Ugh, ingin rasanya mencak-mencak. Tapi saya sadar, blog ini dikonsumsi oleh khalayak ramai. Jadi, saya coba curhat dengan mengerem saja. Kalau mau baca curhatan saya silakan, kalau tidak, ya, silakan lewat saja.
Saat ini saya sedang berbulan madu dengan Gentoo. Saya berhasil memasang KDE4.4, Netbeans, MPlayer, yakuake, dan qmmp. Sungguh luar biasa! Saya bisa mendengarkan musik, memainkan berkas film kualitas HD, dan menjalankan Netbeans 6.9 tanpa membuat PC bernyanyi Poco-poco.
Pengetahuan kompilasi optimal dengan Gentoo ini lalu saya konversikan ke instalasi Debian/Ubuntu saya. Lumayan, pada mesin Celeron, MPlayer yang dikompilasi ulang menurunkan beban CPU dari ~90% menjadi ~1% saja. Saya berencana untuk mengompilasi ulang beberapa paket di Debian/Ubuntu (Hey, itu sebabnya ada
deb-src). Entahlah, saya harus membaca-baca dulu spesifikasi SSSE3.
Sayangnya, bulan madu dengan kompilasi berjalan tidak mulus. Saya menemukan kesulitan ketika saya hendak mengompilasi salah satu komponen e-Akses, saya menemui kegagalan. Padahal, saya sudah mengorbankan kesucian 64 bit dengan memasang emulasi 32 bit. Oh, tidak, ternyata gara-gara sebuah komponen tertutup yang terkompilasi 32 bit.
Dasar vendor!
Haduh, itu pustaka dikompilasi dengan 32 bit. Sudah begitu, pustaka itu menggunakan libstdc++5, sebuah pustaka kuno! Ayolah, zaman begini masih pakai pustaka tersebut? Padahal, distro-distro terbaru (termasuk Ubuntu semenjak Lucid) sudah tidak lagi memaketkan libstdc++5 — sudah bertahun-tahun pindah ke libstdc++6!
Benar kata [ARLIED], mengapa pembuat perangkat keras masih saja menyembunyikan pustaka yang hendak mengakses perangkat keras mereka? Bukankah mereka seharusnya membuat perangkat keras? Terkadang, saya juga tidak habis pikir dengan alasan perlindungan kekayaan intelektual. Terhadap apa? Bukankah disain perangkat keras mereka sudah dilindungi hak cipta?
Saat ini, pasar solusi berbasis GNU/Linux meningkat. Hal ini karena adanya inovasi dan implementasi sistem embedded. Perangkat Windows, .NET, dan segala macam yang ringkih tidak lagi menjadi dominasi. Semua semakin menginginkan efisiensi dan performa, termasuk dari segi biaya.
Coba kita lihat peta GNU/Linux dan FOSS secara umum dalam percaturan perangkat keras.
Nokia yang sudah mengakuisisi Trolltech berniat membuat implementasi Meego yang lebih dahsyat dengan menggunakan Qt. Nokia ditemani Intel akan membuat solusi yang menarik, Untuk sementara, ponsel N900 cukup memuaskan dahaga para pengilik FOSS. Berbagai perkakas kecil yang dibuat dari Qt semakin memperkaya ponsel Symbian ini. Oh, ya, tahukah Anda bahwa kernel Symbian sudah dirilis ulang sebagai kode terbuka (open source)?
Siapa yang tidak tahu Google? Dia dan Androidnya, yang walau pun cukup dimaki-maki karena sering kali mengembangkan di belakang layar lalu merilis penuh, memberi napas baru kepada FOSS. Android telah memberi kesan kepada khalayak bahwa FOSS bukan aplikasi main-main.
Lalu bagaimana Indonesia?
Saya terus terang senang dengan IGOS, POSS, Aria Hidayat, mdamt, dan orang-orang lainnya yang telah mengharumkan nama FOSS di Indonesia. Tetapi, selama perguruan tinggi di Indonesia tidak menangkap ombak ini, pergerakan FOSS di Indonesia hanya usaha perorangan saja. Bayangkan, masakkan masih ada seorang praktisi IT yang ngeri menggunakan GNU/Linux? Lagipula, masakkan sampai sekarang Indonesia masih menganggap bahwa GNU/Linux hanyalah subtitusi Windows.
Yang benar saja!
Ada falsafah, pengajaran, dan kualitas yang dikejar dalam FOSS. FOSS tidak sekedar berbicara mengenai perangkat lunak gratis. FOSS mengajarkan kreativitas. FOSS mengajarkan humanitarian dan etika akademik. FOSS mengajarkan penghargaan setinggi-tingginya kepada manusia, bukan perusahaan.
Lihat Brazil. Oh, jangan, lihat yang paling dekat saja: Malaysia. Walau pun mereka terlambat masuk, sekitar 2008, sekarang ini mereka berpindah ke FOSS dengan perlahan tapi pasti.
Ugh, kok, makin melebar? He… he… he…
Maksud saya, sayang sekali Indonesia tidak secara terstruktur berpindah ke FOSS. Bayangkanlah, seandainya itu bisa terjadi, kita bisa membuat industri solusi elektronik yang cerdas. Bukan hanya mengimpor dari Cina.
Seandainya itu tidak terjadi, saya tidak akan mencak-mencak. Karena, saya tahu, saya mendapat dukungan penuh dari vendor (yang notabene bangsa sendiri) yang merilis perangkat kerasnya untuk dikembangkan semakin keren secara bersama-sama.
Anda tidak tahu, mungkin ada fungsionalitas dari produk Anda yang belum Anda pikirkan sebelumnya dan ada orang lain dalam komunitas yang menemukan fungsionalitas itu.
Referensi:
[ARLIED] http://airlied.livejournal.com/73115.html