Video Yochai Benkler ini menjelaskan tentang sebuah ekonomi baru: crowdsourcing. Intinya, sebuah masalah besar, sebuah pasar besar, atau apa pun yang tidak mungkin dilakukan sendiri, tetapi bisa dilakukan bila diserahkan kepada publik. Dan semua yang besar itu merupakan masalah pada abad sekarang ini.
Contohnya, tahun 2002 Jepang membuat sebuah komputer super EarthSim. Beberapa tahun kemudian, Blue Gene dibuat dengan performa sedikit di atas EarthSim. Tetapi, komputer super sejati yang digunakan oleh NASA adalah SETI@HOME. Sebuah proyek yang memungkinkan orang menyumbangkan sebagian siklus prosesornya saat sedang menjalankan screensaver untuk melakukan perhitungan. Jutaan komputer di seluruh dunia yang berpartisipasi secara sukarela memberikan kekuatan komputasi jauh di atas kedua komputer super tersebut.
Contoh yang lainnya adalah informasi tentang Barbie. Anda takkan mendapatkan informasi yang lengkap dari ensiklopedia Britannica. Tetapi, ketika Anda membuka Wikipedia, Anda akan mendapatkan informasi yang lengkap. Tidak ada ensiklopedi yang dapat mengalahkan kelengkapan informasi Wikipedia.
Dan contoh lainnya seperti Apache Web Server, Google vs. Yahoo! index, dan lain sebagainya. Perangkat lunak bebas dan terbuka (Free and Open Source Software/FOSS) membuka cakrawala berpikir bagi teknologi informasi. Ia membuat industri informasi tidak lagi dikuasai oleh sebuah entitas, melainkan diserahkan kepada masyarakat (general public). Dan, hasilnya teknologi-teknologi yang tak terpikirkan.
Hanya saja, saya ingin ketika orang berpikir mengenai FOSS, orang tidak berpikir berbicara tentang gratis. FOSS berbicara tentang ekonomi sosial. Bukan komunisme yang tidak menghargai hak perseorangan atau pun kapitalisme yang telah gagal menjawab permasalahan dunia. Tetapi, sebuah sosialisme yang dilandasi dengan pemenuhan kebutuhan bersama sekaligus menghargai hak-hak individu.
Seperti yang saya bahas dalam visi saya mengenai FOSS, FOSS adalah sebuah perubahan paradigma berpikir. Seperti yang diujarkan dalam video di atas, ekonomi berbasiskan kontribusi orang banyak ini, crowdsourcing, menjadi momok bagi sistem ekonomi saat ini. Hal ini wajar terjadi karena terjadi perbedaan pemikiran era industrialisasi yang berbicara mengenai kapitalisme dengan era kebebasan informasi yang saya pikir merupakan sebuah sosialisme yang tertuang ulang dalam ide FOSS.
Untuk membangun sebuah infrastruktur pada masa industrialisasi, seseorang/badan (entitas) mesti memiliki dana besar. Untuk dapat menutupi investasi yang besar, dibutuhkan pasar yang besar. Untuk itu, entitas ekonomi tersebut secara natural akan melakukan apa pun untuk melindungi kepentingan pemodal. Hal ini perlu dilakukan agar mereka dapat bertahan hidup.
Itu sebabnya, lobi-lobi di badan hukum agar menggolkan Undang-Undang lazim terjadi, setidaknya di Amerika. Ini yang membuat korporasi berkuasa. Karena kapitalisme menilai dari uang yang masuk, faktor kemanusiaan semakin dihilangkan. Maka, dengan mudah sebuah korporasi memindahkan unit bisnisnya ke luar negeri untuk memiliki tenaga kerja yang lebih baik (baca: murah).
Apakah mereka salah? Tentu tidak, seperti yang saya katakan, industri butuh kapital untuk bisa hidup. Motivasi ini yang membuat mereka harus bertahan. Setidaknya, itu yang terjadi dengan industri sepatu Indonesia. Nike, Neckerman, dan industri sepatu luar negeri memindahkan pabrik mereka ke negara-negara yang lebih baik dari Indonesia, dalam artian kepastian hukum, tenaga kerja yang murah, dan situasi yang kondusif.
Secara ekonomi mereka menang, tetapi secara kemanusiaan telah gagal. Bukankah sistem ekonomi dibangun untuk menyejahterakan seluruh umat manusia? Bukankah teori-teori ekonomi tersebut dilakukan untuk mengatasi masalah kemiskinan? Bukankah kekuatan hukum seharusnya dibuat untuk membuat warga negara dapat hidup damai?
Lalu, mengapa pengangguran kian bertambah? Mengapa angka kejahatan semakin bertambah? Mengapa seluruh rakyat harus menanggung hutang konglomerat?
Tanpa menyalahkan siapa pun, saya pikir sudah saatnya pola pikir industrialisme diubah ulang. Sudah saatnya kita mulai berpikir ulang mengenai sistem ekonomi kita. Tidakkah dunia telah gagal mempertahankan kapitalisme yang ternodai dengan korupsi dan ketamakan?
FOSS bukan berbicara mengenai perangkat lunak yang dapat didapatkan secara gratis. FOSS berbicara tentang ide yang di dalamnya kita dapat berbagi atau pun memberikan dengan menerima bayaran tanpa mengurangi hak orang tersebut untuk dapat menggunakan, memodifikasi, mau pun menjual kembali apa yang dia sudah punya. Pemenuhan kebutuhan bukan berdasarkan uang, melainkan kepentingan.
Berikut merupakan salah satu praktik dari FOSS:
Video ini menceritakan kisah hidup Marcin Jakubowski. Ia hanyalah seorang doktoral (Ph.D.) yang memutuskan untuk bertani. Awalnya, ia membeli sebuah traktor. Traktor itu rusak dan ia membayar untuk mereparasinya. Lalu, traktor itu rusak lagi dan dia tidak mampu untuk kedua kalinya.
Ia lalu memutuskan untuk membuat sebuah traktor sendiri. Kemudian, ia mempublikasikan rancang bangun traktornya ke dalam sebuah wiki. Ia juga memvideokan cara-cara pembuatan traktor. Ia juga menyertakan alat-alat yang dibutuhkan dan harga per komponen. Hasilnya, orang-orang dari seluruh dunia mulai mempraktikkan dan mengkontribusikan kembali hasil pekerjaan mereka. Saat ia berbicara, sudah ada 8 prototipe traktor yang bisa disesuaikan dengan kebutuhan. Dan proyek ini bisa berkelanjutan karena sudah ada lebih dari 200 donor.
Crowdsource Indonesia
Apa yang bisa kita bawa ke Indonesia?
Untungnya, ide ini telah terlebih dahulu terkooptasi oleh para Bapak dan Ibu pendahulu kita. Semangat ini jelas tercipta di dalam UUD 1945 terutama dalam pasal 33: [1]
- Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.
- Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
- Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Seperti yang dikatakan oleh Yochai Benkler, sudah seharusnya orang tidak lagi menciptakan perkakas jadi untuk sebuah tujuan tertentu (well-manufactured appliance). Akan tetapi, sudah saatnya kita menciptakan sebuah produk yang menjadi sebuah perkakas terbuka. Bukan menciptakan sebuah solusi saja, tetapi menciptakan sebuah landasan (platform) yang di dalamnya ide-ide yang sebelumnya tidak terpikirkan dapat diwujudkan.
Bebaskan Infrastruktur
Sudah saatnya pemerintah tidak lagi berpikir bahwa dia adalah titik pivot. Pemerintah seharusnya berpikir untuk membangun sesuatu dan biarkan masyarakat umum berpendapat untuk apa itu. Selama ini, menurut saya, pemerintah terbebani sebagai pengambil keputusan dalam menentukan segala hal. Padahal, deregulasi yang didengungkan semenjak era 90an berkata sebaliknya. Dalam hal ini, pemerintah cukup sebagai penyedia (enabler) untuk inovasi.
Terkadang, bila dirasa perlu dan dengan pengawasan, pemerintah perlu juga berperan sebagai regulator untuk memastikan semua dapat terencana. Kalau mengaitkan dengan UUD 1945, artinya untuk infrastruktur atau pun hal-hal yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat.
Kalau dari pengertian tersebut, bukankah seharusnya infrastruktur dasar seharusnya dikuasai oleh negara?
Infrastruktur ATM yang digunakan oleh seluruh perbankan untuk menyalurkan hidupnya kepada masyarakat, bukankah seharusnya dikuasai negara? Bukankah moda transportasi darat yang digunakan orang banyak seharusnya dikuasai oleh negara? Bukankah seharusnya jaringan serat optik yang menghubungkan jejaring lokal se-Indonesia seharusnya dikuasai oleh negara?
Dikuasai bukan berarti dimiliki, tetapi dikelola dan apabila dianggap perlu dapat mengintervensi. Negara dalam pembelajaran saya dulu sewaktu zaman PMP/PPKn (entah apa sekarang istilahnya) disebut sebagai Pemerintah dan Rakyat. Artinya, seharusnya ada mekanisme sosial yang di dalamnya rakyat dapat memberikan kontribusi. Kontribusi bukan hanya kritik mau pun saran, tetapi juga bisa berupa modal dan pengawasan.
Jadi,
Malaysia bisa menghasilkan infrastruktur murah pada jaringan perbankan. Maka Indonesia, mohon telanlah kepentingan pribadi masing-masing bank dan lihat pembangunan seluruh Indonesia. Indonesia dengan keadaan geografis seperti ini membutuhkan biaya mahal bila dikerjakan sendiri. Infrastruktur bank yang menjangkau pelosok dapat mengalahkan praktik ijon yang mendera masyarakat desa.
Moda transportasi darat yang dikuasai oleh negara menjamin setiap orang untuk dapat melakukan peran dalam berkontribusi baik dalam hal kritik, saran, mau pun modal yang bisa diaudit dan dipertanggungjawabkan. [Bah! katanya minyak diturunkan tiga kali, tapi, kok, ongkos nggak turun-turun?]
Saya prihatin dengan regulasi sekarang yang harus membuat pihak-pihak yang hendak berinvestasi dalam pembangunan serat optik untuk membayar pelbagai macam pajak. Seharusnya, mereka yang bersedia menginvestasikan serat optik diberi insentif dan kemudahan. Dengan kemudian mereka juga berkontribusi kepada masyarakat, antara lain menyediakan jaringan komunal.
Selain membebaskan frekuensi tertentu untuk hubungan radio, seharusnya pemerintah membangun konsorsium penyedia layanan untuk membangun infrastruktur. Bukankah cara ini yang dipakai dalam Busway? Bahkan lebih lagi, mengapa tidak dibebaskan saja orang-orang yang hendak membuat infrastrukturnya sendiri, alih-alih ditangkap dan dipenjarakan?
Intinya, tidak perlu lagi jaringan kabel optik dari satu penyedia layanan terpacul oleh penyedia layanan saingan. Karena, infrastruktur disediakan oleh konsorsium dan pemerintah sebagai wasitnya. Kalau memang mau memakai mekanisme pasar, biarkan pasar bekerja dan kreativitas bagi kepentingan bersama terjadi.
Saya termasuk orang yang kurang beruntung dalam layanan Internet. Saya seorang yang punya pengetahuan untuk membangun infrastruktur. Tetapi, kisah RT/RW Net membuat saya berpikir ulang untuk membuat WIFI. Padahal, daripada saya menunggu investasi FirstMedia yang cuma sampai kompleks sebelah, sebenarnya saya punya kemampuan untuk membuat router bebas yang bisa terhubung dari satu kompleks ke kompleks lainnya.
Implikasinya, tentu untuk jangka pendek saya bisa bermain game daring dengan tetangga dari kompleks sebelah, mempererat silaturahmi dengan tetangga sebelah. Untuk jangka panjang, sebuah komunitas Internet yang terjangkau dapat menyediakan layanan antar tetangga, jualan daring yang dapat menjangkau lebih banyak pelanggan, bahkan media distribusi Buku Sekolah Elektronik. Saya pun dapat menyebutkan banyak teknologi komputasi pervasif yang dapat dilakukan, namun sekarang mustahil.
Hal yang lain adalah dengan mengimplementasikan Wajanbolik untuk desa-desa tertinggal seharusnya dapat dikerjakan tanpa harus dituntut karena menggunakan frekuensi tanpa izin. Seharusnya, pemerintah cukup mengatur agar permainan dilakukan secara adil dan tertata rapi. Bukan menghambat inovasi.
Bahaya Yang Mengancam
Sebagai masyarakat global, kita tidak boleh lepas tanggung jawab dari masalah dunia. Saat ini, semakin berkurangnya sumber daya alam dan ketimpangan pertumbuhan yang melahirkan radikalisme (terorisme), malnutrisi, dan korupsi. Dan tren ini semakin meningkat. Saya kuatir, dengan degradasi sistematis seperti sekarang ini, dunia akan mengalami kebangkrutan total. Padahal, ada cukup sumber daya alam bagi kita.
Mungkin saya mau pun Anda tidak dapat memikirkannya. Bagaimana dapat menciptakan lapangan pekerjaan bagi segenap rakyat Indonesia dan mencerdaskan Indonesia. Akan tetapi, mungkin ada dari jutaan penduduk Indonesia yang bila diberi kesempatan dapat menjawab.
Percayalah, akan lebih baik bila tidak sendirian berpikir mengenai Indonesia. Ide-ide yang tak terpikirkan sebelumnya dapat lahir dan kesejahteraan kita dapat meningkat. Sehingga, alih-alih kita mencari pekerjaan, kita dapat membuat sendiri pekerjaan secara legal. Dan apabila perusahaan-perusahaan asing itu hendak pergi, kita tidak perlu menjilat sepatu mereka supaya tinggal.
Apa Yang Bisa Saya Lakukan
Apabila Anda seorang guru sejarah atau PMP/PPKn (saya tidak tahu namanya sekarang), mohon jangan nilai tugas siswa Anda dengan penggaris. Biarkan mereka mengeksplorasi ide-ide Bapak dan Ibu pendiri negara ini. Hal ini agar mereka tidak seperti kita yang telah kehilangan semangat sosialisme. Mungkin, pada generasi mereka, mereka mengerti ide sosialisme yang benar.
Apabila Anda seorang PNS yang baru masuk, ingatlah ini dan mohon terus bertahan sampai Anda sampai di suatu titik ketika Anda punya kuasa mengambil keputusan, perbaikilah hukum.
Mari kita publikasikan ide-ide penelitian yang dapat dimanfaatkan oleh orang lain. Memang sulit. Tetapi, daripada berdebu di perpustakaan atau pun tercuri dalam karya tulis lainnya, bukankah lebih baik dipublikasikan dan dimanfaatkan bersama?
Hanya itu yang terpikirkan oleh saya, tetapi saya percaya bahwa Anda memiliki potensi untuk berpikir lebih baik dari saya.
Mari kita crowdsourcing membangun Indonesia, karena mebangun masyarakat mahdani bukan tugas individu.
Saya hanya mempublikasikan ide saya ini. Bila tidak layak, anggap saja tulisan ini sebagai obrolan di warung kopi. Silakan tampilkan ide Anda.
- http://indonesia.ahrchk.net/news/mainfile.php/Constitution/22/ ^