Tag Archives

6 Articles
Crowdsourcing Economy

Crowdsourcing Economy

Video Yochai Benkler ini menjelaskan tentang sebuah ekonomi baru: crowdsourcing. Intinya, sebuah masalah besar, sebuah pasar besar, atau apa pun yang tidak mungkin dilakukan sendiri, tetapi bisa dilakukan bila diserahkan kepada publik. Dan semua yang besar itu merupakan masalah pada abad sekarang ini.

Contohnya, tahun 2002 Jepang membuat sebuah komputer super EarthSim. Beberapa tahun kemudian, Blue Gene dibuat dengan performa sedikit di atas EarthSim. Tetapi, komputer super sejati yang digunakan oleh NASA adalah SETI@HOME. Sebuah proyek yang memungkinkan orang menyumbangkan sebagian siklus prosesornya saat sedang menjalankan screensaver untuk melakukan perhitungan. Jutaan komputer di seluruh dunia yang berpartisipasi secara sukarela memberikan kekuatan komputasi jauh di atas kedua komputer super tersebut.

Contoh yang lainnya adalah informasi tentang Barbie. Anda takkan mendapatkan informasi yang lengkap dari ensiklopedia Britannica. Tetapi, ketika Anda membuka Wikipedia, Anda akan mendapatkan informasi yang lengkap. Tidak ada ensiklopedi yang dapat mengalahkan kelengkapan informasi Wikipedia.

Dan contoh lainnya seperti Apache Web Server, Google vs. Yahoo! index, dan lain sebagainya. Perangkat lunak bebas dan terbuka (Free and Open Source Software/FOSS) membuka cakrawala berpikir bagi teknologi informasi. Ia membuat industri informasi tidak lagi dikuasai oleh sebuah entitas, melainkan diserahkan kepada masyarakat (general public). Dan, hasilnya teknologi-teknologi yang tak terpikirkan.

Hanya saja, saya ingin ketika orang berpikir mengenai FOSS, orang tidak berpikir berbicara tentang gratis. FOSS berbicara tentang ekonomi sosial. Bukan komunisme yang tidak menghargai hak perseorangan atau pun kapitalisme yang telah gagal menjawab permasalahan dunia. Tetapi, sebuah sosialisme yang dilandasi dengan pemenuhan kebutuhan bersama sekaligus menghargai hak-hak individu.

Seperti yang saya bahas dalam visi saya mengenai FOSS, FOSS adalah sebuah perubahan paradigma berpikir. Seperti yang diujarkan dalam video di atas, ekonomi berbasiskan kontribusi orang banyak ini, crowdsourcing, menjadi momok bagi sistem ekonomi saat ini. Hal ini wajar terjadi karena terjadi perbedaan pemikiran era industrialisasi yang berbicara mengenai kapitalisme dengan era kebebasan informasi yang saya pikir merupakan sebuah sosialisme yang tertuang ulang dalam ide FOSS.

Untuk membangun sebuah infrastruktur pada masa industrialisasi, seseorang/badan (entitas) mesti memiliki dana besar. Untuk dapat menutupi investasi yang besar, dibutuhkan pasar yang besar. Untuk itu, entitas ekonomi tersebut secara natural akan melakukan apa pun untuk melindungi kepentingan pemodal. Hal ini perlu dilakukan agar mereka dapat bertahan hidup.

Itu sebabnya, lobi-lobi di badan hukum agar menggolkan Undang-Undang lazim terjadi, setidaknya di Amerika. Ini yang membuat korporasi berkuasa. Karena kapitalisme menilai dari uang yang masuk, faktor kemanusiaan semakin dihilangkan. Maka, dengan mudah sebuah korporasi memindahkan unit bisnisnya ke luar negeri untuk memiliki tenaga kerja yang lebih baik (baca: murah).

Apakah mereka salah? Tentu tidak, seperti yang saya katakan, industri butuh kapital untuk bisa hidup. Motivasi ini yang membuat mereka harus bertahan. Setidaknya, itu yang terjadi dengan industri sepatu Indonesia. Nike, Neckerman, dan industri sepatu luar negeri memindahkan pabrik mereka ke negara-negara yang lebih baik dari Indonesia, dalam artian kepastian hukum, tenaga kerja yang murah, dan situasi yang kondusif.

Secara ekonomi mereka menang, tetapi secara kemanusiaan telah gagal. Bukankah sistem ekonomi dibangun untuk menyejahterakan seluruh umat manusia? Bukankah teori-teori ekonomi tersebut dilakukan untuk mengatasi masalah kemiskinan? Bukankah kekuatan hukum seharusnya dibuat untuk membuat warga negara dapat hidup damai?

Lalu, mengapa pengangguran kian bertambah? Mengapa angka kejahatan semakin bertambah? Mengapa seluruh rakyat harus menanggung hutang konglomerat?

Tanpa menyalahkan siapa pun, saya pikir sudah saatnya pola pikir industrialisme diubah ulang. Sudah saatnya kita mulai berpikir ulang mengenai sistem ekonomi kita. Tidakkah dunia telah gagal mempertahankan kapitalisme yang ternodai dengan korupsi dan ketamakan?

FOSS bukan berbicara mengenai perangkat lunak yang dapat didapatkan secara gratis. FOSS berbicara tentang ide yang di dalamnya kita dapat berbagi atau pun memberikan dengan menerima bayaran tanpa mengurangi hak orang tersebut untuk dapat menggunakan, memodifikasi, mau pun menjual kembali apa yang dia sudah punya. Pemenuhan kebutuhan bukan berdasarkan uang, melainkan kepentingan.

Berikut merupakan salah satu praktik dari FOSS:

Video ini menceritakan kisah hidup Marcin Jakubowski. Ia hanyalah seorang doktoral (Ph.D.) yang memutuskan untuk bertani. Awalnya, ia membeli sebuah traktor. Traktor itu rusak dan ia membayar untuk mereparasinya. Lalu, traktor itu rusak lagi dan dia tidak mampu untuk kedua kalinya.

Ia lalu memutuskan untuk membuat sebuah traktor sendiri. Kemudian, ia mempublikasikan rancang bangun traktornya ke dalam sebuah wiki. Ia juga memvideokan cara-cara pembuatan traktor. Ia juga menyertakan alat-alat yang dibutuhkan dan harga per komponen. Hasilnya, orang-orang dari seluruh dunia mulai mempraktikkan dan mengkontribusikan kembali hasil pekerjaan mereka. Saat ia berbicara, sudah ada 8 prototipe traktor yang bisa disesuaikan dengan kebutuhan. Dan proyek ini bisa berkelanjutan karena sudah ada lebih dari 200 donor.

Crowdsource Indonesia

Apa yang bisa kita bawa ke Indonesia?

Untungnya, ide ini telah terlebih dahulu terkooptasi oleh para Bapak dan Ibu pendahulu kita. Semangat ini jelas tercipta di dalam UUD 1945 terutama dalam pasal 33: [1]

  1. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.
  2. Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
  3. Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Seperti yang dikatakan oleh Yochai Benkler, sudah seharusnya orang tidak lagi menciptakan perkakas jadi untuk sebuah tujuan tertentu (well-manufactured appliance). Akan tetapi, sudah saatnya kita menciptakan sebuah produk yang menjadi sebuah perkakas terbuka. Bukan menciptakan sebuah solusi saja, tetapi menciptakan sebuah landasan (platform) yang di dalamnya ide-ide yang sebelumnya tidak terpikirkan dapat diwujudkan.

Bebaskan Infrastruktur

Sudah saatnya pemerintah tidak lagi berpikir bahwa dia adalah titik pivot. Pemerintah seharusnya berpikir untuk membangun sesuatu dan biarkan masyarakat umum berpendapat untuk apa itu. Selama ini, menurut saya, pemerintah terbebani sebagai pengambil keputusan dalam menentukan segala hal. Padahal, deregulasi yang didengungkan semenjak era 90an berkata sebaliknya. Dalam hal ini, pemerintah cukup sebagai penyedia (enabler) untuk inovasi.

Terkadang, bila dirasa perlu dan dengan pengawasan, pemerintah perlu juga berperan sebagai regulator untuk memastikan semua dapat terencana. Kalau mengaitkan dengan UUD 1945, artinya untuk infrastruktur atau pun hal-hal yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat.

Kalau dari pengertian tersebut, bukankah seharusnya infrastruktur dasar seharusnya dikuasai oleh negara?

Infrastruktur ATM yang digunakan oleh seluruh perbankan untuk menyalurkan hidupnya kepada masyarakat, bukankah seharusnya dikuasai negara? Bukankah moda transportasi darat yang digunakan orang banyak seharusnya dikuasai oleh negara? Bukankah seharusnya jaringan serat optik yang menghubungkan jejaring lokal se-Indonesia seharusnya dikuasai oleh negara?

Dikuasai bukan berarti dimiliki, tetapi dikelola dan apabila dianggap perlu dapat mengintervensi. Negara dalam pembelajaran saya dulu sewaktu zaman PMP/PPKn (entah apa sekarang istilahnya) disebut sebagai Pemerintah dan Rakyat. Artinya, seharusnya ada mekanisme sosial yang di dalamnya rakyat dapat memberikan kontribusi. Kontribusi bukan hanya kritik mau pun saran, tetapi juga bisa berupa modal dan pengawasan.

Jadi,

Malaysia bisa menghasilkan infrastruktur murah pada jaringan perbankan. Maka Indonesia, mohon telanlah kepentingan pribadi masing-masing bank dan lihat pembangunan seluruh Indonesia. Indonesia dengan keadaan geografis seperti ini membutuhkan biaya mahal bila dikerjakan sendiri. Infrastruktur bank yang menjangkau pelosok dapat mengalahkan praktik ijon yang mendera masyarakat desa.

Moda transportasi darat yang dikuasai oleh negara menjamin setiap orang untuk dapat melakukan peran dalam berkontribusi baik dalam hal kritik, saran, mau pun modal yang bisa diaudit dan dipertanggungjawabkan. [Bah! katanya minyak diturunkan tiga kali, tapi, kok, ongkos nggak turun-turun?]

Saya prihatin dengan regulasi sekarang yang harus membuat pihak-pihak yang hendak berinvestasi dalam pembangunan serat optik untuk membayar pelbagai macam pajak. Seharusnya, mereka yang bersedia menginvestasikan serat optik diberi insentif dan kemudahan. Dengan kemudian mereka juga berkontribusi kepada masyarakat, antara lain menyediakan jaringan komunal.

Selain membebaskan frekuensi tertentu untuk hubungan radio, seharusnya pemerintah membangun konsorsium penyedia layanan untuk membangun infrastruktur. Bukankah cara ini yang dipakai dalam Busway? Bahkan lebih lagi, mengapa tidak dibebaskan saja orang-orang yang hendak membuat infrastrukturnya sendiri, alih-alih ditangkap dan dipenjarakan?

Intinya, tidak perlu lagi jaringan kabel optik dari satu penyedia layanan terpacul oleh penyedia layanan saingan. Karena, infrastruktur disediakan oleh konsorsium dan pemerintah sebagai wasitnya. Kalau memang mau memakai mekanisme pasar, biarkan pasar bekerja dan kreativitas bagi kepentingan bersama terjadi.

Saya termasuk orang yang kurang beruntung dalam layanan Internet. Saya seorang yang punya pengetahuan untuk membangun infrastruktur. Tetapi, kisah RT/RW Net membuat saya berpikir ulang untuk membuat WIFI. Padahal, daripada saya menunggu investasi FirstMedia yang cuma sampai kompleks sebelah, sebenarnya saya punya kemampuan untuk membuat router bebas yang bisa terhubung dari satu kompleks ke kompleks lainnya.

Implikasinya, tentu untuk jangka pendek saya bisa bermain game daring dengan tetangga dari kompleks sebelah, mempererat silaturahmi dengan tetangga sebelah. Untuk jangka panjang, sebuah komunitas Internet yang terjangkau dapat menyediakan layanan antar tetangga, jualan daring yang dapat menjangkau lebih banyak pelanggan, bahkan media distribusi Buku Sekolah Elektronik. Saya pun dapat menyebutkan banyak teknologi komputasi pervasif yang dapat dilakukan, namun sekarang mustahil.

Hal yang lain adalah dengan mengimplementasikan Wajanbolik untuk desa-desa tertinggal seharusnya dapat dikerjakan tanpa harus dituntut karena menggunakan frekuensi tanpa izin. Seharusnya, pemerintah cukup mengatur agar permainan dilakukan secara adil dan tertata rapi. Bukan menghambat inovasi.

Bahaya Yang Mengancam

Sebagai masyarakat global, kita tidak boleh lepas tanggung jawab dari masalah dunia. Saat ini, semakin berkurangnya sumber daya alam dan ketimpangan pertumbuhan yang melahirkan radikalisme (terorisme), malnutrisi, dan korupsi. Dan tren ini semakin meningkat. Saya kuatir, dengan degradasi sistematis seperti sekarang ini, dunia akan mengalami kebangkrutan total. Padahal, ada cukup sumber daya alam bagi kita.

Mungkin saya mau pun Anda tidak dapat memikirkannya. Bagaimana dapat menciptakan lapangan pekerjaan bagi segenap rakyat Indonesia dan mencerdaskan Indonesia. Akan tetapi, mungkin ada dari jutaan penduduk Indonesia yang bila diberi kesempatan dapat menjawab.

Percayalah, akan lebih baik bila tidak sendirian berpikir mengenai Indonesia. Ide-ide yang tak terpikirkan sebelumnya dapat lahir dan kesejahteraan kita dapat meningkat. Sehingga, alih-alih kita mencari pekerjaan, kita dapat membuat sendiri pekerjaan secara legal. Dan apabila perusahaan-perusahaan asing itu hendak pergi, kita tidak perlu menjilat sepatu mereka supaya tinggal.

Apa Yang Bisa Saya Lakukan

Apabila Anda seorang guru sejarah atau PMP/PPKn (saya tidak tahu namanya sekarang), mohon jangan nilai tugas siswa Anda dengan penggaris. Biarkan mereka mengeksplorasi ide-ide Bapak dan Ibu pendiri negara ini. Hal ini agar mereka tidak seperti kita yang telah kehilangan semangat sosialisme. Mungkin, pada generasi mereka, mereka mengerti ide sosialisme yang benar.

Apabila Anda seorang PNS yang baru masuk, ingatlah ini dan mohon terus bertahan sampai Anda sampai di suatu titik ketika Anda punya kuasa mengambil keputusan, perbaikilah hukum.

Mari kita publikasikan ide-ide penelitian yang dapat dimanfaatkan oleh orang lain. Memang sulit. Tetapi, daripada berdebu di perpustakaan atau pun tercuri dalam karya tulis lainnya, bukankah lebih baik dipublikasikan dan dimanfaatkan bersama?

Hanya itu yang terpikirkan oleh saya, tetapi saya percaya bahwa Anda memiliki potensi untuk berpikir lebih baik dari saya.

Mari kita crowdsourcing membangun Indonesia, karena mebangun masyarakat mahdani bukan tugas individu.

Saya hanya mempublikasikan ide saya ini. Bila tidak layak, anggap saja tulisan ini sebagai obrolan di warung kopi. Silakan tampilkan ide Anda.


  1. http://indonesia.ahrchk.net/news/mainfile.php/Constitution/22/ ^
I Hate Vendor-Locked Solution!

I Hate Vendor-Locked Solution!

Ugh, ingin rasanya mencak-mencak. Tapi saya sadar, blog ini dikonsumsi oleh khalayak ramai. Jadi, saya coba curhat dengan mengerem saja. Kalau mau baca curhatan saya silakan, kalau tidak, ya, silakan lewat saja.

Saat ini saya sedang berbulan madu dengan Gentoo. Saya berhasil memasang KDE4.4, Netbeans, MPlayer, yakuake, dan qmmp. Sungguh luar biasa! Saya bisa mendengarkan musik, memainkan berkas film kualitas HD, dan menjalankan Netbeans 6.9 tanpa membuat PC bernyanyi Poco-poco.

Pengetahuan kompilasi optimal dengan Gentoo ini lalu saya konversikan ke instalasi Debian/Ubuntu saya. Lumayan, pada mesin Celeron, MPlayer yang dikompilasi ulang menurunkan beban CPU dari ~90% menjadi ~1% saja. Saya berencana untuk mengompilasi ulang beberapa paket di Debian/Ubuntu (Hey, itu sebabnya ada

deb-src
). Entahlah, saya harus membaca-baca dulu spesifikasi SSSE3.

Sayangnya, bulan madu dengan kompilasi berjalan tidak mulus. Saya menemukan kesulitan ketika saya hendak mengompilasi salah satu komponen e-Akses, saya menemui kegagalan. Padahal, saya sudah mengorbankan kesucian 64 bit dengan memasang emulasi 32 bit. Oh, tidak, ternyata gara-gara sebuah komponen tertutup yang terkompilasi 32 bit.

Dasar vendor!

Haduh, itu pustaka dikompilasi dengan 32 bit. Sudah begitu, pustaka itu menggunakan libstdc++5, sebuah pustaka kuno! Ayolah, zaman begini masih pakai pustaka tersebut? Padahal, distro-distro terbaru (termasuk Ubuntu semenjak Lucid) sudah tidak lagi memaketkan libstdc++5 — sudah bertahun-tahun pindah ke libstdc++6!

Benar kata [ARLIED], mengapa pembuat perangkat keras masih saja menyembunyikan pustaka yang hendak mengakses perangkat keras mereka? Bukankah mereka seharusnya membuat perangkat keras? Terkadang, saya juga tidak habis pikir dengan alasan perlindungan kekayaan intelektual. Terhadap apa? Bukankah disain perangkat keras mereka sudah dilindungi hak cipta?

Saat ini, pasar solusi berbasis GNU/Linux meningkat. Hal ini karena adanya inovasi dan implementasi sistem embedded. Perangkat Windows, .NET, dan segala macam yang ringkih tidak lagi menjadi dominasi. Semua semakin menginginkan efisiensi dan performa, termasuk dari segi biaya.

Coba kita lihat peta GNU/Linux dan FOSS secara umum dalam percaturan perangkat keras.

Nokia yang sudah mengakuisisi Trolltech berniat membuat implementasi Meego yang lebih dahsyat dengan menggunakan Qt. Nokia ditemani Intel akan membuat solusi yang menarik, Untuk sementara, ponsel N900 cukup memuaskan dahaga para pengilik FOSS. Berbagai perkakas kecil yang dibuat dari Qt semakin memperkaya ponsel Symbian ini. Oh, ya, tahukah Anda bahwa kernel Symbian sudah dirilis ulang sebagai kode terbuka (open source)?

Siapa yang tidak tahu Google? Dia dan Androidnya, yang walau pun cukup dimaki-maki karena sering kali mengembangkan di belakang layar lalu merilis penuh, memberi napas baru kepada FOSS. Android telah memberi kesan kepada khalayak bahwa FOSS bukan aplikasi main-main.

Lalu bagaimana Indonesia?

Saya terus terang senang dengan IGOS, POSS, Aria Hidayat, mdamt, dan orang-orang lainnya yang telah mengharumkan nama FOSS di Indonesia. Tetapi, selama perguruan tinggi di Indonesia tidak menangkap ombak ini, pergerakan FOSS di Indonesia hanya usaha perorangan saja. Bayangkan, masakkan masih ada seorang praktisi IT yang ngeri menggunakan GNU/Linux? Lagipula, masakkan sampai sekarang Indonesia masih menganggap bahwa GNU/Linux hanyalah subtitusi Windows.

Yang benar saja!

Ada falsafah, pengajaran, dan kualitas yang dikejar dalam FOSS. FOSS tidak sekedar berbicara mengenai perangkat lunak gratis. FOSS mengajarkan kreativitas. FOSS mengajarkan humanitarian dan etika akademik. FOSS mengajarkan penghargaan setinggi-tingginya kepada manusia, bukan perusahaan.

Lihat Brazil. Oh, jangan, lihat yang paling dekat saja: Malaysia. Walau pun mereka terlambat masuk, sekitar 2008, sekarang ini mereka berpindah ke FOSS dengan perlahan tapi pasti.

Ugh, kok, makin melebar? He… he… he…

Maksud saya, sayang sekali Indonesia tidak secara terstruktur berpindah ke FOSS. Bayangkanlah, seandainya itu bisa terjadi, kita bisa membuat industri solusi elektronik yang cerdas. Bukan hanya mengimpor dari Cina.

Seandainya itu tidak terjadi, saya tidak akan mencak-mencak. Karena, saya tahu, saya mendapat dukungan penuh dari vendor (yang notabene bangsa sendiri) yang merilis perangkat kerasnya untuk dikembangkan semakin keren secara bersama-sama.

Anda tidak tahu, mungkin ada fungsionalitas dari produk Anda yang belum Anda pikirkan sebelumnya dan ada orang lain dalam komunitas yang menemukan fungsionalitas itu.


Referensi:

[ARLIED] http://airlied.livejournal.com/73115.html

Kebebasan dalam Berekspresi (Dengan FOSS)

Kebebasan dalam Berekspresi (Dengan FOSS)

Kebetulan ada sebuah permintaan dari rekan saya untuk mengganti salah satu tema di Blog Staff. Menurut dia, itu merupakan permintaan dari salah satu penulis blog favorit saya. Saya pun mencoba mencarinya tema baru di Internet dan menemukan tema-tema untuk majalah. Salah satu fitur dari situs majalah (yang benar dan umumnya bukan di Indonesia) adalah menampilkan berita-berita unggulan di laman depan.

Nah, biasanya mereka menggunakan teknik slide show dan disertai oleh ilustrasi. Saya butuh menggambar ilustrasi. Pertama-tama saya mengambil inkscape:

$ sudo apt-get install inkscape

Tetapi, saya menemukan bahwa saya tidak bisa memakai inkscape seperti niwat0ri. Akhirnya saya memutuskan untuk mencari perkakas yang cocok untuk menggambar:

$ apt-cache search draw

Ada banyak perkakas dengan ideologinya sendiri tentang cara menggambar, misalnya tkpaint yang menggambar vektor dengan pengrupan. Selain itu, ada tuxpaint dan gpaint yang seperti mspaint. Tapi, saya membutuhkan sebuah penggambar raster. Sampai akhirnya saya menemukan mypaint. Menurut [APT], mypaint adalah:

Paint program to be used with Wacom tablets This is a pressure sensitive Wacom tablet paint program. It comes with a large brush collection including charcoal and ink to emulate real media, but the highly configurable brush engine allows you to experiment with your own brushes and with not-quite-natural painting.

Menurut [REMPT], mypaint dapat dipakai bersama-sama dengan Krita, sebuah aplikasi penggambar vektor di KDE SC, karena menggunakan format OpenRaster. Wow, vektor + gambar bebas = KEREN! Omong-omong, berikut fasilitas dari MyPaint:

  • Mesin kuas yang bebas dan memiliki algoritma prediksi. Hal ini mengakibatkan dinamika penggambaran seperti aslinya.
  • Penggambaran berlapis memudahkan kita untuk menggambar sketsa pada lapis dasar dan memisahkan antara garis dan tombol.
  • Integrasi dengan kanvas elektronik (tablet paint), membuat kita bisa berekspresi pada media komputer dengan baik.

Seperti eksplorasi Blender saya dahulu (yang sayangnya sudah hilang akibat Geocities sudah tutup), saya membuat contoh hasil dari perkakas ini. Ini semua saya buat di waktu senggang makan siang dengan menggunakan  tetikus. Mungkin kalau dengan kanvas elektronik bisa lebih ekspresif lagi. Maaf pakai bahasa Inggris.

Dreaming Girl

Dreaming Girl

A picture of an open interpretation. Is it a girl dreaming or a dream of a girl? I love ambiguity.

Just To Make Unhappy Face

Just to make unhappy face

The semantic of science according to a child born in these age of insanity.

Just To Make An Instant Noodle

Factory for Instant Thing

For every convenient thing on your house, there are inconvenient truth about it: underpaid labors, wretched environment, and that funky smoke that will haunt generations to come. Here’s for your instant noodle BEER.

The Most Terrifying

The Most Terrifying

The most terrifying in the history of mankind.

Referensi:

[APT] Jalankan  “apt-cache show mypaint” pada Ubuntu 10.04

[REMPT] Boudewijn Rempt. MyPaint. http://www.valdyas.org/fading/index.cgi/2009/10/01 (diakses 20 Mei 2010)

Iseng-iseng Tak Berhadiah

Iseng-iseng Tak Berhadiah

Teman saya, Tonny, adalah penggemar berat dari si Niwat0ri. Dia mendapatkan buku yang dipesan dari blog. Katanya bertanda tangan. Hmm… kepingin iseng bikin halaman Facebook “Gerakan 2.000.000 Facebooker memesan Chicken Strip lewat situs”. :)) Omong-omong, dia meracuni saya dengan Chicken Strip dan tinggal tunggu waktunya Chicken Strip masuk ke Feedly saya. (Wogh, kesannya Feedly saya itu sangat berharga… hahaha….)

Yang saya sukai dari Chicken Strip adalah komik ini dibuat dengan menggunakan perangkat lunak terbuka dan bebas atau yang lebih dikenal dengan Free/Libre/Open Source Software (FLOSS) atau singkat FOSS. Karena itu, dia menjadi salah satu tautan di blog saya. Saya salut dengan dia yang bisa menggunakan Inkscape dan GIMP secara profesional.

Iseng-iseng yang kedua adalah tautan. Ketika saya menautkan profil saya di beberapa situs sosial, teman saya juga iseng-iseng membicarakan tentang Alexa. Sejujurnya, saya menghindari semua yang berbau SEO. Ada beberapa alasan bagi saya untuk menghindari SEO:

1 SAMPAH

Situs SEO cenderung menyampah dan membuat informasi sebenarnya terkubur dalam hasil pencarian. Informasi jadi sulit didapatkan. Kalau memang sebuah situs memiliki konten berharga, secara natural ia akan terdongkrak tanpa perlu menggunakan steroid.

2 PEMBAKUAN JEJARING (Web Standards)

Situs terbaik yang saya tahu adalah IBM.com, tapi dia tidak masuk Webometric dan tak terpajang di dalam kontes SEO mana pun. Padahal, situs yang baik adalah situs yang bisa setidaknya serupa dengan IBM.com. Ada banyak alasan mengapa IBM.com yang terbaik, beberapa pernah saya bahas di sini.

3 KESOPANAN

Ketika zaman di mana situs Geocities adalah situs pribadi terbaik (saya di Area51), privasi merupakan hal yang penting. Walau pun SPAM masih terminologi yang jarang, tetapi orang-orang pada saat itu sudah mengenal kesopanan (RFC 1855). Situs-situs mengenalkan dirinya dengan mendaftarkan secara akurat pada direktori umum. Bandingkan dengan situs beberapa situs SEO yang secara tidak sopan meninggalkan tautan dengan tidak benar.

Ironisnya, di Alexa saya dapati bahwa situs saya yang lain:  😆

[Penebalan saya yang berikan untuk menjelaskan mengapa saya tertawa lepas siang ini….]

Ranking saya sekitar 6,745,938. Lumayan — kata teman saya, saya sih tidak tahu– untuk situs yang sudah lama tak terurus dan kurang kerjaan….

Ah, tampaknya bercandaan ini harus dihentikan, seseorang ada yang mengajak makan siang. Yuk, tertawa.

[DISCLAIMER: Ini adalah entri becandaan sebelum entri terlalu serius.]

Beralih ke Standar Terbuka

Beralih ke Standar Terbuka

Sudah lama Uni Eropa menyertakan standar terbuka (open standards) sebagai kebutuhan (requirement) dalam proyek-proyek mereka. Itu sebabnya, Microsoft memaksakan untuk OOXML menjadi standar ISO. Perkembangan perangkat lunak bebas terbuka (Free/Open Source Software, FOSS) membuat banyak gebrakan dan berlanjut kepada dominasinya kepada dunia.

Salah satu yang mencengangkan adalah bagaimana rekan saya mengatakan bahwa GNU R, bukan SPSS, yang dipakai oleh dia dan rekan-rekannya di kelas. Pada awalnya mereka protes pada sang dosen. Tetapi begitu memasuki fungsi-fungsi yang rumit, mereka lalu langsung kagum pada kesederhanaan dan kemampuan GNU R. Oh, yah, dia adalah seorang mahasiswa S2 Ilmu Ekonomi.

Peran FOSS yang paling dominan saat ini adalah dia menjadi dasar dari Internet. Sebagai standar defacto, Apache HTTPd telah merajai penyedia layanan Web. Selain itu, GNU/Linux router telah secara transparan menyediakan gateway berkecepatan tinggi. Proxy yang melayani Anda, Hotspot, federated SSO. Semuanya beralih kepada FOSS.

Hal yang teranyar saat ini adalah dengan penggunaan HTML5. Karena i* (iPhone dan iPad) tidak menyertakan Flash, maka situs Virgin Airlines di Amerika mengganti situsnya dengan HTML5 murni. Seperti dikutip oleh [REG], mereka tidak mau kehilangan 30% pangsa pasar perangkat bergerak (iPhone menguasai 30% pangsa pasar telepon pintar di Amerika Serikat).

Hal ini logis. Jajaran produk Apple adalah sebagai lambang bergengsi seperti merek Ferrari pada mobil. Di antara 30% itu pasti banyak yang menggunakan jasa penerbangan. Sebagai entitas bisnis, mereka tentunya melihat peluang terbuka tersebut. Maka, Anda dapat lihat bagaimana dominasi Flash akan mulai tergantikan.

Hal ini sama seperti Symbian yang akhirnya membuka kode sumber mereka. Mereka mulai mempertimbangkan tekanan Android, Maemo, dan berbagai konsorsium yang mulai muncul. Tidak ada, bahkan Microsoft sekalipun, dapat mengalahkan kekuatan kerja sama.

Lalu bagaimana di Indonesia?

Saya masih melihat bahwa kita masih terikat dengan produk bajakan. Bahkan, kita masih bisa diancam-ancam kalau menggunakan FOSS. Padahal, ada banyak hal yang bisa digunakan dan dikembangkan. Sebagai contoh, kita hanya tahu bahwa OpenOffice.org sebagai perangkat pengganti M$ Office. Kalau seandainya Anda agak iseng, coba lakukan ini:

$ apt-cache search openoffice

Anda akan melihat ada begitu banyak ekstensi OpenOffice.org. Bukan hanya ekstensi, ada juga UNO Bridge dan berbagai language-binding dan sebuah eclipse-plugin. Arti dari masing-masing teknologi silahkan Anda pahami sendiri (tinggal baca deskripsinya).

Akan tetapi, arti implisit dari semua itu adalah OpenOffice.org dikembangkan untuk sebuah Enterprise Knowledge Management yang komprehensif.

Bagaimana itu dapat dilakukan? Seorang penceloteh seperti saya saja sudah mengerti bahan-bahan yang dibutuhkan. Hal tersebut dapat saja dilakukan:

  • Gunakan Apache HTTPd + PHP untuk server side. Atau gunakan Tomcat sebagai servlet.
  • Komunikasi antar aplikasi dan server digunakan menggunakan Web Service.
  • Teknologi pencarian dapat diserahkan kepada Apache Lucene.
  • Nilai semantik dapat direpresentasikan secara ontologi oleh OWL.
  • Postfix dapat menyediakan layanan email.
  • Jabber server dapat dibuat untuk sarana komunikasi antar bagian.
  • Red5, FFMPEG, dan sebagainya dapat diramu menjadi server konferensi dengan protokol SIP.
  • Asterix juga dipakai untuk VOIP.
  • Empathy dapat dipakai sebagai klien yang terintegrasi dengan komputer kantor.
  • Tentunya, Kerberos, CAS, dan SSO dapat dipakai untuk menentukan kontrol akses (ACL)
  • Yang paling utama, semuanya itu bisa diintegrasikan.

Zimbra adalah sebuah contoh produk solusi yang meramu sebagian dari hal-hal tersebut.

Tapi, seandainya ada sebuah sistem enterprise terbuka yang dikerjakan secara gotong royong untuk keperluan Indonesia. Yah, sebut saja sebuah proyek e-Gov yang terbuka kepada publik sehingga kita dapat berkontribusi. Produk tersebut dapat dipakai oleh Pemda dan perusahaan di Indonesia. Sehingga, bukan tidak mungkin, semua bisa terkoneksi ke pemerintah dengan mudah. Penghitungan SPT tidak perlu dilakukan dan blunder-blunder proyek tidak perlu ada. Dana-dana yang berhasil diselamatkan dapat digunakan untuk kesejahteraan pegawai negeri sehingga tidak ada alasan krusial untuk korupsi.

Bagaimana cara ke sana?

Bahan yang tidak ada saat ini adalah kreativisme dan pengertian. FOSS yang seperti pisau swiss (Swiss Army knife) memerlukan kedua hal tersebut untuk membuat sesuatu. Membangun sebuah integrasi berbicara tentang pemahaman tentang domain masalah. Artinya, ditemukan masalah, dipahami, baru kemudian dicari solusinya. Itu cara kerja di dunia FOSS. Sedangkan dunia perbajakan mengatakan sebaliknya, Anda didikte cara membuat gambar atau menulis. Kreativitas Anda sebatas solusi produk yang Anda gunakan.

Satu langkah yang perlu dilakukan, sebuah jembatan keledai, adalah dengan mengubah sistem pendidikan Indonesia. Seandainya Anda yang adalah pengajar (guru, dosen, guru les, pelatih, ahli agama, dan lain sebagainya) bersedia berkontribusi untuk mengenalkan FOSS kepada anak didik Anda, maka makin banyak orang yang menggunakan FOSS. Atau, Anda sebagai seorang pengguna biasa, maukah Anda mengenalkan teknologi tersebut?

Saya pikir, seandainya dari 100 orang Indonesia yang dikenalkan, ada 5 orang yang intensif ingin mempelajarinya sungguh-sungguh. Maka, akan ada cukup banyak tenaga ahli yang bisa meramu impian mereka.

Maukah Anda memulainya?

Referensi:

[REG] The Register. http://www.theregister.co.uk/2010/03/02/virgin_america_html_flash/

Bukan Sekedar

Bukan Sekedar

Sering kali terjadi salah sangka tentang manfaat FOSS (Free/Open Source Software). Kebanyakan melulu berpikir tentang memerangi pembajakan perangkat lunak dengan menyediakan alternatif bagi perangkat lunak berbayar.Tetapi, mari kita evaluasi sejenak. Ya, Anda yang telah memakai FOSS selama ini secara aktif. Tidakkah Anda merasa mendapatkan sesuatu yang Anda tidak pernah duga bisa Anda kuasai? Tidakkah Anda merasakan kreativitas yang lebih dari pada orang sekeliling Anda yang memakai perangkat lunak bajakan? Berapa banyak dari Anda yang dapurnya telah menyala dari FOSS? Berapa banyak sekolah yang telah tersentuh teknologi informasi akibat FOSS?Semoga ini bisa menjadi pemacu bagi Anda yang berjuang di jalan kebenaran. Hidup FOSS! 😀