Arli's blog

Bioinformatician's weblog

RSS Feed

Mengicaukan Nasionalisme di Twitter

Posted by Aditya Parikesit on 16th August and posted in popular science

Tulisan ini telah dimuat pada kolom telematika detikinet

Akun Sejarah Dunia di Indonesia melatarbelakangi #RI70

 

Lini massa telah dipenuhi oleh Hashtag #RI70, yang secara otomatis dikonversi oleh twitter menjadi hashflag perayaan kemerdekaan RI 70 tahun. Mengenai keberadaan hashtag dan hashflag #RI70 sudah dibahas di media massa. Hanya saja, akan lebih baik kalau kita sedikit menggali kisah seputar kemerdekaan RI di Twitter, sehingga hashtag #RI70 menjadi lebih bermakna. Sajian berikut akan memperkaya perayaan tersebut.

 

Ada beberapa akun yang sangat aktif membahas sejarah Indonesia modern. Misalnya @JJRizal yang sangat aktif membahas mengenai sejarah Jakarta. Ada juga @majalahhistoria yang membahas sejarah Indonesia modern secara lebih komprehensif. Akun @majalahhistoria terkenal akan pembahasan sejarah Indonesia yang anti-mainstream, dalam arti mengkaji hal-hal yang kurang ditekankan pada buku pelajaran sejarah maupun kajian sejarah secara umum. .Kemudian akun @komunitasbambu yang merupakan penerbit buku sejarah Indonesia. Yang juga suka diretweet followernya adalah @radiobuku yang merupakan komunitas penulis. Akun @radiobuku bahkan pernah kuliah tweet mengenai konten notulensi sidang dewan konstituante pada tahun 50an. Walaupun akun-akun tersebut tidak membahas kemerdekaan RI secara khusus, namun mereka memperkaya pemahaman kita akan sejarah Indonesia. Sehingga hal tersebut membawa pencerahan pada pemaknaan hashtag #RI70 secara mendalam.

Ada satu akun yang cukup menarik. Ia adalah @colonel_foxtrot yang membahas sejarah militer Jepang di era Perang Dunia II. Sejarah imperialisme Jepang pada abad 20 sangat menarik untuk dipelajari dan dipahami, karena memang tidak dapat dilepaskan dari latar belakang dan dialetika seputar kemerdekaan RI itu sendiri. Dijatuhkannya bom Atom di Hiroshima dan Nagasaki pada tanggal 6 dan 9 Agustus 1945 merupakan sebab utama kapitulasi Kekaisaran Jepang kepada sekutu pada 14 Agustus 1945. Dari kekosongan kekuasaan itulah, bangsa kita berhasil memproklamirkan kemerdekaan pada 17 Augustus 1945.

 

 

Buat Apa Merayakan Kemerdekaan via Twitter?

 

Merayakan #RI70 sambil membuka lini massa akun praktisi sejarah sangat bagus bagi mereka yang tidak sempat membaca buku sejarah, namun berminat dengan sejarah seputar kemerdekaan RI, maupun sejarah Indonesia modern secara lebih umum. Hal ini merupakan langkah awal untuk mendalami sejarah kemerdekaan secara serius, baik secara otodidak maupun akademis. Akun-akun tersebut ternyata memiliki banyak follower, berarti banyak yang berminat mendalami sejarah kemerdekaan maupun sejarah Indonesia modern, paling tidak sebagai hobby.

 

Sejarah tidaklah lahir dari ‘ruang kosong’. Indonesia bukanlah bangsa yang ‘hadir begitu saja’ di panggung sejarah dunia. Ada pergulatan dan konflik yang melatarbelakangi kelahiran Indonesia sebagai bangsa baru. Hal ini menjadikan peran akun twitter yang membahas sejarah Indonesia menjadi sangat penting, karena memberikan makna bagi perayaan kemerdekaan itu sendiri. Perayaan kemerdekaan kita akan menjadi semakin bermakna, ketika setiap twit #RI70 kita lontarkan dengan pemahaman yang baik akan sejarah kita sendiri. Akhir kata, selamat merayakan hari kemerdekaan RI ke-70! #RI70

 

Comments are off

Bioinformatika, Investasi Jangka Panjang Industri Farmasi

Posted by Aditya Parikesit on 8th December and posted in bioinformatics, popular science

Tulisan ini telah dimuat pada kolom telematika detikinet

Menristekdikti bapak M Nasir, menyatakan bahwa semua penelitian perguruan tinggi akan dievaluasi, agar dapat dibawa ke hilir. Beliau juga menekankan, bahwa mempertemukan peneliti dengan dunia usaha merupakan salan satu prioritas kementriannya. Sebagai bagian dari revolusi mental, hal ini sangatlah baik dan patut didukung, karena negara maju seperti Amerika Serikat, Jepang, dan Jerman sudah lama memiliki program studi Phd berbasis industri, dan mereka memiliki inkubator bisnis yang mumpuni. Bioinformatika, sebagai salah satu ilmu pendukung dalam dunia kesehatan dan farmasi, dapat berperan sebagai instrumen ‘hilirisasi penelitian’ tersebut. Sebagai industri yang sangat penting, karena kesehatan jiwa dan raga adalah tak ternilai harganya, maka hal ini harus dipertimbangkan. Bagaimanakah caranya?

 

 

Bioinformatika dan Investasi industri farmasi

 

Praktisi dunia kesehatan dan farmasi sepakat bahwa investasi pada indusri farmasi sangatlah panjang dan perlu kesabaran. Pengembangan obat dan vaksin memerlukan waktu panjang dan invenstasi yang sangat besar, bisa antara 10-20 tahun dan investasi sampai US$ 500 juta. Banyak kandidat obat dan vaksin yang gagal pada uji klinis, karena efek yang tidak diinginkan pada pasien. Oleh sebab itu, pada dunia kesehatan, uji klinis adalah ujian tersulit sebelum hasil penelitian kesehatan memasuki pasar. Banyak investasi yang akhirnya ‘hangus’ disini, karena menembus uji klinis tidaklah mudah. Ilmu Bioinformatika datang untuk mencoba membantu mengurangi waktu dan investasi yang dibutuhkan, dengan membawa sebagian eksperimen laboratorium kedalam dunia maya. Sehingga, hanya eksperimen yang benar-benar diperlukan, yang akan dilakukan.

 

Walaupun terkesan terjadi tumpang tindih wewenang antara kemristedikti dan kemenkes, selama puluhan bahkan ratusan tahun semua fakultas yang tergabung dalam rumpun ilmu kesehatan/RIK, yaitu kedokteran, kedokteran gigi, kesehatan masyarakat, keperawatan, dan farmasi, sudah menjalin kerjasama riset yang solid dengan industri farmasi. Mereka seringkali menggunakan hasil pengembangan ilmu dasar untuk keperluan riset, salah satunya bioinformatika. Praktisi RIK secara de facto telah berhasil membawa riset dasar yang berada di daftar pustaka atau perpustakaan, langsung ke dalam jantung industri farmasi. Salah satunya adalah senyawa L-Dopa, yang ditemukan oleh para kimiawan, dan dunia kesehatan yang membawanya ke klinis, untik penyakit syaraf. Sehingga, di titik ini, peran penelitian dasar yang menjadi daftar pustaka janganlah dipandang sebelah mata dulu.

 

Salah satu contoh aplikasi dari ilmu Bioinformatika sudah dapat ditemukan di pasar. Di Amerika Serikat, pustaka genom manusia yang disimpan pada repositori NCBI telah menjadi salah satu sumber pustaka utama untuk pengembangan obat, alat diagnostik dan vaksin. Sebagai contoh, alat diagnostik yang dikembangkan oleh perusahaan 23me, merupakan aplikasi dari pemanfaatan repositori tersebut. 23me mengirimkan kit kepada klien, yang bermanfaat untuk menyimpan sampel ludah mereka. Setelah sampel tersebut dikirim, dalam waktu singkat, profil genetik klien langsung bisa disajikan setelah login ke database mereka. Profil ini bisa berupa potensi kelainan genetik yang ada, setelah gen mereka dibandingkan dengan database gen yang normal.

 

Bioinformatika dan Efisiensi Penelitian

 

Salah satu bagian yang rumit pada pengembangan obat adalah penapisan kandidat obat. Menapiskan sekian ribu kandidat obat dengan metode eksperimetal akanlah sangat mahal. Sudah ada metode ‘high througput screening’ yang dapat membantu melakukan penapisan kandidat obat dalam jumlah banyak, dengan cepat, dengan dibantu instrumen robotik. Namun, metode ini memerlukan biaya yang mahal.

Namun ilmu bioinformatika memperkenalkan metode ‘virtual screening’ yang dapat membantu. Dengan menggunakan metode penambatan molekul, virtual pharmacology dan dinamika molekul, maka penapisan kandidat obat dapat dilakukan di dunia maya dan dengan model komputer. Sehingga, hanya kandidat obat tertentu yang dapat diuji lebih lanjut dengan menggunakan eksperimen laboratorium, yaitu dengan metode in vitro (eksperimen sel) dan in vivo (eksperimen dengan hewan percobaan).

Diharapkan metode virtual screening ini dapat mengurangi biaya pengembangan obat.

 

Quo vadis bioinformatika sebagai riset dasar?

 

Berdasarkan laporan dari Global Industry Analyst. Inc, pasar Bioinformatika dapat bernilai sekitar 6.8 Milyar US$ pada tahun 2017. Beberapa perusahaan besar yang bermain dalam bisnis ini, diantaranya adalah IBM Life Sciences, Agilent Technologies, dan Celera Group. Oleh karena itu, dalam perspektif pasar, jelas bahwa ilmu Bioinformatika tidak dapat dianggap enteng.

 

Bioinformatika memang dapat membantu riset kesehatan. Namun, ilmu ini sesungguhnya broad spectrum. Ada bagian aplikatif untuk biomedis, namun ada bagian teoritisnya. Bagian teoritis, seperti pengembangan algoritma, struktur data, dan software terbaru, mungkin terdengar kurang ‘sexy’ bagi praktisi kesehatan maupun investor/venture capitalist. Perkembangan teknologi basis data, cloud computing, dan big data berperan sangat kritis dalam pematangan ilmu Bioinformatika. Namun tanpa mereka, ilmu bioinformatika tidak akan ada. Disini, hilirisasi penelitian tidak akan terjadi tanpa hulu yang kuat.

Comments are off

Mendeley, sebuah citation manager yang sangat efektif

Posted by Aditya Parikesit on 22nd October and posted in popular science

 

Mendeley website (Diambil dari http://sseepersad.files.wordpress.com)

Mendeley website (Diambil dari http://sseepersad.files.wordpress.com)

 

Salah satu tantangan bagi penulisan karya tulis ilmiah, jika menggunakan aplikasi Office, adalah menulis rujukan (citation) dan daftar pustaka secara konsisten. Tidak jarang, dalam penulisan karya tulis ilmiah, kesalahan terjadi hanya karena ada pustaka yang tidak tercantum, atau rujukan yang tidak tercantum. Hal ini tidak disukai oleh reviewer karya ilmiah dimanapun. Masalah lain adalah kesulitan menuliskan daftar pustaka dan rujukan yang sangat banyak jumlahnya. Sebagai contoh, dalam menulis disertasi, jumlah kepustakaannya dapat mencapai 300-600 buah. Jika semua ditulis secara manual, tentu akan sangat berat. Program pengolah kata/Office yang ada di pasaran menyediakan citation manager untuk otomatisasi penulisan pustaka, namun fiturnya sangat terbatas. Terakhir, jika kita ingin submission manuskrip ke jurnal ilmiah, seringkali mereka meminta kita untuk menggunakan citation style tertentu. Apabila kita ingin submit manuskrip ke beberapa jurnal dalam satu waktu, menyesuaikan satu style dengan yang lain akan sangatlah melelahkan. Harus ada cara untuk membuatnya otomatis. Disinilah aplikasi Mendeley dapat membantu kita.

Mendeley dapat membantuk kita untuk konsisten dalam menulis rujukan dan daftar pustaka dengan baik. Sehingga, kesalahan penulisan dapat diminimalisir secara signifikan.  Fitur otomatisasinya dapat diandalkan untuk membantu penulisan rujukan dan pustaka dalam jumlah sangat besar. Mendeley memiliki pustaka citation style yang sangat ekstensif, yang dapat anda lihat ditautan ini.

Memang ada banyak aplikasi citation manager di pasaran, seperti Zotero dan End Note. Namun Mendeley memiliki keunggulan tertentu seperti free/gratis, multi-platform, dan mempunyai media sosial yang berdedikasi. Jabref juga adalah citation manager yang bagus, hanya saja ia terutama digunakan pada LaTeX, bukan pada aplikasi Office.

Mendeley memang bukan aplikasi yang sempurna. Namun, penggunaannya telah banyak membantu grup kami, sehingga problem penulisan karya tulis ilmiah dapat dikurangi secara signifikan. Oleh karena itu, kami mengajak sidang pembaca yang terhormat untuk mencobanya juga.

Profile Mendeley saya dapat dilihat disini.

Materi slide presentasi mengenai Mendeley dapat diunduh disini: Mendeley-Teaching-Presentation

Video tutorial Mendeley dapat dilihat disini.

Bioinformatika dalam Riset Pangan, Energi, dan Air

Posted by Aditya Parikesit on 28th May and posted in bioinformatics

Ilustrasi (,lst)

Ilustrasi (,lst)

Pada hari teknologi nasional (Hakteknas) kali ini, kita dituntut untuk lebih memikirkan bagaimana kebijakan sains-teknologi untuk masa depan Indonesia. Riset dalam bidang pangan, energi, dan air seyogyanya dipikirkan dalam suatu kerangka baru, dimana Teknologi Informasi (IT) memberikan kontribusi yang signfikan didalamnya. Tidak hanya itu, IT juga melakukan pengolahan data yang memberikan informasi berguna pada tingkatan molekuler. Bagaimanakah caranya?

 

Bioinformatika, sampai dimana?

 

Hal yang sering luput dari fokus media, adalah terlibatnya ‘big data’ dalam riset pangan dan energi. Apakah maksudnya? ‘Big data’ adalah suatu data dalam jumlah besar, yang tidak dapat diolah dengan menggunakan pengolah data konvensional. Sering kali, data tersebut mencapai skala terrabyte, atau bahkan jauh lebih besar. Riset pangan dan energi juga menghasilkan ‘big data’, hal ini bisa kita lihat pada situs web http://genomics.energy.gov/. Ilmu bioinformatika, yang merupakan ilmu gabungan antara Biologi dan IT, berada di garis depan untuk melakukan pengolahan ‘big data’ tersebut menjadi informasi yang berguna. Apa saja yang dilakukan ilmu bioinformatika? Pakar mereka melakukan modeling makromolekul yang kompleks untuk melakukan anotasi terhadap informasi yang bermanfaat didalamnya. Kemudian, dengan bergantung pada komunitas Open Source, peneliti bioinformatika melakukan Software development tingkat lanjut. Jadi, apa saja yang bisa dilakukan bioinformatika dalam riset pangan, energi, dan air?

 

Mikrobiologi Pangan dan Anotasi Data

 

Salah satu problem utama dalam bioindustri adalah memproduksi produk pangan dalam jumlah masif, namun dengan kondisi reaksi yang ‘keras’. Berbagai macam mikroba telah digunakan dalam bioindustri, dan mereka distimulasi untuk mengkonversi substrat menjadi produk pangan yang berguna bagi manusia. Contoh sederhana adalah yoghurt dan keju. Dalam konteks tekno-ekonomi, untuk meningkatkan output produksi pangan, maka kondisi reaksi dalam bioreaktor perlu dimaksimalkan. Salah satu caranya adalah dengan meningkatkan suhu. Namun, hal ini seringkali dapat mengakibatkan kondisi hidup mikroba terganggu, karena enzim yang mengkonversi substrat tersebut mengalami denaturasi. Disinilah bioinformatika berperan untuk optimasi kondisi reaksi.

 

Grup Bioinformatika UI di bawah pimpinan Prof.Dr Usman Sumo Friend Tambunan telah mengadakan kerja sama dengan Grup Mikrobiologi Pangan Baristand Ambon dibawah pimpinan Dr. Syarifuddin Idrus (Tambunan et al, 2014; Idrus dan Tambunan, 2012). Pada penelitian kolaborasi ini, ilmu bioinformatika dimanfaatkan untuk melakukan modifikasi terhadap enzim, sehingga dapat bertahan dalam kondisi reaksi yang ‘keras’. Salah satu produk yang sedang diproses adalah suplemen. Tentu saja, kita tidak dapat menganggap remeh suplemen, sebab tubuh kita tetap membutuhkannya dalam jumlah tertentu. ‘Big data’ informasi genomik dibutuhkan untuk melakukan optimasi enzimatik, sehingga dapat bertahan pada kondisi reaksi yang hard tersebut.

 

 

Proyek Energi Alternatif dan Bioinformatika

 

Satu hal menarik adalah keterlibatan Departemen Energi Amerika Serikat dalam proyek pengurutan genome mikroba. Untuk apa mereka melakukan hal tersebut? Sebenarnya sangat jelas, yaitu mereka ingin menggunakan mikroba tersebut dalam konteks bioindustri, terutama dalam memproduksi bahan bakar energi alternatif. Berdasarkan penelitian Mendu et al, Indonesia memiliki market yang tergolong besar di asia, dalam konteks pemanfaatan bioenergi berdasarkan residu lignin. Sejauh ini, sudah ada beberapa produk komoditas yang dihasilkan dari bioindustri berbasis bioenergi. Diantaranya adalah bio-alkohol dan bio-diesel. Namun, dalam banyak kasus, kedua komoditas tersebut dihasilkan dengan pertanian konvensional, yang membutuhkan banyak lahan. Metode baru, yaitu bio-farming, menggunakan pendekatan yang berbeda. Disini, penggunaan bioindustri, yang melibatkan bioreaktor, diutamakan. Sehingga mengurangi penggunaan lahan. Pendekatan yang dilakukan tidak jauh berbeda dengan riset mikrobiologi pangan. Sebab, memang teknik yang digunakan diturunkan dari riset bidang itu.

 

Disini, bioinformatika berguna untuk melakukan pemodelan ‘big data’ yang dihasilkan dari riset bioenergi, sehingga dihasilkan produksi bioenergi yang optimum. Ekspresi Genomik dan Proteomik dari mikroba dapat dioptimasi, sehingga dapat memproduksi bioenergi yang terjamin kualitas dan kuatitasnya.

 

 

Pelarut Air dan Biotransformasi

 

Air adalah pelarut utama dalam reaksi biokimia. Dalam konteks bioinformatika, keberadaan pelarut air merupakan salah satu variabel terpenting dalam modeling reaksi biokimiawi. Berhubung modeling reaksi dengan pelarut air membutuhkan daya komputasi besar, maka seringkali pemodelan dilakukan dalam kondisi vakum. Hal tersebut adalah penyederhanaan untuk menghemat daya komputasi. Namun, kemajuan teknologi cluster dan cloud computing telah banyak membantu riset bioinformatika. Sehingga, modeling yang paling kompleks sekalipun dapat diatasi dengan baik.

 

 

 

Bioinformatika dan Penguatan Ristek Bangsa

 

Berdasarkan informasi dari situs http://www.scimagojr.com/ , yang melakukan data mining dari database scopus, ternyata jumlah publikasi internasional bereputasi dari Indonesia sangat memprihatinkan. Tidak tanggung-tanggung, jumlahnya kalah dari Thailand, dan kalah jauh dari Malaysia dan Singapura. Disini, diperlukan suatu strategi riset yang visioner dalam mengejar ketertinggalan kita, terutama dalam konteks pangan, energi, dan air.

 

Indonesia memiliki SDM yang mumpuni dalam bidang IT. Hal tersebut tidak dapat diingkari, sebab kita telah berulang kali menang dalam kompetisi internasional IT. Hanya saja, dalam konteks riset, kita memerlukan pendidikan yang berkesinambungan agar SDM tersebut dapat diarahkan demi kepentingan ristek. Ristek seyogyanya bekerja sama dengan perguruan tinggi, dalam rangka mendidik pakar IT yang berfokus dalam riset bioinformatika. Salah satu bentuknya bisa membentuk suatu prodi atau pusat kajian baru. Sehingga, lulusan dari prodi tersebut dapat langsung digunakan oleh Ristek untuk riset pangan, energi, dan air.

 

Berbagai perguruan tinggi dan Lemlit dibawah ristek telah menghasilkan ‘big data’ genomik dan proteomik yang dapat digunakan untuk riset pangan, energi, dan air. ‘Big data’ harus dikonversi jadi informasi yang bermanfaat bagi ketahanan pangan, energi, dan air. Disini, diperlukan integrasi informasi yang mumpuni, sehingga berbagai institusi tersebut dapat memanfaatkan data secara bersama-sama. Sehingga, mendukung riset kolaboratif yang menghasilkan publikasi dengan pembahasan yang lebih kaya.

 

Disatu sisi, penguasaan informasi menunjukkan kekuatan suatu bangsa. Human Genome Project, yang diinisiasi oleh Amerika Serikat, telah diikuti oleh Jepang dan Uni Eropa. Jika kita ingin memiliki riset tingkat dunia dalam bidang pangan, energi, dan air, maka seyogyanya kita lebih fokus pada pembangunan database keanekaragaman hayati Indonesia. Sudah ada beberapa pihak yang memulainya, misalnya Fakultas Farmasi dan Fasilkom UI, yang dapat diakses pada http://herbaldb.farmasi.ui.ac.id/. Tentu saja, ditunggu pembangunan database-database lain, terutama yang berfokus pada riset pangan, energi, dan air.

Referensi:

Idrus, S., & Tambunan, U. S. F. (2012). Simulation of riboflavin synthase in Eremothecium gossypii conversion of 6,7-dimethyl-8-ribityllumazine to riboflavin. Online Journal of Bioinformatics, 13(1), 41–49.

Mendu, V., Shearin, T., Campbell, J. E., Stork, J., Jae, J., Crocker, M., … DeBolt, S. (2012). Global bioenergy potential from high-lignin agricultural residue. Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America, 109(10), 4014–9. doi:10.1073/pnas.1112757109

Tambunan, U. S. F., Randy, A., & Parikesit, A. A. (2014). Design of Candida antarctica Lipase B Thermostability Improvement by Introducing Extra Disulfide Bond Into the Enzyme. OnLine Journal of Biological Sciences, 14(2), 108. doi:10.3844/ojbsci.2014.108.118

Tulisan ini telah dimuat pada kolom telematika detikinet

Comments are off

Dimanakah Positioning Bioinformatika pada Komunitas Ilmiah?

Posted by Aditya Parikesit on 25th May and posted in bioinformatics

Bioinformatics2

Bioinformatika merupakan ilmu gabungan antara IT dan Biologi molekuler

Sesungguhnya, walaupun Bioinformatika adalah ilmu baru, tetapi sudah cukup lama ia menjadi bagian dari komunitas ilmiah. Salah satu buktinya, artikel ilmiah mengenai Bioinformatika telah dipublikasikan pada jurnal internasional yang bereputasi. Kemudian, apa maksud dari jurnal internasional bereputasi? Sesuai dengan definisi DIKTI, ia adalah jurnal internasional yang diindeks di basis data SCOPUS dan memiliki impact factor/diindeks pada Web of Science. Semakin tinggi impact factor, maka jurnal ilmiah tersebut semakin bereputasi. Saya tidak akan membahas lebih jauh mengenai syarat-syarat jurnal internasional bereputasi, karena itu akan dibahas pada posting lain. Namun, disini, kita semua mengetahui bahwa ada dua jurnal internasional bereputasi, yang selalu jadi acuan para ilmuwan di seluruh dunia. Mereka ada “Nature” dan “Science”, dan banyak peraih nobel yang telah mempublikasikan artikel ilmiah mereka disana. Impact factor kedua jurnal tersebut juga sangatlah tinggi. Kedua jurnal top tersebut telah membahas mengenai Bioinformatika sejak beberapa puluh tahun yang lalu.

Sebenarnya, Bioinformatika mulai memiliki peran penting semenjak Human Genome Project (HGP) dimulai, dan telah diselesaikan pada tahun 2001. Disitu, ilmuwan menjadi sadar bahwa diselesaikannya HGP bukan berarti segala permasalahan mengenai mekanisme genetika molekuler manusia selesai, namun justru diperlukan pendekatan baru untuk menyelesaikan berbagai masalah yang ada, dan akan muncul kedepannya. Semenjak itu, Bioinformatika berperan dalam ‘post-HGP era’, untuk membantu peneliti dalam menyelesaikan problematika biologis atau biomedik.

Bioinformatika dalam “Nature” dan “Science”

Jurnal “Nature” mulai mempopulerkan istilah “Bioinformatika” pada tahun 1990an. Artikel Palson pada tahun 1997 telah menunjukkan, bahwa kedepannya Bioinformatika akan berperan penting dalam menjelaskan fungsi berbagai organisme, sebab teknologi sekuensing telah tersedia. Kemudian, gayung bersambut, karena pada tahun 2004, ada dua artikel penting yang juga dipublish di “Nature”. Pertama, adalah artikel Sean R Eddy, mengenai “Hidden Markov Model” (HMM). Apakah HMM itu? Secara singkat, ia adalah metode prediksi yang dalam penggunaannya harus dilatih dengan data pendahuluan. Aplikasi HMM yang telah banyak adalah dalam ramalan cuaca, dan “Voice recognition”. Sean Eddy menunjukkan bahwa metode ini juga dapat digunakan dalam bioinformatika, yaitu untuk memprediksi struktur dan domain dari Protein. Kemudian, Macchiarulo dan kawan-kawan juga menunjukkan bahwa metode molecular docking dapat digunakan dalam ilmu bioinformatika, sebagai cara untuk menapiskan interaksi antara ligan dan protein yang terbaik.

Perkembangan selanjutnya menunjukkan bahwa Bioinformatika akhirnya “meminjam” metode yang sudah mapan pada ilmu yang serumpun, yaitu kimia teoritis. Elber dan Karplus pada tahun 1987 telah menunjukkan, bahwa metode molecular dynamics dapat digunakan untuk memprediksi konformasi protein myoglobin. Karplus, yang memenangkan Nobel Kimia pada tahun 2013, telah memperkenalkan metode dynamics supaya dapat digunakan untuk memprediksi interaksi ligand dan protein secara lebih nyata dan “Vivid”.

Baik artikel pada “Nature” dan “Science” sudah menunjukkan peran penting Bioinformatika. Kemudian, apa yang harus dilakukan?

Bioinformatika dan Eksperimen Laboratoris

Walaupun Martin Karplus, Arieh Warshel, dan Michael Levit, yang merupakan pakar bioinformatika/kimia teoritis, telah memenangkan nobel kimia tahun 2013, namun hal tersebut bukan berarti eksperimen laboratoris menjadi tidak penting. Dalam hal tertentu, ada kalanya hasil komputasi di lab bioinformatika harus divalidasi pada eksperimen laboratoris. Dalam kontek bioteknologi farmasi, validasi pada eksperimen menjadi penting, jika memang hasil komputasi tersebut akan diproyeksikan sebagai bagian dari proses produksi produk farmasi itu sendiri. Pada akhirnya, Bioinformatika dan eksperimen laboratoris seyogyanya saling melengkapi untuk memperkaya pencarian kebenaran ilmiah yang tak pernah berhenti. Oleh karena itu, mari kita bekerja sama!

Daftar Pustaka:

Eddy SR. What is a hidden Markov model? Nat Biotechnol. 2004
Oct;22(10):1315-6. Review. PubMed PMID: 15470472

Elber R, Karplus M. Multiple conformational states of proteins: a molecular
dynamics analysis of myoglobin. Science. 1987 Jan 16;235(4786):318-21. PubMed
PMID: 3798113.

Macchiarulo A, Nobeli I, Thornton JM. Ligand selectivity and competition
between enzymes in silico. Nat Biotechnol. 2004 Aug;22(8):1039-45. PubMed PMID:
15286657.

Palsson BO. What lies beyond bioinformatics? Nat Biotechnol. 1997
Jan;15(1):3-4. PubMed PMID: 9035092.

Sumber gambar: mcclintock.generationcp.org

Tulisan ini akan dimuat pada netsains.net

Comments are off

Sedikit dasar Teknik informatika bagi User Software Bioinformatika

Posted by Aditya Parikesit on 15th May and posted in bioinformatics

coding-fundamentals-introduction-data-structures-and-algorithms.w654

Gambar 1: Diagram alir adalah algoritma. Memutuskan bagaimana mengatasi lampu yang tidak menyala bisa menjadi contoh yang baik mengenai algoritma

Tulisan ini saya tujukan bagi siapapun pengguna software bioinformatika, yang tidak memiliki latar belakang Teknik Informatika (IT). Peneliti life science (kimia, biologi, kedokteran, farmasi, pertanian, dan kehutanan) akan dapat mengambil manfaat dari tulisan ini. Jika terasa kurang informatif bagi praktisi IT, harap maklum.

Beberapa konsep kunci yang harus dipahami adalah mengenai perbedaan antara algoritma dan program/aplikasi, definisi validasi software, dan data sampling. Mari kita bahas satu persatu, dengan contoh masing-masing.

 

1. Algoritma dan program/aplikasi

Salah satu hal yang sering kurang dipahami peneliti non IT adalah perbedaan antara algoritma dan program/aplikasi. Mencampurbaurkan kedua konsep berbeda tersebut akan menciptakan kerancuan. Untuk penjelasan mengenai algoritma, dapat dicek pada tautan berikut:

http://computer.howstuffworks.com/question717.htm

http://www.youtube.com/watch?v=Syf9AumCRHw

http://www.webopedia.com/TERM/A/algorithm.html

http://www.mathsisfun.com/definitions/algorithm.html

Dari situ, bisa kita pelajari bahwa algoritma merupakan alur berpikir atau logika (pendekatan) untuk menyelesaikan masalah komputasi. Sementara program atau aplikasi adalah metode atau teknis bagaimana penyelesaian problem komputasi. Analogi yang bagus adalah dengan memasak. Algoritma adalah diagram alir yang menjelaskan bagaimana proses memasak, sementara program atau aplikasi adalah deskripsi teknis bagaimana proses memasak. Lebih jelas

 

2. Validasi software

Kemudian, apakah validasi software itu? Bagaimana dan siapa yang melakukan?

Jika kita mempelajari tautan pada http://iieblogs.org/2012/02/21/software-verification-and-software-validation-whats-the-difference/ , disitu sangat jelas bahwa validasi software harus dilakukan oleh developer, bukan user. Secara definisi, validasi adalah memverifikasi apakah developer mengembangkan aplikasi yang memang dibutuhkan oleh user. Validasi dilakukan oleh developer, untuk mengetahui kehendak user/customer, sebelum memasuki tahap coding. Sebagai salah satu contoh validasi software, developer harus menentukan, seperti apa interface dengan webtools yang harus mereka kembangkan. User seringkali meminta developer untuk menunjukkan bagaimana cara melakukan validasi software yang mereka gunakan. Salah satu contohnya adalah berikut ini:

http://www.minitab.com/en-us/support/software-validation/

Dari contoh tersebut, jelas sekali bahwa bukan merupakan tugas user untuk melakukan validasi, namun merupakan tugas dari developer. Jika diminta developer harus menunjukkan bagaimana cara melakukan validasi kepada user.

3. Data Sampling

Salah satu kegunaan software bioinformatika adalah mengubah data biologis menjadi informasi yang berguna. Mengunduh sembarang data biologis tanpa kriteria yang jelas tentu saja tidak bijak. Apa saja kriteria data yang digunakan?

Di life science, data yang umumnya digunakan bukanlah predicted atau putative. Jadi, misalnya menggunakan sekuens protein, data tersebut diambil dari wet lab, bukan hasil prediksi software.

Kemudian, data yang digunakan jangalah berupa fragmen. Misalnya menggunakan protein, gunakan sekuena utuh, jangan fragmen yang tidak lengkap. Biasanya data fragmen dihasilkan karena sekuenser gagal mengurutkan semua basa (untuk DNA) atau asam amino (untuk Protein) yang ada, sehingga hanya fragmen yang berhasil diurutkan.

Bioinformatika dan Life Science

Walaupun peneliti non IT, seperti yang berlatar belakang life science, tidak diwajibkan mempelajari coding/scripting, namun paling tidak pemahaman mengenai dasar-dasar komputasi menjadi penting supaya komunikasi dengan peneliti IT menjadi baik.

Pada sarasehan selanjutnya, saya akan membahas metode komputasi yang biasa digunakan dalam bioinformatika.

Sumber gambar: http://img.wonderhowto.com

Comments are off

Mikroba, Tak Kasat Mata Namun Berguna bagi Manusia

Posted by Aditya Parikesit on 7th May and posted in popular science

Mendengar kata ‘kuman’ atau ‘mikroba’ mendadak bulu kuduk berdiri. Kasus penyakit flu burung, TBC, HIV/AIDS, Demam Berdarah, Typus, dll disebabkan oleh mikroba patogen (ganas). Namun apakah semua mikroba itu patogen? Adakah kegunaan mikroba bagi manusia?

Aktivitas industrialisasi massal telah mengancam habitat flora dan fauna. Tidak terhitung banyak hutan ditebang untuk dikonversi menjadi lahan industri atau perkebunan. Bersamaan dengan itu, banyak hewan langka, seperti Macan atau Badak, diburu demi kepentingan pengobatan atau hobi. Penggundulan hutan telah mengakibatkan hilangnya paru-paru dunia. Namun, bagaimana sistim ekologi dunia ini dijaga, dan juga bagaimana ia menjadi rusak, tidak semata-mata dipengaruhi oleh faktor-faktor yang kelihatan oleh mata telanjang kita (visible), namun juga dipengaruhi oleh faktor yang tidak kelihatan oleh mata telanjang (invisible).

Peran Mikroba dalam Lingkungan Hidup

Kesetimbangan ekologis dunia dipengaruhi oleh interaksi jejaring kehidupan. Berbagai formasi simbiosis telah terbentuk di alam, sebagai manifestasi dari biodiversitas. Faktorinvisible berperan dalam proses kesetimbangan ini. Disinilah kehidupan jasad renik (mikroba) berperan didalamnya. Di dalam saluran pencernaan, mikroba berperan membantu proses absorbsi makanan ke dalam tubuh. Dua spesies mikroba, yaitu E.colidan K.lactis berperan aktif dalam proses tersebut. Terjadi simbiosis mutualistis antara manusia dengan mikroba tersebut. Mikroba adalah flora normal yang hidup di dalam tubuh manusia. Kesetimbangan ekologis ini akan terganggu jika kuman patogen memasuki inang. Misalnya seperti invasi kuman S.typhii penyebab typus dan kumanM.tuberculosis penyebab TBC. Namun peranan kuman patogen ada baiknya jangan dibesar-besarkan. Dari keseluruhan subkingdom Eubacteria, bakteri yang berperan sebagai patogen diperkirakan hanya 10 persen. Sisanya tidak berbahaya bagi manusia. Jadi ketakutan berlebihan terhadap mikroba adalah tidak beralasan sama sekali. Lalu, selain menjaga kesetimbangan flora normal pada manusia, apa lagi peran mikroba non patogen dalam sistim ekologis?

Mikroba (fungi dan bakteri) secara tradisional berfungsi sebagai decomposer (pengurai). Makhluk hidup yang telah mati akan diuraikan oleh mereka menjadi unsur-unsur yang lebih mikro. Tanpa adanya mikroba decomposer, bumi kita ini akan dipenuhi oleh bangkai dalam jumlah banyak. Mikroba decomposer inilah yang digunakan untuk pengolahan sampah/limbah. Teknologi lingkungan yang terbaru telah memungkinkan pengolahan sampah/limbah dengan perspektif lain. Sampah pada awalnya dipilah antara organik dan non organik. Sampah non organik akan didaur ulang, sementara sampah organik akan mengalami proses lanjutan pembuatan kompos. Proses tersebut adalah menciptakan kondisi yang optimum supaya kompos dapat dibuat dengan baik. Optimasi kondisi tersebut, selain desain alat yang baik dan ventilasi untuk proses aerasi, adalah juga menciptakan kondisi optimum bagi mikroba composter untuk melaksanakan proses composting. Parameter optimasinya bisa berupa keasaman, suhu, dan medium pertumbuhan. Jika parameter tersebut diperhatikan, maka prosescomposting diharapkan bisa efektif dan efisien. Lalu, apa lagi yang bisa dilakukan mikroba untuk membantu kita mengolah limbah?

Instalasi penampungan faeces rumah tangga biasanya berupa suatu reservoir besar. Namun, reservoir itu dihubungkan dengan saluran pipa ke udara luar. Untuk apa saluran pipa tersebut? Sederhananya, saluran pipa tersebut untuk mengeluarkan gas buangan hasil proses fermentasi faeces oleh mikroba. Gas yang dikeluarkan adalah gas metan. Pemerintah akhir-akhir ini sedang menggiatkan program konversi minyak tanah ke gas alam/LNG. Penggunaan LNG memang lebih baik daripada minyak tanah dalam banyak segi. Namun LNG adalah sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui. Suatu saat di masa depan, cadangannya akan menipis juga. Salah satu cara untuk mendapatkan sumber daya alam yang bisa diperbaharui adalah menggunakan biogas (gas metan). Utilisasi biogas adalah mudah. Sudah ada peternakan-peternakan di Indonesia yang memasang instalasi biogas, untuk mengolah faeces ternak menjadi sumber energi. Petunjuk instalasi peralatannya tersedia di internet atau toko buku. Biogas dapat digunakan sebagai sumber energi untuk memasak, dan memanaskan air untuk mandi. Di China, biogas adalah suatu industri yang mulai berkembang, dan mereka menggunakan faeces manusia sebagai medium pertumbuhan mikroba tersebut.

Peran Mikroba dalam industri pangan

Bangsa Indonesia memiliki kekayaan kuliner yang luar biasa. Mikroba telah dipergunakan untuk membuat berbagai macam makanan, mulai dari tempe, tahu, sampai ke tape. Perkembangan bioteknologi telah memungkinkan mikroba memproduksi komoditi yang lebih komersial, tanpa merusak lingkungan. Beberapa contoh yaitu:

  • Industri Roti: Menggunakan enzim amilase dan protease untuk mempercepat proses fermentasi, meningkatkan volume adonan, memperbaiki kelunakan dan tekstur. Enzim bersumber dari jamur dan bakteri.
  • Industri Susu: Menggunakan enzim katalase, protease, dan laktase untuk mengurangi residu H2O2 dari susu (rangkaian dari sterilisasi susu dengan H2O2), pembuatan protein hidrolisat, stabilisasi susu evaporasi, produksi konsentrat susu segar, konsentat whey, dan es krim. Enzim bersumber dari Jamur, bakteri, dan khamir.
  • Industri Jus Buah: Menggunakan enzim pektinase untuk penjernihan, pencegahan pembentukan gel; dan perbaikan teknik ekstraksi. Enzim bersumber dari jamur.

Peran Mikroba dalam industri farmasi

Ditemukannya antibiotik penisilin dari fungi Penicilium notatum oleh Alexander Fleming telah membuka mata dunia akan betapa bergunanya mikroba. Antibiotik telah menyelamatkan berjuta-juta nyawa manusia dari serangan kuman patogen. Antibiotik dapat diproduksi dengan cara bioproses, dimana mikroba akan diberikan kondisi optimum untuk produksi antibiotik dalam jumlah besar. Proses optimasi tersebut harus aman, dan tidak merusak lingkungan. Jika antibiotik diberikan secara tepat oleh praktisi klinis, maka masalah kuman patogen akan mereda. Jika asupan antibiotik kurang tepat, maka kuman patogen akan menjadi lebih ganas lagi. Ditemukannya antibiotik telah menyadarkan kita, bahwa ekosistim memiliki cara sendiri untuk menjaga kesetimbangannya. Dengan antibiotik, kuman sendiri memiliki ‘senjata kimia’ untuk melawan pesaingnya, dalam memperebutkan sumber daya medium pertumbuhan atau untuk menjaga eksistensi kehidupannya. Manusia hanya memanfaatkan ‘senjata kimia’ tersebut untuk kepentingan kesehatannya.

Pemetaan Kekuatan mikrobiologi industri di Indonesia

Mikrobiologi Industri sering juga disebut sebagai bioteknologi industri. Kedua istilah ini sering dipertukarkan. Produk fermentasi utama yang diproduksi secara komersial di Indonesia lainnya adalah monosodium glutamat, glukosa, sirup fruktosa, etanol, beer fermented fish sauce, asam sitrat. Pemetaan kekuatan biotek industri Indonesia penting untuk menghadapi persaingan global. Adapun kekuatan bioteknologi industri Indonesia adalah:

  • Sumber daya alam dan mega biodiversitas Indonesia adalah keunggulan dari sisi proses bioteknologi untuk memproduksi berbagai tipe produk, mulai dari kimia, biomassa atau jasa yang diperlukan oleh pasar.
  • Aktivitas R&D dalam bioteknologi telah ada, juga rekayasa produksinya, dimana keduanya diperlukan untuk mengembangkan bioteknologi dalam aktivitas ekonomi. Hal ini telah melibatkan organisasi pemerintah dan sektor swasta.
  • Jumlah besar dari populasi negara adalah pasar potensial untuk produk biomaterial. Produk untuk kesehatan, seperti antibiotik dan vaksin dapat secara mudah diserap secara nasional, bahkan berpotensi untuk diekspor.

Daftar Pustaka:

  1. Betsy, Tom., Keogh, Jim. 2005. Microbiology Demystified a Self-Teaching Guide. Mc Graw Hill. New York.
  2. Hidayat, Nur., Padaga, Masidana C., Suhartini, Sri. 2006. Mikrobiologi Industri. Penerbit Andi. Yogyakarta.
  3. Karosi, A.T et al. 2005. Selected Topics on Biotechnology as Indonesian Country Reports 1998-2000. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Press. Jakarta.
  4. Parikesit, Arli Aditya. 2007. Melindungi Lingkungan dengan Bioinformatika. Kolom Opini Koran Sinar Harapan. Jakarta.
  5. Purwendro, Setyo., Nurhidayat. 2006. Mengolah Sampah untuk pupuk dan pestisida organik. Penebar Swadaya. Jakarta.
  6. Simamora, Suhut., Salundik, Wahyuni, Sri., dan Surajudin. 2006. Membuat Biogas Pengganti Bahan Bakar Minyak dan Gas dari Kotoran Ternak. Agromedia Pustaka. Tangerang.

Kredit Foto:http://www.uwlax.edu

Tulisan ini telah dimuat di netsains.net

Comments are off

Bioterorisme dan ‘Menebang Pohon’

Posted by Aditya Parikesit on 6th May and posted in popular science

Sains selalu bisa diplesetkan menjadi hal yang keji. Sejarah sudah membuktikannya. Lalu apa hubungan bioterorisme dan bioteknologi? Apakah bioteknologi punya kans dijadikan ajang terorisme juga? Bagian kedua dari dua tulisan.

Sebuah proyek spesial, dengan kode nama “Maruta”, menggunakan manusia sebagai bahan eksperimen. Subyek eksperimen dikumpulkan dari populasi yang mengelilingi markas unit. Istilah “Maruta” ini digunakan para ilmuwan unit 731, karena menurut mereka membunuh seorang manusia adalah sama saja seperti menebang pohon. Subyek yang digunakan untuk percobaan adalah merentang dari anak-anak, sampai orang tua, kepada wanita hamil juga bayi. Banyak percobaan yang dilakukan tanpa menggunakan anastesi (vivisection), karena dipercaya anastesi akan mengganggu hasil percobaan.

Para ilmuwan Jepang menguji kuman kolera, cacar, botulinum dan berbagai penyakit lainnya kepada tahanan. Riset mereka telah berhasil membuat bom defoliasi basili untuk menyebarkan penyakit bubonik. Beberapa bom ini dibuat dengan selongsong keramik, yang diusulkan oleh Shiro Ishi pada tahun 1938. Teknologi ini memungkinkan Jepang untuk melakukan serangan senjata biologis dengan mencemari pertanian, cadangan air, sumur dan berbagai tempat dengan berbagai macam patogen.

Unit 731

Kompleks unit 731 memiliki berbagai fasilitas produksi. Ia memiliki 4500 kontainer untuk membiakkan kutu-kutuan dan 1800 kontainer untuk memproduksi agen biologis. Sekitar 30 kg bakteri bubonik dapat diproduksi dalam jangka waktu beberapa hari.

Pemerintah Jepang sampai hari ini menyangkal keberadaan unit 731. Menurut sumber resmi pemerintah Jepang, unit 731 tidak lain adalah sesuatu isu yang dibuat-buat sebagai propaganda pihak China untuk menyudutkan Jepang. Namun di tahun 2002, pengadilan distrik Tokyo mengeluarkan fatwa hukum yang mengakui keberadaan unit 731 dan aktivitas bioterorismenya, namun tetap menegaskan bahwa pampasan perang kepada China telah dibayar sesuai perjanjian China-Jepang tahun 1972. Pengadilan tetap menolak setiap klaim individu bekas tahanan unit 731 yang kadang-kadang mengajukan tuntutan pada pengadilan di Jepang.

Pada tahun 2005 ini, Profesor Keiichi Tsuneishi dari universitas Kanagawa menemukan sebuah dokumen di arsip nasional Amerika Serikat yang menyatakan, bahwa pemerintah Amerika memang benar telah membeli informasi percobaan unit 731. Motivasi dari pembelian informasi ini adalah untuk memperluas skala percobaan senjata biologis milik Amerika Serikat sendiri, dalam konteks perang dingin waktu itu melawan Uni Soviet. Penulis percaya bahwa tulisan mengenai unit 731 ini cukup objektif, sebab tidak hanya dikonfirmasi dari sumber-sumber Amerika Serikat saja, namun juga sumber-sumber dari Korea dan bahkan dari Jepang sendiri. Sumber literatur dari China tidak bisa dimasukkan karena tertulis dalam bahasa China.

Bioterorisme dan Bioteknologi

Tipe patogen yang bisa diaplikasikan untuk bioterorisme merentang dari Salmonela sampai bakteri supervirulen yang dapat menyebabkan penyakit bubonik, yang dimodifikasi dengan teknologi rekombinasi DNA. Ada juga racun seperti Ricin, dan virus Ebola. Baru-baru ini NATO telah mengumpulkan data berisi 39 agen biologis yang bisa digunakan sebagai senjata biologis oleh teroris.

Bioteknologi dapat digunakan dalam pengembangan dari patogen dengan virulensi lebih tinggi dan ketahanan yang lebih terhadap antibiotik bila berada di tangan yang salah. Namun sains juga dapat digunakan dalam pengembangan biodefensif. Indikasi peringatan awal, prosedur diagnostik yang tepat, terapi, vaksin, indentifikasi patogen, dan obat-obatan baru adalah beberapa area dimana bioteknologi dapat membantu menangkal bioterorisme.

Tujuan utama dari bioterorisme preventif (biodefensif) adalah produksi dan penumpukan vaksin dan pengembangan sistem peringatan dini terhadap serangan bioterorisme. Pemetaan genom juga menjanjikan untuk memfasilitasi pemgembangan biodefensif dan dekontaminasi patogen. Sebuah proyek penelitian yang sedang berjalan di universitas Michigan adalah mengembangkan mekanisme untuk membunuh antrax, dengan menggunakan larutan dari droplet minyak kedelai. Droplet dari emulsi ini bergabung dengan membran bakteri dengan reaksi kimia tertentu, sehingga mampu droplet memiliki cukup tenaga untuk menghancurkan spora bakteri.

Penggunaan senjata biologis memerlukan kultur, pemurnuan, stabilisasi, dan produksi skala besar dari patogen, juga pengembangan dari mekanisme pemaparan yang efisien. Sebagai contoh, pemaparan dari spora bakteri dengan ukuran ideal untuk memasuki bronkeolus dari paru-paru merupakan tantangan bagi teroris yang tidak memiliki pengetahuan akan sains. Para ilmuwan percaya, bahwa tidaklah susah untuk menemukan program bioterorisme di pasar gelap internasional. Salah satu pemicunya adalah ribuan ahli senjata biologis dari Uni Soviet kehilangan pekerjaannya ketika Soviet bubar tahun 1991. Diduga mereka melibatkan diri dalam program bioterorisme di pasar gelap.

Daftar pustaka

  • Alibek, Ken. 1999. Biohazard. Arrow.London.
  • Borem, Aluzio et al, Understanding Biotechnology, Prentice Hall 2003.
  • Hayes, Declan, Japan the toothles tiger (a provocative look at Japan’s expanding role in the future of Asia), tuttle publishing, 2001.
  • University of Pitsburg public health department, http://www.upmc-biosecurity.org/pages/agents/botulism/botulism_faq_2005.html, 2005.
  • Definition of Bioterrorism & Agroterrorism, Google search engine, http://www.google.com , 2005.
  • Ojong, PK, Perang Pasifik, Penerbitan Kompas 2004.
  • Ojong, PK, Perang Eropa I-III, Penerbitan Kompas 2005.
  • Wikipedia free encyclopedia, http://www.wikipedia.com , 2005.
  • Global Security organisation, http://www.globalsecurity.org , 2005
  • Theodicy, through the case of unit 731, Eun Park http://people.bu.edu/wwildman/WeirdWildWeb/courses/thth/projects/

Tulisan ini telah dimuat di netsains.net

Comments are off

Bioterorisme, Ketika Sains Diselewengkan untuk Kejahatan

Posted by Aditya Parikesit on 5th May and posted in popular science

Sama dengan pisau, sains bisa digunakan untuk kebaikan atau kejahatan. Bahkan ilmuwan bisa menciptakan virus berbahaya bagi manusia demi tujuan negatif. Flu burung pun sempat diisukan sebagai penyakit hasil buatan manusia dengan maksud tertentu. Fenomena ini dikenal dengan istilah bioterorisme.

Bioterorisme adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan penggunaan sabotase atau penyerangan dengan bahan-bahan biologis atau racun biologis dengan tujuan untuk menimbulkan kerusakan pada perorangan atau kelompok perorangan. Aktifitas-aktifitas ini, secara umum, menyebabkan kerusakan, intimidasi, atau kohersi, dan biasanya berhubungan dengan ancaman yang menyebabkan kepanikan publik. Agen biologis yang paling umum digunakan sebagai senjata teror adalah mikroorganisme dan racun-racunya, yang dapat digunakan untuk menimbulkan penyakit atau kematian pada populasi penduduk, binatang, bahkan tanaman. Agen pencemaran dapat dilepaskan di udara, air, atau makanan. Ada banyak definisi mengenai bioterorisme, namun secara substansial akan sama dengan definisi diatas.

Senjata Biologis

Konvensi pertama untuk melarang penggunaan senjata biologis ditandatangani di Jenewa pada tahun 1925. Di tahun 1972, dibawah kepemimpinan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), 103 negara menandatangani konvensi mengenai senjata biologis, yang isinya melarang pengembangan, produksi, penumpukan, dan penggunaan senjata biologis. Tujuan dari konvensi ini adalah untuk melenyapkan secara sepenuhnya kemungkinan dari penggunaan agen biologis dan racunya sebagai senjata pemusnah masal.

Pada konferensi mengenai bioterorisme di San Diego, Kalifornia pada awal tahun 2000, para pakar menyimpulkan bahwa Amerika Serikat tidak siap untuk menghadapi serangan senjata biologis dengan patogen seperti cacar, antrax, Ebola, botulinum, dan lainnya. Pada simposium nasional kedua mengenai bioterorisme di Washington DC di tahun 2000, salah satu dari kesimpulan yang diambil ialah bahwa sistem kesehatan masyarakan Amerika Serikat sama sekali tidak siap untuk menghadapi serangan yang menggunakan senjata biologis. Pada hal lain, di Maret 2001, peneliti pada pusat studi bioterorisme di Universitas St. Louis menemukan fakta bahwa 75 persen dari aparat kesehatan masyarakat mencemaskan bahwa beberapa kota di Amerika Serikat akan mendapatkan serangan senjata biologis dalam waktu 5 tahun. Ramalan para ilmuwan ini terbukti benar, sebab pada Oktober 2001, hanya 4 bulan setelah pertemuan itu, Amerika Serikat mendapat serangan Antrax.

Bioterorisme adalah masalah besar sepanjang sejarah manusia. Salah satu laporan awal mengenai bioterorisme di abad ke 6 sebelum masehi, ketika tentara Asiria meracuni sumur air dari musuhnya dengan ergot, suatu fungi yang memproduksi racun yang sering ditemukan pada rogge (sebangsa gandum). Laporan yang lebih moderen menunjukkan, pada sekitar tahun 1520, Francisco Pizarro, seorang Jendral Spanyol yang memimpin penaklukan kerajaan Inca di Peru, memberikan pakaian yang mengandung kuman cacar kepada orang Inca. Laporan yang serupa menuduh Inggris kemungkinan juga menggunakan patogen untuk menghancurkan musuh mereka sewaktu proses penjajahan Amerika Utara. Negara itu kemungkinan mendistribusikan selimut yang mengandung kuman cacar kepada orang Indian. Berikut ini dibawah akan dijabarkan penggunaan senjata biologis di jaman modern ini.

Bioterorisme di Perang Dunia II

Apa yang kurang diketahui adalah senjata biologis yang digunakan di front eropa timur pada perang dunia II. Dalam bukunya, Biohazard, Ken Alibek, yang pernah menjabat sebagai wakil ketua pengembangan senjata biologis Uni Soviet tahun 1988-1991, menjabarkan pengalamannya dan riset yang tertera dalam arsip-arsip Soviet. Menurut hasil penemuannya, Uni Soviet telah menggunakan kuman yang mengakibatkan penyakit tularemia pada unit Wehrmacht (Angkatan Bersenjata Jerman) sewaktu pertempuran Stalingrad tahun 1942. Gejala dari penyakit ini adalah sakit kepala, mual, dan demam tinggi, yang dapat menyebabkan kematian bila tidak dirawat. Walaupun senjata biologis ini menyebabkan Jerman mengalami kerugian sangat banyak, namun penyakit ini juga menular kepada penduduk sipil dan pada tentara soviet sendiri. Kasus ini menjelaskan ternyata senjata biologis menjadi bumerang untuk pihak Soviet.

Di lain pihak, Jerman juga mengembangkan senjata biologis. Namun fungsinya hanya terbatas untuk sabotase ekonomi dan pertanian. Jerman tidak pernah serius mengembangkan patogen yang menyerang manusia, namun mengembangkan patogen untuk menghancurkan pertanian dan peternakan musuh-musuhnya. Berdasarkan informasi dari Gestapo (polisi rahasia jerman), ternyata justru Uni Soviet mengembangkan senjata biologis secara lebih serius. Soviet memiliki 8 fasilitas instalasi senjata biologis di negara mereka untuk menguji kuman antrax dan penyakit kaki-mulut. Gestapo juga melaporkan bahwa Inggris menguji kuman Antrax, disentri, dan glander. Akhirnya Gestapo justru mendapat informasi bahwa Amerika Serikat mengembangkan senjata biologis di Arsenal Edgewood (Maryland) dan Pine Bluff (Arkansas).

Walaupun Nazi Jerman memiliki berbagai laporan intelejen yang komprehensif, Adolf Hitler justru menolak setiap usul dari bawahannya untuk mengembangkan senjata biologis secara serius dan terencana. Justru Hitler mengarahkan riset Jerman kepada usaha defensif untuk menahan serangan senajata biologis dari pihak sekutu. Namun, dalam skala yang terbatas, Nazi melakukan percobaan senjata biologis pada tahanan di kamp konsentrasi mereka di Aushwich, Polandia. Tahanan dipaparkan dengan kuman Rickettsia prowazekii, Rickettsia mooseri, virus hepatitis A, dan Plasmodia spp. Namun berbeda dengan percobaan yang dilakukan Jepang, yang akan dijelaskan dibawah, percobaan pihak Nazi lebih terbatas untuk mengembangkan vaksin saja. Mayoritas tahanan di Aushwich tewas karena senjata kimia (Mereka dipaparkan DDT dan gas CO), bukan karena senjata biologis.

Percobaan Unit 731, Aushwich di Asia

Kasus lain mengenai bioterorisme skala besar, yang jarang sekali diungkap oleh para ilmuwan, adalah kasus bioterorisme oleh unit 731 di Manchuria, China bagian utara. Unit 731 adalah salah satu organ dari tentara kekaisaran Jepang yang dibentuk untuk melapangkan jalan bagi Jepang untuk menjajah China. Unit ini dibentuk sewaktu Jepang menyerbu China pada tahun 1937. Alasan invasi Jepang ke China, menurut versi sejarawan Jepang adalah “Untuk membebaskan rakyat China dari tipu daya Amerika dan Inggris”. Unit 731 dibentuk dengan disamarkan sebagai fasilitas pemurnian air. Ia dibangun di kota Pingfan, dekat Harbin, di China timur laut. Diperkirakan ada sekitar 3000 warga China, Korea, dan sekutu yang meninggal dalam eksperimen unit 731. Direktur unit 731 adalah Shiro Ishi, seorang dokter yang ahli bakteriologi. Ishi dan timnya, tanpa mempertimbangkan masalah etika dan moral, mengembangkan senjata demi kepentingan Jepang. Ishi memberikan para tawanan perang China, Korea, Inggris dan Amerika Serikat dengan kuman patogen seperti antrax, tanpa rasa kasihan sedikitpun.

Secara sistematis, Ishi dan timnya menjadikan para tawanan perang sebagai kelinci percobaan mereka. Para tawanan itu dipasung di atas tiang, lalu dipaparkan dengan kuman patogen. Kemudian Ishi dan teamnya dari tempat yang aman, mencatat seberapa lama lagi mereka akan meninggal. Eksperimen ini menyebakan tingkat kematian tawanan sekitar 70 persen. Bahkan dalam beberapa kasus bisa mencapai 100 persen. Korban pihak China akibat aksi bioterorisme unit 731 sangat sukar untuk diperkirakan.

Unit 731 memaparkan sungai, sumur, dan cadangan air pihak China dengan kuman kolera, disentri, tiphus, dan antrax. Menyerahnya Jepang kepada pihak sekutu pada tahun 1945 mengakhiri aksi bioterorisme unit 731 dan program pengembangan senjata biologis Jepang untuk selama-lamanya. Akibat dari aksi bioterorisme ini sangat mengerikan karena bahkan jauh setelah perang selesai, pihak China masih menderita banyak kerugian akibat serangan senjata biologis ini. Shiro Ishi ingin menggunakan senjata biologis ini pada perang pasifik di tahun 1944.

Namun perencanaan yang buruk dan sabotase sekutu menggagalkan rencana ini. Beberapa waktu sebelum Jepang menyerah kalah, laboratorium Unit 731 dihancurkan oleh Tentara Jepang. Pihak Amerika Serikat memberikan amnesti kepada para ilmuwan yang terlibat di Unit 731, namun mereka harus memberikan semua data eksperimen mereka kepada pihak Amerika. Menurut sumber resmi pemerintah Amerika Serikat, data-data eksperimen ini sangat berharga dan sukar ditakar nilainya, sebab Amerika sendiri saat itu belum pernah melakukan eksperimen serupa pada manusia hidup.

Unit 731 ini memiliki proyek spesial yang menggunakan manusia sebagai bahan eksperimen.Seperti apakah kekejaman yang terjadi dalam proyek ini? Dan apa kaitan bioterorisme dengan bioteknologi? Itu semua akan dibahas dalam tulisan selanjutnya.

Referensi:

  • Alibek, Ken. 1999. Biohazard. Arrow.London.
  • Borem, Aluzio et al, Understanding Biotechnology, Prentice Hall 2003.
  • Hayes, Declan, Japan the toothles tiger (a provocative look at Japan’s expanding role in the future of Asia), tuttle publishing, 2001.
  • University of Pitsburg public health department, http://www.upmc-biosecurity.org/pages/agents/botulism/botulism_faq_2005.html, 2005.
  • Definition of Bioterrorism & Agroterrorism, Google search engine, http://www.google.com , 2005.
  • Ojong, PK, Perang Pasifik, Penerbitan Kompas 2004.
  • Ojong, PK, Perang Eropa I-III, Penerbitan Kompas 2005.
  • Wikipedia free encyclopedia, http://www.wikipedia.com , 2005.
  • Global Security organisation, http://www.globalsecurity.org , 2005
  • Theodicy, through the case of unit 731, Eun Park http://people.bu.edu/wwildman/WeirdWildWeb/courses/thth/projects/thth_projects_2003_parkeun.htm
 Tulisan ini telah dimuat di netsains.net

Comments are off

Bioinformatika: Antara Realita dan Imajinasi

Posted by Aditya Parikesit on 2nd May and posted in bioinformatics


Ilustrasi (Ist.)

Seringkali, harapan terlalu besar diberikan kepada dunia ilmu pengetahuan. Ilmuwan diharapkan untuk dapat menyediakan ‘holy grail‘, yang dapat menyembuhkan semua penyakit, dan segera dapat menyediakan harapan hidup yang jauh lebih panjang.

Hanya saja, seringkali harapan-harapan tersebut lahir dari kesalahpahaman, yang tidak jarang melibatkan ilmuwan itu sendiri, dan juga media massa. Bioinformatika adalah ilmu yang melibatkan pengumpulan data biologis dalam jumlah besar, untuk mendapatkan informasi yang bermanfaat bagi kepentingan biomedis.

Namun di satu sisi, bioinformatika dapat menyajikan kesimpulan ilmiah yang bermanfaat. Tapi di sisi lain, berharap secara berlebihan terhadap informasi yang diperoleh bioinformatika adalah suatu kecerobohan. Bagaimana kita bersikap terhadap perkembangan bioinformatika, yang sangat pesat ini?

Penafsiran Pepesan Kosong

Bioinformatika adalah ilmu yang berkembangan dengan sangat cepat. Publikasi ilmiah paling baru, yang kita baca hari ini, dalam hitungan bulan, bahkan minggu, akan segera menjadi out of dated.

Software dan pipeline yang ada, harus selalu dikembangkan secara berkelanjutan. Jika perangkat lunak dan keras yang ada, sudah tidak memadai, maka langkah paling logis selalu adalah complete overhaul untuk mengembangkan sesuatu yang sama sekali baru.

Di sinilah, kesadaran bahwa informasi yang ada selalu diupdate secara terus menerus adalah penting, supaya tidak menghasilkan informasi yang salah atau palsu.

Bioinformatika bukanlah ‘Holy Grail’ yang bisa menyembuhkan semua penyakit. Di negeri barat, ada beberapa kasus tulisan sains populer, yang meramalkan penyembuhan penyakit mematikan, ternyata tidak terjadi.

Ternyata ada kesalahpahaman antara akademisi dan pers, yang diakibatkan dari perbedaan interpretasi terhadap informasi yang ada.

Kebenaran ilmu pengetahuan tidaklah absolut, dan hal ini terutama berlaku pada penelitian yang sama sekali belum konklusif. Klaim yang terlalu bombastis, sama sekali tidak bisa dijadikan patokan untuk kebenaran ilmiah.

Hal tersebut mendorong pentingnya kerja sama yang optimal antara ilmuwan dan media massa, supaya tidak tergelincirnya informasi ilmiah menjadi pepesan kosong yang membingungkan publik.

Bioinformatika, sebagai ilmu yang sangat intensif dalam menghimpun informasi ilmiah, sudah seyogyanya dapat membantu memberi pencerahan kepada media, supaya publik mendapatkan informasi yang akurat, tanpa ‘overexaggeration’ (terlalu berlebihan).

Kerja sama antara ilmuwan dan media massa seperti itu akan dapat terealisir, jika dilakukan pada tataran pendidikan. Program studi ‘science communication’ di Universitas adalah solusi untuk itu, yang telah dilakukan di beberapa negara seperti Amerika Serikat.

Pengambilan Kesimpulan dari Komputasi

Pengambilan keputusan berdasarkan komputasi sudah menjadi kegiatan sehari-hari pada berbagai bidang. Sebagai contoh, pada dunia bisnis dan penerbangan. Dalam dunia sekuritas, pengambilan keputusan untuk menjual atau membeli saham adalah berdasarkan prediksi.

Sementara itu, dalam dunia penerbangan, ramalan cuaca sangatlah krusial untuk menentukan aktivitas penerbangan. Jika cuaca diramalkan memburuk (badai Es di negara empat musim, atau hujan badai di negeri tropis), maka bandara dapat dipertimbangkan untuk mengurangi aktivitasnya, atau penerbangan didivert ke lapangan terbang lain.

Bioinformatika juga demikian. Ilmu ini bukanlah ilmu ‘khayalan’, yang berdiri di atas angan-angan belaka. Namun, bioinformatika telah bermanfaat untuk memberi masukan berguna bagi eksperimen biologis di dalam laboratorium.

Kolaborasi antara laboratorium ‘kering’ (bioinformatika) dengan laboratorium ‘basah’ (eksperimen biologi) telah lama berjalan, dan bahkan tak jarang kolaborasi tersebut berjalan antar negara dan antar benua (Tambunan dan Parikesit, 2010).

Dialektika Pemikiran & Kenyataan

Komulasi Ide-ide seyogyanya dituangkan dalam bentuk modeling, untuk mendapatkan kesimpulan. Bioinformatika mengambil inspirasi dari Teknik Arsitektur. Sebagaimana kita ketahui, seorang Arsitek menggambar blueprint sebuah design konstruksi.

Adapun yang bertugas menjadikan design tersebut menjadi konstruksi di dunia nyata adalah insinyur sipil, bukan arsitek itu sendiri. Bahkan bukannya tidak mungkin, desain para arsitek baru menjadi konstruksi riil di jauh hari kemudian.

Bioinformatika tidak jauh berbeda dengan itu. Banyak hasil desain agen terapetik atau mekanisme biokimiawi bioinformatika baru dapat diuji di laboratorium kemudian, dan lebih lama lagi yang menjadi produk di pasaran.

Namun, hal ini bukan berarti Bioinformatika tidak dapat berkontribusi sama sekali dalam dunia medis, pertanian, lingkungan, atau lainnya. Telah ada produk obat, vaksin, ataupun agen kesehatan lainnya yang telah beredar di pasar, yang proses produksinya dibantu oleh bioinformatika.

Sewaktu ilmu bioinformatika mulai dipopulerkan pada tahun 80an, daya komputasi yang tersedia untuk mengolah data biologis masihlah terbatas. Saat itu, PC masih belum dapat mengolah data skala gen, apalagi genom.

Sementara itu, Mainframe dan mini-computer hanya dapat diakses oleh kalangan tertentu saja. Constraint dalam daya yang tersedia, menjadikan pengolahan data skala besar hanyalah mimpi belaka.

Di saat itu, Bioinformatika masih belum dapat menjembatani gap antara realita dan imajinasi. Apa yang dipikirkan oleh ilmuwan, dalam bentuk modeling biologis, masih belum dapat direalisir.

Namun, semenjak pertengahan 90an, perkembangan teknologi workstation telah dapat menyediakan daya komputasi yang cukup untuk mengolah gen dan bahkan genom. Modeling biologis yang dikonstruksi, bahkan telah dapat dilanjutkan dalam eksperimen biologis (Tambunan dan Parikesit, 2012).

Lebih jauh lagi, bahkan John Craig Venter dan kawan-kawannya telah mengkonstruksi Bakteri buatan di laboratorium, dengan bantuan teknik bioinformatika lanjutan. Kita bisa meraba-raba, apa yang sekiranya dapat dicapai oleh kemajuan sains dan teknologi di masa depan.

Dapatkah rekayasa biologis membantu kita mengkolonisasi planet lain? Atau dapatkah harapan hidup manusia akan semakin panjang secara signifikan? Hanya waktu yang dapat menjawabnya.

Referensi:

Tambunan, U. S. F., & Parikesit, A. A. (2010). Cracking the genetic code of human virus by using open source bioinformatics tools. Malaysian Journal of Fundamental and Applied Sciences, 6(1). Retrieved from http://mjfas.ibnusina.utm.my/index.php/jfs/article/view/41

Tambunan, U. S. F., & Parikesit, A. A. (2012). HPV Bioinformatics: In Silico Detection, Drug Design and Prevention Agent Development. In R. Rajkumar (Ed.), Topics on Cervical Cancer with an Advocacy for Prevention (pp. 237–252). Rijeka, Croatia: Intech Publishing. Retrieved from http://www.intechopen.com/articles/show/title/hpv-bioinformatics-in-silico-detection-and-prevention-agent-development

Arli Aditya Parikesit Tentang Penulis: Dr.rer.nat Arli Aditya Parikesit adalah alumni program Phd Bioinformatika dari Universitas Leipzig, Jerman; Peneliti di Departemen Kimia UI; Managing Editor Netsains.com; dan mantan Koordinator Media/Publikasi PCI NU Jerman. Ia bisa dihubungi melalui akun @arli_par di twitter, https://www.facebook.com/arli.parikesit di facebook, dan www.gplus.to/arli di google+.

Tulisan telah dimuat pada kolom telematika detikinet 

Comments are off

Powered By Wordpress || Designed By @ridgey28